Urgensi Anggota DPR RI dari Unsur Perseorangan Tidak Dipagari Ideologi Parpol

AA LaNyalla Mahmud Mattalitti
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Jakarta, PONTAS.ID – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mengagas Proposal Kenegaraan dengan menyempurnakan dan Memperkuat Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa.

Salah satu poin Proposal Kenegaraan untuk Perkuat Sistem Bernegara Sesuai Rumusan
Pendiri Bangsa yakni hadirnya peran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR
RI) dari unsur perorangan.

Seperti diketahui, Anggota DPR RI memiliki peran sentral dalam menyuarakan kepentingan
rakyat dan mengambil keputusan yang berkaitan dengan kebijakan negara.
Meskipun mayoritas anggota DPR berasal dari partai politik, keberadaan anggota DPR dari
unsur perseorangan memiliki urgensi yang tak dapat diabaikan.

Salah satu alasan utama mengapa anggota DPR dari unsur perseorangan penting adalah
sebagai bentuk representasi yang lebih beragam. Anggota-anggota ini dapat mewakili
berbagai kelompok dan latar belakang masyarakat yang beragam tanpa terikat oleh platform atau kepentingan partai politik tertentu.

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mendorong agar bangsa ini membangun
konsensus nasional kembali kepada UUD 1945 naskah asli. LaNyalla juga memberi catatan
penting dalam konteks penyempurnaan UUD 1945 naskah asli itu dengan teknik adendum.
Salah satu gagasan yang diusulkan adalah pentingnya Unsur Perseorangan yang dipilih
melalui Pemilu. Unsur Perseorangan itu nantinya ‘satu kamar’ di dalam DPR RI yang selama
ini hanya dihuni representasi dari partai politik.

Selain itu, ada pula unsur Utusan Golongan dan Utusan Daerah yang semuanya menjadi
anggota dari Lembaga Tertinggi Negara bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Ditegaskan LaNyalla, hanya sistem Demokrasi Pancasila yang memiliki Lembaga Tertinggi
yang mampu menampung semua elemen bangsa sebagai bagian dari penjelmaan rakyat.
Itulah konsepsi sistem bernegara kita yang tertuang di dalam Naskah Asli Undang-Undang
Dasar 1945.

“Esensi dari Pancasila dengan sebuah Sistem Demokrasi Tersendiri, arau khas Indonesia itu
adalah sarana yang mampu menjalankan sistem demokrasi di sebuah negara yang memiliki
konfigurasi sosial, budaya, ekonomi dan geografis yang amat kompleks,” kata LaNyalla
beberapa waktu lalu.

Dalam Demokrasi Pancasila, LaNyalla melanjutkan, terdapat wakil-wakil yang dipilih
melalui Pemilu dan utusan-utusan yang diutus untuk berada di MPR. Wakil-wakil yang
dipilih adalah peserta Pemilu. Sedangkan wakil-wakil yang diutus adalah mereka yang
diusung dan diberi amanat oleh kelompok mereka.

Dengan demikian, Lembaga Tertinggi Negara itu berisi anggota DPR yang dipilih dan
Utusan Daerah serta Utusan Golongan yang diutus.

“Oleh karena itu, sebagai tawaran penyempurnaan Undang-Undang Dasar naskah asli melalui amandemen dengan teknik adendum, saya mengusulkan agar Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR, tidak hanya diisi oleh Peserta Pemilu dari Unsur Partai Politik saja, tetapi juga diisi oleh Peserta Pemilu dari Unsur Perseorangan,” terang LaNyalla.

Nantinya, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang juga dipilih melalui Pemilu dari
Unsur Perseorangan berpindah menjadi satu kamar di DPR RI. Karena pada hakikatnya
mereka sama-sama dipilih melalui Pemilu Legislatif.

Menurut LaNyalla, setidaknya ada tiga dampak positif dengan adanya anggota DPR RI
peserta Pemilu dari Unsur Perseorangan. “Pertama, memperkuat mekanisme check and
balances terhadap eksekutif. Kedua, mencegah koalisi besar partai politik dengan pemerintah merugikan kepentingan rakyat. Ketiga, sebagai penyeimbang dan penentu dalam pengambilan keputusan-keputusan penting di DPR RI,” jelas LaNyalla.

Dengan begitu, Senator asal Jawa Timur itu yakin keputusan yang diambil oleh DPR RI tak
hanya dikendalikan oleh ketua umum partai politik saja, karena anggota DPR RI dari Unsur
Perseorangan tidak mempunyai ketua umum.

Sedangkan Utusan Daerah dan Utusan Golongan harus diberi hak untuk memberikan
pertimbangan yang wajib diterima oleh DPR RI dalam penyusunan Undang-Undang. Hal itu
sekaligus sebagai penguatan fungsi Public Meaningful Participation atau keterlibatan publik
dalam penyusunan Undang-Undang.

“Sehingga hasil akhirnya, kita memperkuat sistem bernegara yang telah dirumuskan para
pendiri bangsa, tanpa mengubah struktur atau konstruksi sistem bernegara, di mana
penjelmaan rakyat harus berada di Lembaga Tertinggi Negara,” ulas LaNyalla.

Menanggapi usulan Ketua DPD RI itu, Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga, Radian
Salman mengatakan, Gagasan tentang perlunya anggota DPR dari unsur perseorangan
dipilih melalui Pemilu memiliki keunggulan-keunggulan yang mampu mendorong kemajuan
bangsa. Hal ini agar anggota parlemen lebih leluasa bergerak, karena tidak dipagari ideologi partai politik.

Lebih lanjut Radian mengatakan, unsur perseorangan di DPR saat ini menjadi tren
internasional. Karena unsur perseorangan juga lebih bebas memperjuangkan aspirasi. Dan
bisa melahirkan pemikiran bangsa yang cerdas, penuh inovasi, serta banyak melahirkan
terobosan pemikiran untuk membangun bangsa.

“Yang terpenting adalah basis konseptual dan representasi adalah siapa mewakili siapa atau mewakili apa di unsur perseorangan. Ini teori yang harus dijelaskan. Dan ini adalah
keunggulan dari perwakilan perseorangan. Nantinya desentralisasi harus dijaga dan
ditegaskan jika ada unsur perseorangan. Hal ini juga sudah banyak dilakukan di dunia
internasional, salah satunya adalah Afrika Selatan, yang April kemarin baru disahkan regulasi tentang anggota DPR perseorangan,” ujar Radian.

Hal senada diungkapkan narasumber lainnya yakni Dosen Studi Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ghunarsa Sujatnika juga setuju dengan gagasan
adanya unsur perseorangan di DPR RI.

“Ini gagasan yang menarik yang ditawarkan Ketua DPD RI. Karena sekarang yang ada di
DPR itu bukan wakil rakyat, tapi wakil partai politik. Kita semakin jauh dari cita-cita bangsa, kondisi sekarang itu partai politik sangat mudah dikuasai oligarki. Sekarang sudah terangterangan kalau semua anggota dewan itu keputusannya tergantung dari bagaimana ketua umum partainya,” ujarnya.

Disisi lain, Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia, Dr Mulyadi juga
menyebut bahwa gagasan LaNyalla di proposal kedua, yang mendorong adanya anggota DPR RI dari unsur perseorangan, merupakan gagasan yang positif.

“Sudah banyak negara yang menerapkan hal itu. Tidak perlu dianggap aneh, karena sejatinya memang ada konsep anggota DPR RI dari unsur perseorangan,” tegasnya.

Kedaulatan Rakyat Dikembalikan kepada Rakyat

Sementara itu, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gerja Indonesia (PGI), Pendeta Gomar
Gultom menyambut baik gagasan koreksi sistem bernegara yang diinisiasi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), utamanya berkaitan dengan gagasan penguatan dan penyempurnaan sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa.

Dikatakan Gomar Gultom, organisasinya sedapat mungkin berupaya memberikan kontribusi
positif bagi pembangunan bangsa dan negara. Apalagi menyangkut gagasan memperkuat
sistem bernegara, demi Indonesia yang lebih baik dan kuat. “Kami sangat setuju dan
mendukung,” tegasnya.

Pendeta yang bergelar Master Teologi tersebut menambahkan, dari beberapa seminar dan
diskusi yang digelar pihaknya, memang menuju satu kesimpulan. Bahwa bangsa ini harus
kembali kepada nilai-nilai yang sesuai dengan keberagaman bangsa yang majemuk, yaitu
Pancasila.

“Untuk itu memang kita harus kembali ke UUD 1945. Adapun kekurangannya, kita
sempurnakan dengan cara yang benar. Sehingga tidak mengulang praktek kesalahan di masa lalu. Sehingga kami sependapat dengan tawaran untuk menyempurnakan itu,” ungkapnya.

Ia pun menyinggung pentingnya kedaulatan rakyat dikembalikan kepada rakyat melalui
lembaga yang dapat secara utuh dihuni oleh seluruh komponen bangsa, termasuk dari
kelompok non peserta pemilu.

“Tentunya agar mekanisme pengambilan keputusan sesuai dengan Sila Keempat Pancasila.
Yang terpenting adalah, kita kembali ke UUD 1945 naskah asli untuk selanjutnya diadendum,” tutur Pendeta kelahiran Tarutung, Sumatera Utara itu.

Ketua Umum PGI periode 2019-2024 itu juga mendukung agar DPD RI dapat melaksanakan fungsi legislasi, seperti tertuang dalam proposal kedua yang digagas DPD RI. Yaitu untuk masuk di dalam anggota DPR dari unsur perseorangan.

“Karena sistem yang sekarang ini aneh. Bikameral, tetapi tidak ada keseimbangan, antara
DPR dan DPD. Jadi tidak jelas,” tandasnya.

PGI, tambahnya, ingin mendukung peta jalan yang digagas DPD. Meskipun ia mengakui ada kekhawatiran, akan ada tumpangan agenda lain di dalam Amandemen nantinya.

“Tetapi saya kira, demi Indonesia yang demokratis, merepresentasikan rakyat, wacana tersebut bukan hal tabu,” tegasnya.

Diakui Gultom, dari diskusi mendalam di internal organisasinya juga sejalan dengan apa
yang disampaikan Ketua DPD RI mengenai perlunya menghidupkan kembali Utusan Daerah, Utusan Golongan dan GBHN.

“Kami sadar, betapa makin mahalnya harga demokrasi di Republik ini. Jadi dari pertemuan
ini, saya kira dari uraian-uraian yang disampaikan, kita memiliki banyak kesamaan pandang. Mudah-mudahan dari pertemuan ini kami bisa seiring langkah setelah mendapatkan gambaran yang semakin utuh,” kata Pendeta Gultom. [***]

Previous articleUsia Lanjut bukan Hambatan Belajar Al Qur’an
Next articleBamsoet Apresiasi Peluncuran Buku “Luhut Binsar Pandjaitan di Mata Kita-kita”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here