MPR Minta Pembahasan RUU HIP Dihentikan

Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan

Jakarta, PONTAS.ID – Wakil Ketua MPR Syarief Hasan pada bulan Mei yang lalu menegaskan bahwa tidak dimasukkannya TAP MPRS No. XXV tahun 1966 dalam konsideran RUU HIP memicu penolakan dari berbagai kalangan masyarakat.

Syarief Hasan pun mendorong agar RUU HIP tidak dilanjutkan dan dikeluarkan dari prolegnas 2020 karena memiliki banyak masalah di dalam muatannya.

Dia mengatakan sebut saja Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, sampai Forkom Purnawirawan TNI-POLRI dan mantan Kepala BPIP melakukan penolakan tersebut.

Dirinya melanjutkan tidak dimasukkannya konsideran RUU HIP juga ditambah banyaknya banyaknya muatan-muatan yang bermasalah, multitafsir, dan terkesan tendensius.

Masalah yang paling mendasar dari RUU Haluan Ideologi Pancasila adalah prinsip dasar Pancasila dalam RUU HIP yang berbeda dengan prinsip dasar yang tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Penolakan tersebut lantaran di dalam Pasal 3 RUU HIP tidak utuh dan berbeda secara tekstual dengan Pembukaan UUD NRI 1945.

“Perbedaan ini akan berpotensi menimbulkan multitafsir, kontestasi, reduksi, bahkan distorsi prinsip Pancasila sehingga dapat menjadi jalan masuk ideologi lain ke dalam Pancasila” ungkap Syarief Hasan dalam keterangannya, Selasa (16/6/2020).

Prinsip pertama dalam RUU HIP hanya menyebut ‘Ketuhanan’ yang akan membuka corong masuknya paham politeisme yang bertentangan dengan sila pertama Pancasila. Prinsip kedua hanya menyebut ‘Kemanusiaan’ yang berbeda dengan sila kedua Pancasila sebab mengabaikan keadilan dan keberadaban sehingga dapat mendistorsi Pancasila. Sedangkan prinsip ketiga berbunyi ‘Kesatuan’ yang berpotensi menghilangkan perbedaan latar belakang masyarakat yang harusnya menjadi kekayaan budaya Indonesia.

“Frasa ini juga memiliki makna yang jauh berbeda dengan Persatuan Indonesia yang lebih mengakomodir perbedaan dalam bingkai ke-Indonesia-an,” jelas Syarief.

Prinsip keempat menyebut ‘demokrasi’ yang tidak pernah ada dalam sila Pancasila dan berbeda dengan nilai musyawarah. Serta prinsip kelima yang hanya menyebut ‘Keadilan sosial’ yang mengabaikan kalimat bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga berpotensi multitafsir.

Adapun Syarief Hasan juga menyoroti berbagai pasal dalam RUU HIP, seperti Pasal 5 RUU HIP menyatakan sendi pokok Pancasila adalah keadilan sosial. Tentu tidak dapat dipungkiri keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan salah satu sila dari Pancasila, tetapi menyendirikan keadilan sosial sebagai sendi pokok seperti dalam ketentuan tersebut telah mereduksi makna Pancasila secara keseluruhan sebagai satu kesatuan dan membuka peluang tafsiran Pancasila berdasarkan ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila.

Lebih lanjut, Syarief juga tidak menyetujui Pasal 6 RUU HIP yang menyebutkan ciri pokok Pancasila adalah Trisila yang terkristalisasi dalam Ekasila. Istilah ini tidak pernah disebutkan di dalam lembaran negara dan membuat bias Pancasila. Selain itu, Trisila juga hanya mencantumkan tiga nilai dan Ekasila hanya mencantumkan satu nilai yakni gotong royong.

“Trisila dan Ekasila mengabaikan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan nilai-nilai lainnya yang telah jelas disebutkan di dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Tidak adanya penyebutan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa juga akan berpotensi memudahkan masuknya ideologi lain yang menyusup dalam Pancasila,” imbuh Syarief.

Ia juga menyoroti Pasal 11, Pasal 13 dan 15, Pasal 19, Pasal 15 sampai Pasal 17 dan Pasal 21 sampai 31 serta Pasal 42 sampai 53. Syarief mengatakan RUU Haluan Ideologi Pancasila memiliki banyak masalah di dalam muatannya. Sehingga, Pemerintah dan DPR RI tidak perlu melanjutkan pembahasan RUU HIP yang amburadul ini. Indonesia hari ini juga tidak memerlukan RUU HIP.

“Selain karena memiliki banyak masalah di hampir semua pasalnya, penjabaran mengenai Pancasila di berbagai sektor juga telah dijabarkan di dalam batang tubuh UUD NRI 1945. Sehingga RUU HIP ini hanya akan membuat tumpang tindih peraturan dan undang undang yang berlaku di Indonesia,” pungkas Syarief Hasan.

Penulis: Luki Herdian

Editor: Hendrik JS

Previous articleTurun, Emas Antam Hari Ini Rp 898 Ribu per Gram
Next articleMenkeu Perkirakan Ekonomi RI Pulih Mulai Juli

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here