Tuntutan Jaksa 9 Bulan di Sidang TPPO, Begini Respon Hisanru Manurung

Pengacara Ai Hisanru Manurung saat mendampingi para terdakwa dalam perkara dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara

Jakarta, PONTAS.ID – Pengacara Ai Hisanru Manurung mengaku sedikit bernafas lega lantaran dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap tiga kliennya, yakni, Al, KKB dan AD tidak terbukti.

Pasalnya, di awal persidangan, dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, mendakwa ketiganya Pasal 2 UURI No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 333 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam tuntutannya di persidangan, JPU hanya menuntut ketiga terdakwa dengan Pasal 333 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Dengan tuntutan sembilan bulan pidana penjara,” kata JPU, Shubhan Noor Hidayat, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (24/11/2022).

Menurut Hisanru, persidangan dengan Nomor Perkara: 858/Pid.Sus/2022/PN Jkt.Utr ini bukan persoalan menang atau kalah. Keadilan kata dia harus hadir bagi seluruh warga negara Indonesia.

“Khususnya pak Alex, beliau sangat baik dan selalu memberikan tempat istirahat bagi nelayan di Muara Angke secara gratis. Bagaimana mungkin dia mau memperdagangkan nelayan!” kata Hisanru kepada PONTAS.id, di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (25/11/2022).

Hisanru menambahkan, dirinya percaya dan yakin kepada Majelis Hakim dapat mewujudkan keadilan berdasarkan fakta-fakta dan bukti selama persidangan berlangsung.

“Peradilan adalah forum antara JPU, Penasehat Hukum dan Majelis Hakim menghadirkan keadilan. Ini proses yang harus kita hormati. Jadi, saat ini kami sedang fokus mempersiapkan pledoi (pembelaan) untuk sidang berikutnya,” pungkasnya.

Persidangan Awal
Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, R. Rudi Kindarto terlihat menunjukkan sikap heran lantaran perkara keinginan bekerja di kapal nelayan berujung menjadi kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang sampai ke meja hijau.

Pasalnya, saksi pelapor Ary Gunawan bersama empat temannya, yakni Fadli Amar, Indra Nurhidayah, Jodi Setiawan dan Mohammad Taufik Hidayat yang ingin kembali bekerja di kapal penangkap ikan, melaporkan kasus ini hingga ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM).

“Dari keterangan saudara saksi, tidak ada kemerdekaan yang dirampas. Kenapa sampai melaporkan ke Komnas HAM?” kata Ketua Majelis Hakim, R. Rudi Kindarto saat memimpin sidang kasus dugaan TPPO di PN Jakarta Utara, Rabu (28/9/2022) sore.

Saksi pelapor, Ary Gunawan kepada hakim dalam persidangan yang dilakukan secara hibrid ini pun meminta maaf karena tidak menyangka apa yang dilakukan dirinya menjadi proses berkepanjangan lantaran kabur tanpa sebab yang jelas dari asrama pekerja kapal nelayan.

Di sisi lain, tiga teman saksi pelapor yang turut melapor ke Komnas HAM telah bekerja di kapal nelayan atas bantuan salah seorang terdakwa yang saat ini masih ditahan di Kejaksaan Negeri Jakarta Utara.

“Iya pak Hakim, saya minta maaf kepada keluarga terdakwa khususnya pak Alex yang menjadi susah karena laporan kami. Kami juga meminta maaf karena telah membuat masalah bagi banyak orang,” kata saksi.

Proses Hukum
Namun, sehari setelah persidangan itu, Penasehat Hukum terdakwa, Ai Hisanru menegaskan pihaknya saat ini mempercayakan seluruh proses yang berlangsung di peradilan.

“Kami percaya proses hukum yang tengah kami jalani. Biarlah proses hukum yang membuktikan nanti siapa yang benar dan salah,” kata dia singkat saat ditemui di bilangan Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022) malam.

Sebagai informasi, kasus ini berawal dari laporan saksi ke Komnas HAM yang dilanjutkan dengan proses penyidikan di Mapolres Pelabuhan Tanjung Priok berdasarkan surat Komnas HAM Nomor: 443/K-PMT/VI/2022, tertanggal 24 Juni 2022.

Di tengah proses penyidikan, saksi mengaku telah berdamai dengan para terdakwa di Mapolres Pelabuhan Tanjung Priok dan telah menerima seluruh haknya termasuk uang kerohiman dari para terdakwa yakni AD, KK dan Al.

Namun kasus ini tetap dilanjutkan dan berkasnya dinyatakan lengkap oleh Kejari Jakarta Utara dan kemudian dilimpahkan ke PN Jakarta Utara.

Hingga berita ini dipublikasikan, Komnas HAM belum memberikan tanggapan. Upaya menemui Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam maupun melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, belum mendapat respon.

PONTAS.id masih terus berupaya mendapatkan tanggapan dari Komnas HAM.

Penulis: Pahala Simanjuntak
Editor: Yos Casa Nova F

Previous articleTerima Finalis Putri Hijab Fluencer, MPR Optimistis RI Pimpin Industri Halal Dunia
Next articleMedia Jadi Jembatan Informasi Agar Kerja Legislatif Diketahui Masyarakat

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here