Program Tapera Dikhawatirkan Bakal Menjadi Sumber Korupsi Baru

Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron

Jakarta, PONTAS.ID – Anggota DPR Herman Khaeron mengaku khawatir Program Iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang memotong 2,5 persen gaji pekerja PNS hingga swasta per bulannya menjadi sumber korupsi baru.

Ia menyebut peluang korupsi muncul terkait pengelolaan uang yang dihimpun dari Tapera. Menurutnya, bisa saja uang tersebut sengaja diselewengkan demi meraup keuntungan. Hal ini bisa berbahaya bagi sistem keuangan negara ke depan bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Bagaimana dengan asuransi-asuransi investasi yang hari ini mogok semua, macet semua? Kasihan rakyat. Bagaimana dengan koperasi-koperasi yang menghimpun dana masyarakat. Seperti Indosurya yang misalkan kemudian tidak kembali uangnya kepada rakyat? Kan kasihan rakyat,” kata Herman Khaeron, Jumat (31/5/2024).

“Kalau mau sudah lah, jangan terlalu banyak ini pengolah-pengolah keuangan ini. Nanti digunakannya kalau bukan mismanagement, korupsi ujung-ujungnya,” lanjut dia.

Politikus Demokrat ini menilai, sebenarnya program Tapera adalah kebijakan yang bagus. Hanya saja, perlu banyaknya pertimbangan dari seluruh pihak sebelum program ini berjalan penuh.

Pasalnya, kebijakan ini berdampak kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hal ini yang menurutnya perlu mendapatkan perhatian.

Pun cara mekanismenya. Menurut dia, jika program tersebut menjadi mandatori, perlu dijelaskan bagaimana dengan mereka yang tidak berutang. Apakah mereka juga wajib mendapatkan rumah, atau bisa diuangkan.

“Bisa saja, aturan itu juga dua pilihan. Bagi yang telah memiliki rumah, maka tabungan ini akan dikembalikan dalam bentuk rumah masyarakat,” jelasnya.

Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansah menyarankan agar iuran Tapera bersifat opsional. Kewajiban iuran dinilai akan memberatkan masyarakat, khususnya pekerja di bidang swasta.

“Gimana kalau Tapera ini sifatnya opsional saja, yang wajib memang ada yaitu ASN, TNI-Polri, tapi kalau kepada pekerja?,” ucap Trubus.

Trubus mengatakan, akan ada kerepotan yang dirasakan oleh pekerja swasta. Khususnya ketika pekerja swasta harus terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Kalau pekerja swasta repotnya apa? Kalau dia tiba-tiba PHK, maka dia otomatis jadi (pengangsur) mandiri, bertanggung jawab karena tidak ditanggung perusahaan,” tuturnya.

Menurut Trubus, negara harus memikirkan dampak yang terjadi dari kebijakan kewajiban iuran Tapera tersebut.

“Lainnya terkait ini, PP 21 (terkait Tapera) menurut saya, seolah-olah negara mengumpulkan pundi-pundi dana masyarakat, dengan tak jelas apakah bisa mempunyai rumah,” ucapnya.

Belum lagi dengan penolakan yang terjadi, jika iuran tersebut bersifat wajib, apakah ada sanksi bagi masyarakat akan menolak.

“Kalau masyarakat menolak gimana? Apa masyarakat harus dipaksa? Kan enggak mungkin juga. Arti memang idealnya khusus untuk pekerja swasta atau mandiri itu sifatnya opsional atau mandatori supaya tidak menimbulkan kegaduhan,” tandasnya.

Previous articleBiaya Rumah Sakit Korban Penusukan asal Pidie Tidak Ditanggung BPJS, Haji Uma Soroti Kehadiran LPSK di Aceh
Next articleMPR Dorong Peningkatan Kerja Sama Bilateral Indonesia dan Azerbaijan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here