Tabrak Kode Etik, Tuntutan Mundur Ketua MK Meluas

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat

PONTAS.ID – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat kembali didesak mundur dari jabatan hakim konstitusi. Desakan ini datang dari Pemuda Muhammadiyah yang disampaikan melalui Wakil Ketua Madrasah Anti-Korupsi (MAK) Ahmad Fanani.

Dua kali sanksi etik oleh Dewan Etik MK kepada Arief dinilai cukup sebagai dasar agar Ketua MK itu mundur dari jabatannya. Dengan mundurnya Arif diyakini marwah MK tetap terjaga.

“Kami atas nama Madrasah Anti-Korupsi dan Angkatan Muda Muhammadiyah, datang menyampaikan ‘surat cinta’ kepada Pak Arief Hidayat. Intinya kami menghimbau kepada Pak Arief untuk mundur diri secara kesatria, karena beliau sudah dua kali melakukan pelanggaran etik,” ujar Fanani di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2018).

Fanani mencontohkan, kasus mantan hakim konstitusi, Arsyad Sanusi memilih mundur dari jabatannya sebagai hakim konstitusi. Padahal Dewan Etik hanya merekomendasikan teguran tertulis karena terbukti melanggar kode etik.

“Dan ini kan sudah ada dua hakim MK lain yang juga diberi sanksi serupa, yakni pelanggaran ringan. Tapi keduanya mundur. Sikap ini berbeda dari sikap Pak Arief,” tutur Fanani.

Dilaporkan PBHI
Sehari sebelumnya, Arief Hidayat juga kembali dilaporkan ke Dewan Etik oleh Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) atas pelanggaran etik dan perilaku hakim.

Arief diduga mengunggah komentar secara terbuka atas perkara yang sudah diputus Mahkamah Konstitusi, yakni putusan MK No 46/PUU-XIV/2016 di sebuah grup WhatsApp.

Koordinator Program PBHI Julius Ibrani mengungkapkan, selain komentar, pesan yang diunggah Arief juga mengandung kata-kata kasar serta informasi yang tidak benar dan menyesatkan.

“Secara implisit, sikap terlapor memperlihatkan keberpihakan dan condong kepada pihak pemohon perkara, sekaligus menstigma atau mendiskreditkan komunitas tertentu, sehingga dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia,” kata Julius di gedung MK, Selasa (20/2/2018) lalu.

Julius menuturkan, sedikitnyaada lima prinsip yang telah dilanggar, yakni prinsip ketakberpihakan, integritas, kepantasan dan kesopanan, kesetaraan serta prinsip kecakapan dan keseksamaan.

“PBHI berharap Dewan Etik MK memeriksa terlapor serta memberi sanksi tegas bila terlapor terbukti bersalah,” kata Julius.

Editor: Hendrik JS

Previous articlePasca Insiden Tol Becakayu, Jasa Marga Stop Proyek Elevated
Next articleKetua MPR: Jokowi Tak Wajib Teken UU MD3

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here