Jakarta, PONTAS.ID – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta Mahkamah Konstitusi profesional dalam menguji gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Perludem mengingatkan hakim konstitusi agar tidak melibatkan diri dalam kepentingan politik.
Partai Perindo pada Rabu (18/7/2018), melakukan uji materi terhadap Pasal 169 huruf n UU Pemilu, tentang masa jabatan presiden dan wakil presiden, terutama frasa “belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari tahun”. Berselang dua hari dari pendaftaran gugatan Perindo tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla diketahui mengajukan diri ke MK, sebagai pihak terkait dalam uji materi terhadap Pasal 169 huruf n UU Pemilu.
“MK mesti bersikap adil dan profesional dalam memproses permohonan yang diajukan oleh Partai Perindo, termasuk dengan sudah masuknya Jusuf Kalla menjadi pihak terkait,” ujar Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil melalui pesan singkatnya, Senin (23/7/2018).
Perludem menilai, gugatan yang diajukan Partai Perindo kental dengan kepentingan politik, sehingga MK dalam menguji pasal tersebut perlu berhati-hati.
Dalam pengajuan uji materinya, Perindo beralasan bahwa frasa pada Pasal 169 huruf n UU Pemilu itu, menghambat mereka untuk mengajukan kembali Jusuf Kalla sebagai calon wakil Presiden Joko Widodo untuk Pemilu 2019.
Lantaran Wakil Presiden Jusuf Kalla juga sudah pernah menjabat sebagai wakil presiden pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak 2004 hingga 2009. Pemohon menilai tafsiran frasa “tidak berturut-turut” dalam rumusan penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu, tidak sejalan dengan Pasal 7 UUD 1945.
Frasa tersebut dianggap secara langsung membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden. Padahal, menurut Pemohon, instrumen hukum perundang-undangan tidak boleh membatasi hak seseorang untuk dapat menjadi presiden dan wakil presiden meskipun telah menjabat sebagai presiden dan wakil presiden dua kali masa jabatan yang sama, sepanjang tidak berturut-turut.
Terkait dengan itu, Perindo meminta MK menyatakan frasa “tidak berturut-turut” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. “Hakim konstitusi diharapkan tidak melibatkan diri dalam kepentingan politik praktis menjelang proses pencalonan untuk Pemilu 2019,” kata Fadli.
Ia menambahkan MK juga tidak boleh memprioritaskan satu perkara, hanya karena alasan bahwa putusan itu akan digunakan untuk pencalonan Pemilu 2019. “Karena pada hakikatnya, semua permohonan pengujian UU di MK itu penting. Seluruh pemohon memiliki kerugian konstitusional,” ujarnya.
Seperti diketahui, berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Jusuf Kalla tidak bisa mencalonkan diri lagi menjadi cawapres karena sudah dua periode. Adapun, Partai Perindo mengajukan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menggugat pasal 169 huruf n yang menghalangi Jusuf Kalla bisa maju sebagai calon wakil presiden pada Pemilu 2019.
Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa capres-cawapres bukanlah orang yang pernah menjadi presiden atau wakil presiden sebanyak dua periode. Sementara itu, Jusuf Kalla sudah dua kali menjabat sebagai wakil presiden, yakni pada 2004-2009 dan 2014-2019. Perindo sebagai partai peserta pemilu merasa dirugikan oleh kehadiran pasal tersebut. Sebab, pasal itu menghalangi Perindo untuk mengajukan Jusuf Kalla sebagai cawapres pada Pemilu 2019.
Sebelumnya, MK menyatakan tak menerima uji materi UU 7/2017 tentang pemilu terkait masa jabatan presiden dan wakil presiden. Dalam beleid tersebut mengatur bahwa presiden atau wapres yang pernah menjabat dua kali masa jabatan tidak bisa lagi mencalonkan diri.
Uji materi ini sebelumnya diajukan oleh perseorangan Muhammad Hafidz dan Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa dan Perkumpulan Rakyat Proletar. Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan pemohon tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Menurut hakim, ketentuan itu tak berdampak langsung kepada pemohon.
Uji materi itu sebelumnya dilatari aspirasi sejumlah kelompok masyarakat yang ingin Jusuf Kalla kembali maju mendampingi Presiden Joko Widodo dalam Pemilu 2019. Namun, ketentuan tersebut dianggap menghambat pencalonan Jusuf Kalla.