DPR-Pemerintah Sepakat RUU Kejaksaan untuk Penguatan Korps Adhyaksa

Jakarta, PONTAS.ID – Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan soal Rencana pembahasan Ramcangan Undang-Undang (RUU) tentang revisi atas Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, hingga kini DPR masih menunggu Surat presiden (Surpres) dilanjutkan pembahasan di Komisi III DPR. Namun pada prinsipnya, DPR dan pemerintah sepakat untuk penguatan lembaga Korps Adhyaksa itu.

Menurut Azis, DPR sedang menunggu surpres untuk menunjuk salah satu menteri tertentu atau menteri secara bersama-sama kolektif dalam melakukan pembahasan RUU Kejaksaan tersebut.

“Tinggal Komisi III kemudian melakukan RDPU rapat dengar pendapat umum, kemudian melakukan RDP, kemudian persiapan-persiapan dalam penyusunan daftar inventarisasi masalah, yang tertuang di dalam proses tata tertib dan undang-undang tentang penyusunan perundang-undangan,” kata Azis dalam diskusi Forum Legislasi menyoal “LRUU Kejaksaan, Komitmen DPR Perkuat Kinerja Korps Adhyaksa” di Media Center Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakartal, Selasa (13/4/2021),

Selain Azis hadir juga Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan dan Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak), Barita Simanjuntak.

Menurut Azis, tujuan revisi adalah untuk melakukan penguatan di semua lembaga, termasuk didalamnya adalah kejaksaan. Penguatan ini tentu harus sinergi dengan aparat penegak hukum lainnya yaitu kepolisian, kemudian PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil), dan dalam hal ini juga dengan hakim.

“Sehingga bagaimana lembaga yuridis ini untuk bisa bersineri, karena  proses penyidikan, masuk ke penuntutan, masuk kepada peradilan, tapi di dalam tindak pidana tertentu, lex spesialisnya bahwa yang namanya kejaksaan dalam tindak pidana korupsi dapat melakukan namanya proses pengumpulan data, kemudian penyidikan, dan sekaligus penuntutan,” jelas politisi Partai Golkar itu.

Sedang Hinca mengatakan bahwa Komisi III DPR siap mendengar masukan publik untuk menguatkan Korps Adhyaksa.

“Secara prinsip, Komisi III sudah siap untuk melanjutkan atau menjalankan amanah pimpinan DPR,” ujarnya.

Hinca menjelaskan DPR kini menunggu Surat Presiden (surpes) dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Meski reses, menurut Hinca, Komisi III akan terus mendiskusikan hal-hal penting dalam RUU Kejaksaan. “Tentu sekali lagi nanti akan banyak masukan. Kami siap untuk mendengarkan. Kami akan terima masukan dalam pembahasan nanti,” tambahnya lagi.

Politisi Partai Demokrat ini menuturkan kejaksaan kerap dianggap sebagai “kurir” atau mengantar berkas perkara yang disidik kepolisian ke meja persidangan. Padahal, Hinca menegaskan, kejaksaan merupakan pengendali utama terhadap suatu perkara sudah memenuhi unsur formal dan material.

“Sekarang kira-kira apa yang membuat pikiran Komisi III menginisiasi RUU Kejaksaan. Kami ingin melakukan penguatan pada semua lembaga-lembaga penegak hukum yang ada, termasuk di dalamnya institusi kejaksaan. Kejaksaan sebagai lembaga satu-satunya penuntut atas nama negara sudah waktunya untuk diperkuat,” tegas Hinca.

Kesenpatan sama,Barita Simanjuntak menyatakan kinerja kejaksaan sudah semakin baik. Namun, Korps Adhyaksa tetap membutuhkan penguatan.

“Kami melihat  perkembangan kinerja kejaksaan sekarang semakin baik,  tetapi perlu ada penguatan yang signifikan,” katanya.

Barita menyatakan kejaksaan sepatutnya mempunyai kewenangan yang kuat. Dikatakan, kejaksaan merupakan pelaksana kekuasaan negara di bidang penuntutan. Karena itu, tepat sekali apabila DPR memperkuat kejaksaan melalui pembahasan RUU Kejaksaan.

Dia juga menuturkan kejaksaan terkadang menghadapi dilema dan sering terhimpit di dalam dua kekuatan besar penegak hukum, yaitu kepolisian dan kehakiman. Namun, konstitusi tidak menyebut secara tegas bahwa kejaksaan sebagai kekuasaan yang juga ada pada lembaga pengadilan.

“Tidak masalah kalau ini diatur implementasinya di dalam RUU yang baru ini,  karena azas dominus litis ini merupakan asas universal bahwa kejaksaan yang menentukan dapat tidaknya satu perkara diajukan ke pengadilan,” ucap Barita.

Barita mengatakan kejaksaan ke depan harus aktif mengawal perkara untuk memberi pedoman dan petunjuk. Hal ini dinilai penting dalam rangka menghilangkan ego sektoral.

“Sehingga ketika suatu tindak pidana sudah dimulai proses penyidikannya,  maka ketika itu juga bisa aktif memberikan petunjuk, arahan agar ini tidak bolak-balik perkara tidak terjadi efisiensi, tapi azas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan,” kata Barita.

Barita pun menekankan aspek pengawasan. Menurut Barita, dibutuhkan sistem pengawasan yang efektif. “Tetap  diperlukan pengawasan. Bukan untuk menghambat kinerja,  tetapi mengonfirmasi semua tugas dan kewenangan itu dijalankan dengan benar,  tidak ada abuse of power agar bisa transfaran dan berintegritas,” imbuh  dia.

Penulis: Luki Herdian

Editor: Stevany

Previous articleHannover Messe 2021, Nicke Pertegas Pengembangan Energi Hijau
Next articlePertamina Hulu Mahakam Mulai Ngbor Sumur Eksplorasi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here