Jakarta, PONTAS.ID – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tak bisa menutupi kemarahannya terhadap Dirut Pertamina dan PLN lantaran dinilai tak mau keluar dari comfort zone (zona nyaman) dalam menyikapi investasi yang akan masuk di dua BUMN tersebut. Presiden mencontohkan, investasi asing sekitar Rp.300 triliun yang tak kunjung selesai di Tuban, Jawa Timur.
Kekesalan Presiden ini terlihat saat memberikan arahan kepada Dewan Komisaris dan Direksi PT Pertamina dan PT PLN, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (16/11/2021).
“Kesempatan investasi di Pertamina dan PLN itu sangat besar, terbuka sangat lebar. Itu kalau anda (PLN dan Pertamina) juga terbuka. Keterbukaan itu yang saya inginkan, yang diinginkan UU Cipta Kerja,” kata Jokowi, seperti dilansir PONTAS.id dari laman setkab.go.id, Sabtu (20/11/2021).
Presiden mencontohkan rencana investasi dengan nilai yang sangat besar di Pertamina oleh perusahaan asal Rusia, Rosneft senilai Rp.168 triliun, namun tak kunjung selesai selama bertahun-tahun,
“Akhirnya saya ngerti, Rosneft nya pingin cepat, tapi kita gak pingin cepat. Di dekatnya ada lagi, investasi USD 3,8 miliar di TPPI Tuban, sudah bertahun-tahun gak selesai juga,” ungkap Presiden.
Presiden mengatakan, dunia cepat mengalami perubahan sehingga rencana besar yang tengah dilakukan dapat berubah menyesuaikan keadaan. Oleh karena itu, Presiden berharap agar kesempatan investasi dari luar harus terbuka seluas mungkin.
Energi Hijau
Sebelumnya, Presiden juga mendorong Pertamina dan PLN untuk segera menyiapkan perencanaan transisi energi dari energi fosil menjadi energi hijau yang lebih ramah lingkungan.
“Memang kita tahu bahwa transisi energi ini memang tidak bisa ditunda-tunda. Oleh sebab itu, perencanaannya, grand design-nya, itu harus mulai disiapkan. Tahun depan kita akan apa, tahun depannya lagi akan apa, lima tahun yang akan datang akan apa,” ucap Presiden.
Kepala Negara mengatakan bahwa penyiapan transisi energi menuju energi hijau merupakan keharusan. Oleh karena itu, Presiden meminta untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk memperkuat fondasi menuju transisi energi.
“Ini yang harus mulai disiapkan, mana yang bisa digeser ke hidro, mana yang bisa digeser ke geotermal, kemudian mana yang bisa digeser ke surya, mana yang bisa digeser ke bayu,” lanjut Kepala Negara.
Presiden menuturkan bahwa suplai energi di Indonesia terbesar saat ini masih dari batu bara sebesar 67 persen, kemudian bahan bakar atau fuel 15 persen, dan gas 8 persen.
Kepala Negara memandang bahwa apabila Indonesia dapat mengalihkan energi tersebut, maka akan berdampak pada keuntungan neraca pembayaran yang dapat memengaruhi mata uang (currency) Indonesia.
“Kalau kita bisa mengalihkan itu ke energi yang lain, misalnya mobil diganti listrik semuanya, gas rumah tangga diganti listrik semuanya, karena di PLN oversupply. Artinya, suplai dari PLN terserap, impor minyak di Pertamina menjadi turun,” tuturnya.
Turut mendampingi Presiden dalam acara tersebut yaitu Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, dan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Penulis: Pahala Simanjuntak
Editor: Yos Casa Nova F