Bahas Wacana Amandemen UUD NRI, Syarief Hasan Gelar FGD di Unkris

Syarief Hasan di Kampus Unkris
Syarief Hasan di Kampus Unkris

Jakarta, PONTAS.ID – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bersama Dewan Profesor Universitas Krisnadwipayana menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema ‘Wacana Amandemen UUD NRI Tahun 1945 Khususnya Terkait Dihidupkannya Kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)”‘.

Wakil Ketua MPR Sjarifuddin Hasan hadir dan membuka FGD ini. Di depan peserta FGD yang berlangsung di Kampus Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Jatiwaringin, Selasa (8/12/2020), Syarief Hasan mengungkapkan MPR periode 2019 – 2024 mendapatkan amanah dari MPR periode sebelumnya (2014 – 2019) untuk melanjutkan kajian terhadap amandemen UUD NRI Tahun 1945 terkait dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara.

“Untuk melakukan amandemen UUD perlu pendalaman yang komprehensif dengan melibatkan stake holder dan masyarakat Indonesia,” katanya.

MPR sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang merubah dan menetapkan UUD, melakukan berbagai upaya pendekatan kepada elemen-elemen masyarakat Indonesia di berbagai daerah seperti kalangan akademisi perguruan tinggi, lembaga-lembaga pendidikan, birokrasi, ormas dan lainnya untuk berdiskusi dan menyerap aspirasi.

Salah satu klaster yang digali, lanjut Syarief Hasan, adalah kalangan akademisi. “Karena kalangan akademisi memiliki independensi dalam memberikan pendapat dan pandangannya. Akademisi memiliki independensi demi kepentingan bangsa dan negara. Itulah sebabnya saya selalu berkomunikasi dengan perguruan tinggi,” tutur Wakil Ketua MPR dari Partai Demokrat ini.

Sebelum menggelar FGD di Universitas Krisnadwipayana, FGD serupa juga digelar di beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Sebelum pandemi Covid-19, Syarief Hasan sudah mendatangi perguruan tinggi di Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan provinsi lainnya.

“Sebelum ke Unkris, saya sudah mendatangi UGM, Unpad, Universitas Pertahanan,” sebutnya.

Terkait wacana amandemen UUD, Syarief Hasan mengatakan di tengah masyarakat ada tiga pandangan. Pertama, pandangan yang ingin kembali ke UUD Tahun 1945 yang asli. Kedua, pandangan yang ingin mempertahankan UUD hasil amandemen 1999 – 2002. Ketiga, pandangan yang ingin melakukan amendemen kembali.

Namun, lanjut Syarief Hasan, muncul beragam masalah bila dilakukan amandemen UUD NRI Tahun 1945. “Bukan tidak mungkin ada kepentingan-kepentingan lain yang masuk ketika melakukan amandemen dan tidak hanya amandemen khusus haluan negara,” ucapnya.

Persoalan lainnya, tambah Syarief Hasan, adalah siapa yang menyusun GBHN. “Ada pandangan bila MPR yang menyusun GBHN maka MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara. Karena itu Presiden sebagai pelaksana GBHN maka akan mempertanggungjawabkan kepada MPR. Ini juga menjadi persoalan yang cukup kompleks,” katanya.

Ketika tidak ada GBHN, menurut Syarief Hasan, pemerintah melakukan pembangunan berdasarkan UU. No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 dan UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-undang itu diimplementasikan oleh Presiden SBY dan hasilnya membawa hasil yang baik dalam pembangunan. “Banyak kemajuan yang dicapai Presiden SBY,” tuturnya.

Untuk itu, Syarief Hasan meminta pendapat dan pandangan para akademisi Universitas Krisnadwipayana melalui FGD terkait dengan persoalan itu.

“Pendapat dan pandangan akademisi ini menjadi masukan dan bahan pertimbangan serta kajian bagi MPR terkait dengan haluan negara,” ucapnya.

FGD ini dihadiri Rektor Unkris Dr Ir Ayub Muktiono, MSip, Ketua Pembina Unkris Prof Dr Gayus Lumbuun, staf ahli Wakil Ketua MPR Jafar Hafsah, dan pemateri serta pembahas dengan moderator Dr Firman Wijaya.

Penulis: Luki Herdian

Editor: R Mauladiy

Previous articleTepis Isu Swab Test di TPS, Wabup Kobar: Itu Tidak benar!
Next articlePelaksanaan Pilkada Serentak Harus Mengedepankan Nilai-nilai Persatuan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here