
Jakarta, PONTAS.ID – Fredie Tan mengaku sedih atas konten ujaran kebencian yang diduga dilakukan terdakwa Hendra Lie, bos PT. MEIS Mata Elang lewat video podcast yang disebarkan melalui kanal YouTube. Tayangan dengan akun Anak Bangsa oleh host, Rudi Santoso alias Rudi S Kamri dibuat dalam dua video terpisah.
Pengakuan ini disampaikan saat memberikan keterangan sebagai saksi korban ujaran kebencian melalui Informasi Transaksi Elektronik (ITE) saat bersaksi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Kamis (17/7/2025) lalu.
“Saya stres berat gara-gara tayangan podcast Youtube itu yang mulia, oleh karena itu saya minta perlindungan hukum dan keadilan kepada Majelis Hakim untuk memulihkan kembali nama baik saya,” kata Fredie bersaksi di hadapan Majelis Hakim pimpinan Yusti Cinianus Radja, didampingi hakim anggota Hafnizar dan Wijawiyata,
“Bukan hanya pribadi saya yang dipermalukan yang mulia, namun khususnya anak jadi trauma dan keluarga pun sangat dipermalukan video tersebut,” ucapnya.
Berdasarkan dua video itu, Fredie menegaskan tayangan youtube itu tidak benar serta sangat merugikan pihaknya, “Bahkan juga berisi ujaran kebencian terhadap SARA yang menyebut saya seorang penipu, koruptor, dan pengusaha Chinese dari perantauan Medan datang merantau dengan modal nekat saja dan sebagainya, sehingga sangat merugikan kami,” kata dia bersaksi.
Saat Majelis Hakim menanyakan kerugian apa saja yang diderita dan siapa menurut dirinya yang berbicara di youtube tersebut,, Fredie mengatakan pihaknya rugi secara materil sekitar Rp.27 miliar karena berdampak dengan adanya pembatalan kontrak kerja.
“Anak-anak trauma secara psikis dan sangat berpengaruh terhadap keluarga besar saya dan berdampak terhadap bisnis saya. Saya menduga yang berbicara di podcast youtube itu adalah terdakwa Hendra Lie. Tidak mengetahui secara pasti saya serahkan semuanya pada penyelidikan pihak Kepolisian,” ucapnya.
Sebagai informasi, sidang ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU), menghadirkan dua saksi yang tercatat dalam BAP, yaitu saksi korban Fredie Tan dan saksi Salim Saputra selaku Direktur di perusahaan milik Fredie Tan.
Sebab, Fredie Tan, mengetahui podcast tersebut dari Salim Saputra sebelum melaporkan ke polisi dugaan ujaran kebencian SARA dan ungkapan-ungkapan yang menyerang nama baik dan kehormatan saksi korban.
Fredie mengaku, saat tayangan podcast pertama, tanggal 20 November 2022, pihaknya belum sepenuhnya menanggapi dan mengatakan kepada Salim Saputra dirinya masih bersabar, “Kita tunggu aja dulu apakah ada orang yang mau klarifikasi podcast itu,” ucapnya kepada Salim.
Namun benar saja, muncul kembali tayangan podcast kedua kanal anak bangsa pada tanggal 8 Maret 2023, yang berisikan hal yang sama yaitu ujaran kebencian dan pencemaran nama baik korban Fredie Tan yang diduga dilakukan terdakwa Hendra Lie bos PT.MEIS Mata Elang.
Setelah melihat tayangab podcast Fredie tak kuasa lagi menahan emosinya, “Hilang sudah kesabaran saya yang mulia, isi podcast itu sangat menyudutkan saya, membunuh karakter saya, mengatakan saya koruptor, penjahat, dan lain lain, Saya tidak terima yang mulia.” ucapnya bersaksi.
Akhirnya Fredie Tan membuat laporan ke Polisi LP pada 17 Mei 2023, melaporkan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian tersebut, “Karena tayangan podcast youtube itu dapat di konsumsi masyarakat luas atau diakses publik,” ungkapbya.
Dalam dakwaan JPU sebelumnya disebutkan, Terdakwa diduga secara terang-terangan menyerang kehormatan korban, dan melontarkan ujaran kebencian kepada Fredie Tan selaku pengusaha yang merasa dicemarkan nama baiknya, sehingga berpotensi menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Fredie Tan alias Awi dikenal sebagai prinsipal PT.Wahana Agung Inodonesia Propertindo, yang bekerjasama dengan PT.Pembangunan Jaya Ancol, Tbk dalam membangun dan mengelola gedung musik stadium di pantai timur karnaval Ancol dikenal Beach City International Stadium.
Terdakwa Hendra Lie merupakan penyewa salah satu ruangan di gedung musik stadium ancol, dengan menggunakan bendera Mata Elang Internasional (MEIS), lalu diputus incrach oleh Pengadilan karena terbukti melakukan wanprestasi, sehingga perjanjian sewanya diakhiri.
Penasehat hukum terdakwa menanyakan, apakah saksi pernah ditetapkan sebagai tersangka, apakah pernah kantor saksi digeledah Kejaksaan Agung bahkan dicekal terkait dugaan korupsi, apakah mengetahui adanya penetapan pengadilan Jakarta Utara untuk penggeledahan kantor saksi, tanya penasehat hukum terdakwa.
Menyikapi sejumlah pertanyaan tersebut, saksi menjawab dan membantah keras tidak mengetahui adanya surat penggeledahan apa lagi pencekalan. Yang saya tahu bahwa kasus tersebut sudah dihentikan (SP3) tahun 2016 karena kurang cukup bukti, ucapnya.
Penasehat hukum terdakwa sempat di ingatkan majelis Hakim supaya fokus sesuai agenda sidang hari ini terkait dugaan tindak pidana UU ITE. Hal itu disampaikan majelis karena penasehat hukum mempertanyakan kembali materi-materi perkata gugatan perdata antara PT.WAIP dengan PT.MEIS, yang mana permasalahan tersebut telah diputus oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap.
“Saya tidak mau menjawab pertanyaan terkait materi-materi perdata, karena Terdakwa sudah menggugat pihak saya berulang kali kali dengan putusan memenangkan saya semua.
Saya stres berat gara gara tayangan podcast youtube tersebut yang mulia, oleh karena itu saya minta perlindungan hukum dan keadilan kepada Majelis Hakim, untuk memulihkan kembali nama baik saya”, ungkap Fredie Tan.
Sementara saksi Salim Saputra membenarkan keterangan yang disampaikan bosnya Fredie Tan. “Setelah video podcast yang kedua tayang, korban langsung emosinal dan langsung melapor ke ke Polisian. “Video yang pertama korban belum menanggapinya, namun pada video yang kedua langsung respon untuk melaporkan ke Polisi”, ungkapnya.
Penulis: Pahala Simanjuntak
Editor: Rahmat Mauliady