Hampir Tak Ada aduan, Komisi I Apresiasi KIP

Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyahri bersama Ketua KIP, Gede Narayana dalam sebuah diskusi (ist)

Jakarta, PONTAS.ID – Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almayshari memberikan apresiasi terkait kinerja Komisi Informasi Publik (KIP) dalam kurun waktu dua tahun terakhir.

Pasalnya, lembaga ini dianggap berhasil menyelesaikan berbagai sengketa terkait keterbukaan informasi publik.

“Pertama saya sangat mengapresiasi KIP. Karena KIP yang sekarang sangat jauh berbeda 190 derajat dibanding KIP tahun lalu. Itu dibuktikan dengan tidak adanya komplain masyarakat ke Komisi I,” ujar Kharis dalam diskusi publik dengan tema “Potret Keterbukaan Informasi Publik 2018” di Media Center Wartawan Parlemen, Kompleks Nusantara III DPR RI, Selasa (11/12/2018).

Bahkan kata Kharis, Komisioner KIP tahun ini juga terlihat kompak. “Ini sangat berbeda dengan tahun lalu ya, selain komplain masyarakat soal sengketa informasi, KIP juga dianggap tidak kompak sebelumnya,” tuturnya.

“Alhamdulillah, kami juga tidak mengalami serbuan aduan seperti tahun-tahun sebelumnya. KIP saat ini jauh lebih baik dan kompak. Tandanya tahun ini kami tidak digeruduk masyarakat karena rata-rata sudah mendapat tanggapan yang memuaskan dari KIP,” puji politisi PKS ini.

Namun demikian, ia juga melihat masih ada beberapa pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan KIP soal keterbukaan informasi publik.

“Saya melihat masih ada beberapa lembaga yang belum sepenuhnya terbuka soal informasi, khususnya pada BUMN dan Kemterian serta lembaga pemerintahan lainya. Ini juga yang harus segera disosialisasikan pihak KIP,” tandasnya.

Ia juga berharap, agar pemangku kepentingan di lembaga manapun bisa lebih terbuka kepada masyarakat. “Jadi begini, keterbukaan informasi ini, yang memiliki kedaulatan penuh adalah rakyat. Artinya apa? Rakyat memiliki hak penuh untuk memgetahui informasi. Pemerintah sebagai wakil rakyat, ya harus terbuka,” tegasnya.

Selain itu, Abdul Kharis juga menyinggung soal Anggaran untuk KIP yang ia nilai saat ini masih sangat rendah. “Dengan anggaran sekitar Rp20 Miliar pertahun untuk seluruh Provinsi di Indonesia, sebenarnya ini sangat kecil. Karena jujur saja, tidak semua masyarakat khususnya di Daerah tahu keberadaan KIP,” urainya.

Tapi paling tidak kata dia, meski dengan anggaran terbatas pihak KIP bisa bekerja lebih maksimal.

“Jadi ketika ada yang butuh informasi, masyarakat tahu kalau ada lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa, yakni KIP,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua KIP, Gede Narayana menjelaskan, Komisi Informasi Publik sebagai lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 sesuai fungsi, tugas dan wewenang serta tanggung jawab, sudah melakukan berbagai kegiatan dalam menyelesaikan sengketa serta mensosialisasikan terkait informasi publik ke masyarakat dan lembaga publik.

“Komisi informasi Pusat (KIP) telah melakukan monitoring dan evaluasi keterbukaan Informasi pada tahun 2018 terhadap 34 Kementerian, 131 Lembaga dan 111 Badan Usaha Miliık Negara (BUMN),” ujarnya.

Hingga jelang akhir tahun ini kata dia, tingkat partisipasi atas pengembalian kuesioner Mones juga meningkat.

“Di 31 Kementrian, tingkat partisipasnya sudah mencapai 91,18%, di 68 Lembaga sekitar 51,91% dan 56 BUMN baru sekitar 50.45%,” tandasnya.

Untuk komitmen Badan Publik yang telah melaksanakan Keterbukaan Informasi dengan menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) untuk melaksanakan kewajiban dalam Pelayanan Informasi Publik kata dia, saat ini diperoleh angka bahwa, PPID Kementerian dengan tingkat komitmen 100%, PPID lembaga 40% dan PPID BUMN masih terendah hanya sekitar 9%.

“Dan bisa saya informasikan, pada tahun 2018, jumlah permohonan penyelesaian sengketa informasi ke kami sebanyak 52 sengketa yang diajukan oleh Pemohon 33 individu dan 19 badan hukum dengan masih didominasi oleh Termohon Badan Publik Kementerian.

Dengan rincian 11 termohon di Kementerian, 7 termohon di lembaga, 2 termohon di BUMN, 8 termohon dari Provinsi, 2 termohon dari Perguruan Tinggi Negara, dan lembaga lainnya sekitar 22 termohon,” bebernya.

Selain soal sengketa, pihaknya juga mengakui, berdasarkan ketentuan UUKIP soal pembentukaan Komisi Informasi Provinsi di 34 Daerah di Indonesia, masih ada empat Provinsi yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Riau dan Lampung yang masih dalam proses pembentukan.

Editor: Luki Herdian

Previous articlePemerintah Targetkan 84 Proyek Strategis Nasional Rampung 2019
Next articleEra Industri 4.0, Generasi Milenial Ditantang Majukan Pertanian

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here