Jakarta, PONTAS.ID – Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok, AKBP Reynold E.P. Hutagalung, kini resmi menyandang gelar Doktor (DR), setelah menyelesaikan jenjang pendidikan formil tertinggi S3.
AKBP DR. Reynold E. P. Hutagalung lulus dengan predikat “Cum Laude” dalam Sidang Promosi Doktor dengan disertasi: “Perbudakan Modern Anak Buah Kapal Ikan asal Indonesia: Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam Perspektif Kepolisian” pada Selasa (30/7/2019) pagi.
“Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) menurut hukum internasional adalah sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan yang merupakan the most serious of crime atau kejahatan yang sangat serius atau juga dikenal dengan sebutan extraordinary crime atau kejahatan luar biasa,” kata Reynold melalui keterangan tertulisnya kepada PONTAS.id, siang tadi.
Disertasi yang dipaparkan lanjut Kapolres, memfokuskan pada perdagangan orang untuk tujuan kerja paksa khususnya yang melibatkan para anak buah kapal ikan (ABKI) asal Indonesia yang diperdagangkan ke atas kapal penangkap ikan asing yang beroperasi di laut internasional.
“Sayangnya didalam UU No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), TPPO terhadap ABKI ini belum diatur secara eksplisit,” katanya.
Penelitian disertasi ini berhasil mewawancarai 41 informan yang terdiri dari korban, penyidik, jaksa yang menangani kasus ini, serikat pekerja dan organisasi non-pemerintah, serta lembaga dan kementerian terkait yang relevan, dengan teknik kombinasi antara purposive sampling dan snowball sampling.
Pemolisian Inklusif
Untuk menangani persoalan TPPO terhadap ABKI, Pemerintah Indonesia kata Reynold telah melakukan berbagai upaya walaupun upaya ini belum bisa dikatakan efektif untuk mengatasi masalah.
Beberapa diantaranya adalah merativikasi Konvensi Internasional yang terkait seperti Konvensi Ketenagakerjaan Maritim melalui UU No. 15 tahun 2016, Merumuskan dan menetapkan Undang-Undang dan aturan terkait.
Reynold mencontohkan seperti UU. No.18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran, Pemberlakuan Peraturan Kepala BNP2TKI No. Per.03 tahun 2013 tentang Tata Cara Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Pelaut Perikanan di Kapal Berbendera Asing dan Permen KP 42/2016 tentang Perjanjian Kerja Laut.
Dalam konteks pemolisian, untuk penanganan yang lebih baik terhadap kasus TPPO ABKI atau kasus lain dimana korban pelapor berada dalam kondisi tereksklusi atau termarjinalisasi, kata Reynold, maka disertasi ini menawarkan solusi yaitu penerapan Pemolisian Inkusif.
Pemolisian Inklusif adalah suatu sistem pelayanan kepolisian yang didesain secara khusus untuk dapat memenuhi hak kalangan tertentu yang terpinggirkan dan atau belum terakomodir dalam definisi legal formal, dalam hal ini korban TPPO ABKI, agar dapat berpartisipasi secara wajar dalam proses penegakan hukum untuk memperoleh rasa keadilan.
Harapan Reynold, disertasi tersebut diharapkan dapat memberikan setidaknya dua manfaat, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada pengembangan kajian fenomenologi khususnya yang menggunakan konsepsi konstruksi sosial.
“Sementara secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kebijakan nasional yang telah ada dan meningkatkan praktek penanganan TPPO ABKI yang dilakukan oleh kepolisian dimasa mendatang,” pungkasnya.
Penulis: Suwarto
Editor: Pahala Simanjuntak