Perpres TKA Dinilai Tak Pro Rakyat

Jakarta, PONTAS.ID – Anggota DPD Provinsi DKI Jakarta, Dailami Firdaus mengatakan, Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) menujukkan pemerintah tidak memahami persoalan masyarakat.

Ia menilai, adanya Perpres tersebut tidak ada keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan nasional.

“Khususnya merugikan SDM lokal serta hal, ini tentunya bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 27 dimana mengabaikan hak rakyat untuk mendapatkan hidup yang layak. Aturan ini dapat mempersempit jumlah lapangan kerka bagi pekerja lokal. Regulasi tersebut dinilai memudahkan pekerja asal Cina menyerbu Indonesia,” kata Dailami, dalam keterangan pers, Kamis (19/4/2018).

Selain itu, menurut dia, kebijakan tersebut juga bertentangan dengan UU Nomor 13 tahun 2003 yang berisi tenaga kerja yang boleh kerja di Indonesia bukan hanya memiliki kemampuan, tetapi juga mengerti bahasa asing yang menyebabkan skill dan teknologinya bisa ditransfer ke orang lokal. Sedangkan TKA yang datang ke Indonesia tidak paham Bahasa Indonesia.

Dailami melanjutkan, sebaiknya Perpers ini dicabut karena tidak melindungi tenaga kerja lokal serta tidak menyerap tenaga kerja lokal. Sementara di sisi lain, Indonesia tengah menuju bonus demografis, di mana jumlah angkatan kerja terus bertambah dan puncaknya diperkirakan tahun 2020 sampai 2030.

“Sementara lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas, ini akan memunculkan masalah sosial baru. Artinya sebaiknya pemerintah lebih baik menggenjot pembangunan SDM lokal dan suprastruktur dalam negeri agar banyak diserap industri dan bisnis,” ujar dia.

Hadirnya Perpres tersebut, Dailami menilai, justru makin memperlihatkan kebijakan pemerintah tidak pro rakyat dan bentuk kegagalan dari janji kampanye untuk menyediakan lapangan kerja bagi Warga Indonesia. Ia pun mengungkapkan keprihatinannya karena banyak masyarakat Indonesia yang kesulitan mencari pekerjaan.

“Poinnya, pemerintah sangat jelas gagal dalam mengelola perekonomian terutama dalam hal penyediaan lapangan kerja sesuai dengan janji-janjinya,” kata Dailami.

Hal senada juga dikatakan, Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai, penerbitan Perpres TKA oleh pemerintah salah arah dan tidak memihak tenaga kerja lokal.

“Saya menyesalkan adanya relaksasi aturan tenaga kerja asing yang dilakukan oleh pemerintah. Perpres No 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing tak berpihak pada kepentingan tenaga kerja lokal,” kata Fadli lewat Twitter, Kamis (19/4/2018).

Menurut Fadli, pemerintah seharusnya menerbitkan aturan yang melindungi tenaga kerja lokal. Dia mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Kemnakertrans), per Maret 2018 yang menyebutkan ada sekitar 126 ribu tenaga kerja asing yg ada di Indonesia. Angka ini melonjak 69,85 persen dibandingkan angka jumlah tenaga kerja asing pada Desember 2016, yang masih 74.813 orang.

“Sebelum ada Perpres No 20/2018 saja lonjakannya sudah besar, apalagi sesudah ada Perpres ini,” ungkapnya.

Fadli mengungkapkan bahwa pengawasan tenaga kerja asing selama ini sudah cukup sulit, apalagi dengan ditambah Perpres TKA ini. Dia juga membandingkan kebijakan ini dengan jumlah PHK.

“Saya menilai pemerintah tidak peka pada kepentingan tenaga kerja kita,” kata Fadli.

Dia menegaskan kebijakan Jokowi ini perlu dikoreksi. DPR dulu pernah membentuk Panja Pengawas Tenaga Kerja Asing. Tapi, Fadli menyebut rekomendasinya diabaikan.

“Jadi, bila perlu nanti kita usulkan untuk dibentuk Pansus mengenai tenaga kerja asing, agar lebih punya taring. Bahaya sekali jika pemerintahan ini berjalan tanpa kontrol memadai,” tegasnya.

Segera Dicabut

Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menuntut agar Perpres TKA segera dicabut. Menurutnya, perpres yang baru ditandatangani Jokowi tersebut justru memudahkan buruh kasar masuk ke Indonesia.

“Isu ini akan terus kami gemakan hingga Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019,” ujarnya.

Said mengatakan, peraturan itu tidak memiliki tujuan jelas yang justru menambah beban politik. Selain itu juga menurunkan ketersediaan lapangan kerja bagi pekerja lokal dan merumitkan isu ketenagakerjaan di Indonesia.

Apabila tidak dicabut, KSPI meminta untuk judicial review. Said menuturkan, pihaknya telah berkomunikasi dengan pakar tata hukum negara Yusril Ihza Mahendra untuk membantu ke pihak pengadilan. “Beliau bersedia membantu kami terkait pencabutan perpres,” tuturnya.

KSPI juga mendesak DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) TKA, tidak hanya Panitia Kerja (Panja). Pansus harus melibatkan di antaranya Komisi IX, Komisi III, dan Komisi I. Sebab, jika banyak buruh kasar yang masuk akan menjadi ancaman bagi kedaulatan dan keamanan nasional Indonesia.

Sebelumnya diberitakan, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan Peraturan Presiden No 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk mempermudah administrasi TKA level manajer ke atas, bukan untuk memudahkan TKA masuk Indonesia. Pramono sadar isu TKA ini sengaja dimainkan oleh pihak tertentu pada ‘tahun politik’ ini. Meski demikian, dia menegaskan, perpres itu berkaitan dengan administrasi.

“Jadi kita tahu karena ini tahun politik, isu tenaga kerja pasti digoreng-goreng. Tapi sekali lagi kami tegaskan, perbaikan yang dilakukan dalam perpres itu adalah administrasi, pengurusan. Agar misalnya seorang direktur yang sudah bekerja di sini kan banyak, kemudian mereka harus keluar dulu ke Singapura untuk izin sementara, baru masuk lagi. Nah, izin-izin begitulah yang diatur, dipermudah,” kata Pramono Anung di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/4/2018).

 

Previous articlePolri Selidiki Pidana Dugaan Penjualan Data oleh Facebook
Next articleRI-PNG, Kementan dorong Kerja Sama Bidang Produk Pertanian

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here