
Jakarta,PONTAS.ID – Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menenggelamkan kapal asing yang tertangkap mencuri ikan di perairan Indonesia kembali disorot. Kebijakan ini dikritik oleh Ketua DPR Bambang Soesatyo yang menilai bahwa kapal-kapal yang masuk tanpa izin tidak ditenggelamkan.
“Harusnya kapal tidak ditenggelamkan, tetapi diberikan kepada nelayan gratis untuk penghidupan mereka,” kata Bambang dalam seminar nasional “Kebijakan dan Koordinasi Bidang Maritim untuk Kesejahteraan Nelayan” di Gedung BPK RI, Senin (19/3/2018).
Menurut Bamsoet, kapal tersebut lebih baik diberikan kepada nelayan secara gratis untuk meningkatkan taraf hidup nelayan. Hal tersebut jauh lebih bermanfaat bagi nelayan. Saya pun mempunyai pertanyaan yang sama dengan Pak Menko Maritim, setelah penenggelaman kapal, What’s next?,” kata Bamsoet.
Bamsoet menjelaskan, UNDP menyebut perairan Indonesia sebagai habitat bagi 76 persen terumbu karang dan 37 persen ikan karang dunia. Namun hingga kini nelayan di pulau Jawa masih menghadapi dilema terkait keberadaan alat tangkap cantrang.
Di satu sisi, penggunaan alat tangkap cantrang bisa mengurangi sumberdaya ikan serta merusak habitat dan ekosistem laut. Namun di sisi lain, pendapatan nelayan menjadi menurun.
Dampak ekologis pelarangan cantrang akan menimbulkan dampak positif bagi kondisi lingkungan. Namun, kenyataan tersebut akan berbanding terbalik dengan dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan.
Pada aspek ekonomi, pelarangan cantrang akan mempengaruhi tingkat pendapatan, jumlah hasil tangkapan dan diferensiasi alat tangkap. Sementara, dampak sosial yang ditimbulkan yaitu berubahnya hubungan sosial dalam kehidupan nelayan dan tingkat kesejahteraan yang menurun.
“Pada 2016, sektor perikanan menyumbang 3 persen terhadap PDB nasional. Sampai 2019, kita berharap angkanya mampu meningkat mencapai 9 persen. Bahkan jika memungkinkan menembus dua digit. Ini tentu bukan hal yang mudah, butuh kerja sama semua pihak,” tutur Bamsoet.
Anggaran Supaya Dimaksimalkan
Karena itu, Bamsoet meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan memaksimalkan penggunaan anggaran Rp 7,28 triliun dari APBN 2018. Sehingga mampu menggerus tingkat kemiskinan para nelayan. Data BPS pada 2016 mencatat nelayan berkontribusi sekitar 26 persen atau 7,87 juta jumlah penduduk miskin di Indonesia.
Bamsoet juga supaya berbagai program bagus yang telah dijalankan harus dilanjutkan dan diperluas pada 2018 ini. Antara lain pengadaan kapal perikanan, alat tangkap ramah lingkungan, hingga premi asuransi nelayan,” ucap Bamsoet.
Bamsoet juga galau melihat taraf kehidupan para nelayan di Indonesia. Tingkat kesejahteraan nelayan masih sangat memprihatinkan. Sumberdaya kelautan perilanan Indonesia yang kaya dan melimpah ruah masih belum dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan.
“Ada yang salah dari kita. Harusnya kalau hasil kelautan Indonesia triliunan dolar Amerika setiap tahunnya itu bisa dinikmati oleh nelayan. Maka rumah-rumah mewah tidak hanya berdiri di sepanjang Pantai Indah Kapuk, Pantai Mutiara, dan Ancol saja. Tapi juga berdiri di sepanjang Pantura mulai dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur,” ujar Bamsoet.
Namun tambah Bamsoet, faktanya kehidupan para nelayan kita di daerah pesisir pantai utara (Pantura) Jawa itu identik dengan kemiskinan dan kekumuhan. Orang lebih mengenal daerah pantura dengan warung remang-remang tempat para sopir truk mencari hiburan yang terkenal dengan dangdut Panturanya.
“Padahal, selama ini nelayan di Pantura telah turut memberikan kontribusi yang tidak kecil dalam menggerakkan roda ekonomi dan pembangunan,” kata Bam.
Editor: Idul HM