Jakarta, PONTAS.ID – Partai Gerindra meminta KPK untuk menindaklanjuti pernyataan terdakwa kasus e-KTP menyebut ada peran bagi-bagi uang melibatkan dua petinggi PDIP Pramono Anung dan Puan Maharani.
“Saya pikir seorang dan sekelas SN (Setya Novanto) akan mempertanggungjawabkan apa yang dia katakan,” kata Ketua DPP Partai Gerindra Sodik Mujahid saat dihubungi, Minggu (25/3/2018).
KPK sendiri, kata dia, harus menindaklanjuti ucapan mantan Ketua Umum Partai Golkar itu, seperti halnya lembaga tersebut kerap mendalami pengakuan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
“KPK harus tindak lanjuti info dan pendapat dari seorang sesuai standar investigasi, seperti dilakukan KPK banyak tidaklanjuti masukan dari terdakwa Nazaruddin,” kata Sodik.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI ini juga menilai, pengakuan Novanto dalam persidangan di Pengadilan Tipikor itu tidak ada hubungannya dengan tahun politik.
“Saya pikir tidak, hanya kebetulan saja masa sidangnya masuk dengan tahun politik,” tandasnya.
Tidak Asbun
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita memuji sikap Presiden Jokowi, yang mempersilakan KPK untuk memeriksa dua menterinya, Menko PMK Puan Maharani dan Seskab Pramono Anung.
Puan dan Pramono disebut USD 500 ribu dari aliran dana dari proyek e-KTP.
“Bagus equality before the law,” kata Romli saat dihubungi.
Romli juga meyakini apa yang diungkapkan mantan Ketua DPR RI dalam persidangan tersebut bukanlah isapan jempol belaka.
“Sekelas Setnov (Setya Novanto) pasti tidak ‘asbun’ (asal bunyi),” ujarnya.
Menurutnya, sebaiknya KPK menjadi Novanto sebagai justice collabolator untuk membongkar tuntas kasus e-KTP.
“Karena sikap Setnov untuk berani buka-bukaan ditunggu masyarkat luas dan agar tidak lagi terjadi hangky pangky eksekutif dan legislatif di masa yang akan datang,” pungkas guru besar bidang Ilmu Hukum di Universitas Padjadjaran ini.
Bagian Drama
Sementara itu, Politikus PDIP Masinton Pasaribu menilai, apa yang dinyatakan terdakwa Setya Novanto, yang menyebut beberapa nama termasuk Puan Maharani dan Pramono Anung, merupakan upaya untuk menjadi justice collaborator.
“Ini penyebutan nama-nama dalam rangka meminta status JC tadi. Tapi bahaya nama yang disebut-sebut itu,” ungkap Masinton.
Menurut anggota Komisi III DPR RI ini, pengakuan Novanto di persidangan tidak ada yang substansial. Alasannya, kata Masinto, bekas Ketum Golkar itu hanya mendengar dari orang lain.
“Bagian dari drama. Kemarin dalam sidang menyebut nama-nama. Sebenarnya minggu sebelumnya kan sudah dikonfrontir ketika Made Oka memberikan kesaksian soal pemberian ke petinggi partai. Oka menyebut tidak,” katanya.
Menurut Masinton drama ini bakal berkelanjutan. Sebelumnya, ungkap dia, nama-nama anggota Komisi III DPR juga sempat disebut, di antaranya nama dirinya Bambang Soesatyo, Aziz Syamsuddin, Sarifudin Sudding, serta Desmond Mahesa sebagai penekan Miryam S Haryani.
“Saat Miryam divonis, nggak ada tuh nama kami dituduh tersangka terbukti,” katanya.