Jakarta, PONTAS.ID – Anggota Komisi II DPR Fraksi PKB, Yanuar Prihatin meminta jadwal Pemilu 2024 tetap dilakukan sebelum bulan Ramadan.
Hal ini didasari pelaksanaan pemilu serentak 2024 secara teknis sosiologis cukup berat dan bisa menimbulkan situasi politik yang tegang, panas emosional dan bisa berakhir konflik
“Jadi, baik DPR, pemerintah dan penyelenggara pemilu, KPU harus bisa menggambarkan bagaimana suasana pemilu serentak itu sampai pada kondisi terburuk. Sehingga bisa mengantisipasi sekaligus apa yang harus disiapkan. Dan, pilihan sebelum Ramadhan 1443 H adalah waktu yang sangat ideal,” kata Yanuar dalam dialektika demokrasi “Kesiapan pemilu serentak 2024, sebuah ujian demokrasi” bersama Anwar Hafid anggota Komisi II F-Demokrat dan pemerhati pemilu Perludem Fadli Ramadhanil di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (7/10/2021).
Yanuar berpandangan kenapa harus di bulan Ramadan, karena pemilu serentak 2024 itu satu pengalaman baru, karena ada pilkada. Misalnya bagaimana pelaksanaan itu harus fair, adil, terbuka, berkualitas, demokratis, menghindari money politics, tak ada korban jiwa, dan sebagainya. Sebab, dalam pemilu selama ini fairness dan politik uang itu selalu ditanyakan.
Kedua kata Yanuar, semua sepakat bahwa tak merubah aturan main, sehingga perlu mencari waktu yang tepat dengan tidak mengganggu suasana ibadah Ramadhan.
“Nah, mengingat pemilu itu pasti akan menimbulkan suasana politik yang panas dan ketegagan, maka alangkah baiknya digelar sebelum Ramadan. Dengan begitu, kita bisa menjalankan ibadah puasa dengan khusyu’ sekaligus bisa bermaaf-maafan di hari raya Idul Fitri sekaligus menurunkan suhu yang panas paaca pemilu itu,” jelasnya.
Ibadah puasa dan Idul Fitri itu sebagai momentum puncak spiritual yang sakral. Karenanya, tak boleh diganggu oleh hal-hal yang bersifat instan termasuk pemilu 2024. “Suasana spiritual itulah yang PKB yakin akan mampu menurunkan suhu politik pasca pemilu 2024. Itu sepele, tapi akan mampu meredam panasnya politik pasca pemilu,” jelas Yanuar.
Sebelumnya KPU dan DPR menetapkan jadwal pemilu pada 21 Februari 2024, tapi pemerintah kemudian mengusulkan 15 Mei. Sedangkan awal Ramadan akan jatuh pada Maret 2024. Untuk itu, DPR dan KPU mengusulkan pemilu digelar sebelum Ramadan 1443 H tersebut.
Tapi, yang paham betul kata Yanuar adalah KPU selaku penyelenggara dan pelaksana di lapangan. Sedangkan DPR dan pemerintah hanya sebagai supporting saja. Tak boleh memaksakan kehendak. “Usul boleh, tapi jangan memaksakan. Bahwa momentum yang ideal adalah sebelum Ramadhan. Dimana baru kali ini soal waktu pelaksanaan pemilu itu menjadi viral, karena ada pilkada, ” ungkapnya.
Berpegang Teguh pada UU
Sementara itu, Anwar Hafid mengatakan kalau pemilu 2024 menjadi isu strategis maka pelaksanaannya harus tetap fair, berkualitas, demokratis, dan baru kali ini menjadi seksi, karena ada tiga rasa. Yaitu, rasa pandemi, rasa krisis, dan suksesi. Karena itu harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya dan penuh kehati-hatian terkait tiga rasa tersebut.
“Kalau tak bisa memenej dengan baik di tengah keuangan yang belum stabil, dan terjadi suksesi mulai gubernur, bupati dan walikota di seluruh Indonesia , maka harus didesign dengan baik,” katanya.
Sejauh itu harus tetap berpegang pada aturan, UU, konstitusi pemilu dan pilkada. DPR kata Anwar, ingin KPU bisa melakukan tahapan-tahapan krusial pemilu dengan baik dan tepat waktu. Dimana akan ada kekosongan kepala daerah tersebut akan dijabat oleh Plt (pelaksana tugas). “Di tengah tahapan krusial sejak kampanye, pencoblosan dan penghitungan itu jangan sampai ada petugas di lapangan yang meninggal seperti pemilu 2019,” tutur politisi Demokrat itu.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Pahala Simanjuntak