
Jakarta, PONTAS.ID – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas menegaskan program-program birokrasi harus berdampak terhadap pengentasan kemiskinan. Diluncurkannya program reformasi birokrasi (RB) tematik merupakan penguatan mencapai target penurunan kemiskinan menjadi 7 persen pada 2024.
“Sesuai arahan Presiden Jokowi, program birokrasi harus berdampak optimal, salah satunya terkait pengentasan kemiskinan,” ujar Anas di Jakarta, Minggu (29/1/2023) dalam keterangannya.
Per September 2022, berdasarkan data BPS, kemiskinan Indonesia sebesar 9,57 persen, menurun dibanding tingkat kemiskinan pada September 2021 sebesar 9,71 persen. “Dua tahun ke depan minimal kita harus turunkan kemiskinan kira-kira 1,2 persen per tahun sehingga bisa mencapai 7 persen pada 2024. Ini tugas yang tidak ringan,“ ujar Anas.
Seluruh komponen pemerintah, dari pusat ke daerah, kata Anas harus bergerak selaras. “Mulai tahun ini, berbagai penilaian reformasi birokrasi kita bikin lebih terfokus melalui isu-isu tematik. Salah satunya soal penanggulangan kemiskinan,” tuturnya.
Anas menjelaskan, reformasi birokrasi tematik mengurai aspek tata kelola pengentasan kemiskinan melalui perbaikan proses bisnis, perbaikan data, perbaikan regulasi/kebijakan, reformulasi program/kegiatan, “Sehingga lebih tepat sasaran, penyediaan dukungan IT melalui Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik/SPBE, dan sebagainya,” tegasnya.
Pilot Project
Dia menegaskan, berulang kali arahan Presiden Jokowi,agar anggaran terkait kemiskinan dengan segala ekosistemnya yang tersedia, yang bila ditotal berkisar Rp500 triliun, diharapkan menghasilkan dampak penurunan kemiskinan yang lebih signifikan.
“Kementerian PANRB, sesuai dengan tugasnya, memperkuat tata kelola birokrasi dengan berbagai ekosistemnya. Reformasi Birokrasi Tematik Penanggulangan Kemiskinan pun telah diluncurkan pilot project-nya pada 3 provinsi dan 9 kab/kota,” ujarnya.
Anas menambahkan, Kementerian PANRB juga telah menyampaikan contoh logical framework-nya RB tematik kemiskinan.
“Presiden mengarahkan agar anggaran terkait kemiskinan tidak dibelanjakan untuk urusan yang tak berdampak langsung ke penurunan kemiskinan, seperti seminar yang berulang, atau sosialisasi program secara terpusat di kota-kota besar yang semestinya bisa dikurangi dengan alternatif virtual,” ujarnya.
Anggaran Sia-sia
Anas menyebut memang ada sejumlah instansi, terutama di daerah, yang memiliki program kemiskinan yang belum sepenuhnya berdampak optimal.
“Jadi misal ada studi banding soal kemiskinan, ada diseminasi program kemiskinan berulang kali di hotel. Faktualnya itu ada, tapi bukan Rp500 triliun. Bapak Presiden ingin anggaran yang ada bisa dibelanjakan untuk program yang berdampak langsung ke warga,” tuturnya.
Soal perjalanan dinas, lanjut Anas, berdasarkan data Kemenkeu, tahun 2022 ada puluhan triliun. Dia mencontohkan untuk sosialisasi kebijakan kementerian, di Kementerian PAN RB hampir semuanya sudah daring (dalam jaringan) atau online.
“Kementerian PANRB telah membuka forum konsultasi terkait berbagai hal secara tematik setiap hari dengan kontak petugas yang bisa dihubungi. Semuanya kita kemas online untuk memudahkan seluruh daerah, tidak perlu ke Jakarta untuk berkonsultasi,” terangnya lebih jauh.
Konsultasi Daring
Pekan lalu, pihaknya kata Anas menerima jajaran pemkab dari Sumatera, sangat jauh daerahnya, untuk konsultasi soal reformasi birokrasi tematik kemiskinan. Ada 5-10 orang.
“Itu baru satu daerah. Tiap hari bisa 10 daerah yang datang. Sudah berapa biayanya. Maka sekarang konsultasi dan sebagainya kita online-kan,” ujarnya.
Dia menambahkan, mulai 2023, pada indeks Reformasi Birokrasi dan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah/SAKIP yang dinilai Kementerian PANRB, penilaiannya tidak hanya di ujung tahun. Tapi Kementerian PANRB jemput bola sejak awal.
Anas mencontohkan soal stunting, sebagai bagian dari ekosistem pengentasan kemiskinan, dimasukkan sebagai variabel penilaian kinerja reformasi birokrasi pemda, tapi tidak dievaluasi di akhir 2023.
“Mulai Januari 2023 sudah kita asistensi, termasuk apakah setiap pemda sudah mengalokasikan program makanan untuk anak stunting. Itu kita cek bersama Mendagri Pak Tito Karnavian. Sehingga logical frameworknya tertata, jangan sampai programnya stunting, tapi kegiatannya hanya sosialisasi gizi, tanpa dibelikan gizinya setiap hari,” bebernya.
Penulis: Pahala Simanjuntak
Editor: Yos Casa Nova F