Jakarta, PONTAS.ID – Para calon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini sedang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan akan menghadapi tantatangan baru bila kelak terpilih. Tantangan itu adalah membenahi persoalan di internalnya sendiri, baik menyangkut manajemen pegawai sampai persoalan mekanisme penyelidikan dan penyidikan.
Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu menuturkan, periode KPK terakhir ini banyak menuai masalah yang harus diselesaikan. Bahkan, DPR RI sampai membentuk Pansus Angket KPK untuk mengetahui persoalan serius di internal lembaga antirasuah itu.
“Banyak persoalan di KPK terutama di periode belakangan ini, sampai DPR bentuk Pansus Angket Kewenangan KPK. Ada banyak masalah di internal KPK yang selama ini selalu mempersepsikan dirinya ke publik sebagai institusi yang paling benar, seperti taat aturan, punya integritas tinggi, dan sistem di dalamnya bagus. Ternyata tidak seperti yang diceritakan selama ini. Ada friksi di internal KPK yang mencuat ke publik. Semua sudah terkonfirmasi,” kata Masinton dalam Dialektika Demokrasi bertema “Tantangan Pimpinan KPK Baru, Mampu Benahi Internal dan Berantas Korupsi”, di Media Center DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Persoalan serius lainnya yang diungkap politisi PDI Perjuangan ini adalah voting dalam menentukan status tersangka seseorang. Ia mengonfirmasi ada tiga oknum pimpinan KPK yang mengambil jalan voting dalam menetapkan status tersangka seseorang. Padahal, mekanisme voting dalam penyelidikan dan penyidikan tidak dikenal. Penetuan status tersangka sepenuhnya ditentukan oleh alat bukti yang didapat.
Di institusi kejaksaan, sambung Masinton, tak ada voting dalam menentukan status tersangka seseorang. Inilah sisi lain yang harus dibenahi dari institusi KPK.
“Hari ini lembaga KPK tidak sehat. Ini jadi tantangan bagi pimpinan KPK baru yang sekarang sedang menjalani uji kelayakan dan kepatutan,” kilah Masinton.
Bahkan, karena banyak pejabat dijadikan tersangka, maka akronim KPK dipelesetkan menjadi Komisi Penghambat Karir.
Harus Independen
Ditempat yang sama, mantan komisioner KPK, Hayono Umar berharap pimpinan KPK terpilih periode 2019-2023 adalah figur yang independen.
“Pimpinan KPK kedepannya, dia harus bisa Independen dalam merencanakan, melaksanakan dan membuat laporan,” kata Haryono.
Kata Haryono, merencanakan dalam arti apa yang dilakukannya untuk memberantas korupsi. Sementara melaksanakan mulai dari Undang-undang, penyidik, pengaduan masyarakat hingga penuntutan.
“Terkait laporan yaitu bagaimana mengajukan keputusan tanpa ada intervensi dari pihak luar,” imbuhnya.
Selain itu, Haryono berujar pimpinan KPK harus memiliki kompetensi, artinya punya pengetahuan dalam bidang penegakan hukum sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 30 tahun 2002 pasal 36 dan 42 tentang penindakan.
Pasal 36 itu mengatakan bahwa KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi tanpa dengan alasan apapun.
Sementara dalam pasal 42 menyebut bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.
“Jadi saya berharap 5 pimpinan KPK terpilih nanti seperti apa yang diharapkan dan mampu mengendalikan para pegawai KPK yang ada,” pungkas Haryono Umar.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Hendrik JS