Inflasi Juli Tinggi, Lagi-Lagi Pangan Jadi Biang Kerok

Pangan

Jakarta, PONTAS.ID – Tingkat inflasi pada bulan Juli 2019 mencapai 0,31% secara bulanan (month-on-month/MoM). Sementara tingkat inflasi tahun ke tahun (year-on-year/YoY) bulan Juli 2019 sebesar 3,32%.

Secara historis, tingkat inflasi MoM yang sebesar 0,31% pada Juli 2019 tercatat lebih besar dibanding Juli 2018 yang sebesar 0,28%. Bahkan merupakan inflasi Juli yang tertinggi dalam 3 tahun terakhir.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Kali ini, penyebab utama inflasi adalah kenaikan harga beberapa bahan pangan.

Tingkat inflasi bahan makanan pada bulan Juli 2019 mencapai 0,8% MoM dengan andil sebesar 0,17%.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto mengatakan beberapa komoditas bahan makanan yang mendorong terjadinya inflasi adalah cabai merah (andil 0,2%) dan cabai rawit (andil 0,06%).

Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga rata-rata nasional cabai merah mengalami kenaikan dari Rp 55.100/kg menjadi Rp 57.700/kg sepanjang bulan Juli 2019.

Sementara harga rata-rata nasional cabai rawit juga naik dari Rp 46.050/kg menjadi Rp 68.900/kg pada periode yang sama.

Meski demikian, BPS mencatat ada beberapa komoditas bahan pangan yang mengalami penurunan harga dan memberi andil pada deflasi. Komoditas-komoditas tersebut antara lain bawang merah (andil 0,04%)dan tomat sayur (andil 0,03%).

Selain itu kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga juga tercatat mengalami inflasi dan memberi andil yang cukup besar. Pada bulan Juli inflasi kelompok tersebut mencapai 0,92% MoM dengan andil 0,07%.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga didorong oleh kenaikan harga sub kelompok kursus-kursus/pelatihan, yaitu 2,39% YoY. Suhariyanto mengatakan ada kenaikan harga-ongkos bimbingan belajar.

Hal lain yang mendorong terjadinya inflasi di bulan Juli 2019 adalah kenaikan harga emas perhiasan.

Kelompok pandang (yang mana termasuk emas perhiasan) mengalami inflasi sebesar 0,7% MoM dengan andil 0,04%.

Sementara emas perhiasan menyumbang andil sebesar 0,03% yang mana mendominasi kelompok sandang.

Fenomena ini sejalan dengan kenaikan harga emas global sebesar yang terjadi pada bulan Juli. Pernah pada tanggal 18 Juli 2019 harga emas dunia menyentuh level US$ 1.416,9/troy ounce (Rp 649.119/gram; asumsi kurs Rp 14.000/US$) yang merupakan tertinggi dalam 6 tahun.

Menurut Komponen

Menurut komponen, inflasi inti pada Juli 2019 sebesar 3,18% YoY, yang artinya turun dari bulan sebelumnya yang sebesar 3,25% YoY. Inflasi inti merupakan kenaikan harga yang murni disebabkan oleh mekanisme pasar dan tidak melibatkan komoditas harga bergejolak (volatile).

Penurunan angka inflasi inti bisa menjadi salah satu indikator bahwa ada penurunan daya beli masyarakat, sehingga pelaku usaha lebih sulit untuk menaikkan harga.

Namun mengingat inflasi inti kali ini masih berada di kisaran 3%, artinya daya beli masyarakat masih cukup kuat.

Sebagai pembanding, rata-rata inflasi inti sepanjang tahun 2018 hanya sebesar 2,81% YoY.

Sementara komponen inflasi harga bergejolak mencapai 4,9% pada bulan Juli 2019. Hal itu didorong oleh kenaikan harga bahan pangan yang telah disebutkan sebelumnya.

Musim kemarau yang sudah mulai masuk juga menjadi salah satu perhatian Suhariyanto, karena berisiko mendorong inflasi bahan pangan ke depan.

Penulis: Hartono

Editor: Idul Hm

Previous articleMiliki Daun Ganja Siap Edar, 4 Sekawan Kompak Masuk Sel
Next articleSentil Pertamina karena Lifting Migasnya Merosot, Jonan: Saran Saya Sih…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here