Jakarta, PONTAS.ID – Kementerian Keuangan mengklaim jika DPR telah memberi persetujuan untuk pemerintah menerbitkan utang demi menambal defisit APBN. Artinya, keputusan untuk berutang bukan keinginan dari pemerintah sendiri.
Kemudian jika dilihat sejak 2014 atau era kepemimpinan Presiden Jokowi-Wapres JK, desain APBN selalu defisit dan hal tersebut disepakati DPR.
“Kebijakan ini tercermin dalam APBN yang disusun pemerintah dan mendapat persetujuan DPR,” kata Direktur Surat Utang Negara, Loto Srinaita Ginting di Jakarta, Rabu (19/6/2019).
Loto mengatakan, utang yang diterbitkan pemerintah juga dikelola dengan baik. Bahkan, setiap tahunnya utang pemerintah harus dicatatkan dalam laporan keuangan yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Bukti utang pemerintah dikelola dengan baik, lanjut Loto, karena selama tiga tahun belakangan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) mendapat predikat wajar tanpa pengecualian dari BPK.
“Utang pemerintah dikelola secara berhati-hati, efisien, dan terukur serta diawasi pelaksanaannya dan diaudit pelaporannya dalam bentuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat oleh BPK,” ujar dia.
Berdasarkan data APBN KiTa, Posisi utang Pemerintah per April 2019 mencatat penurunan jika dibanding posisi bulan Maret 2019, yaitu dari sebesar Rp 4.567,3 triliun menjadi Rp 4.528,5 triliun.
Per akhir April 2019 rasio utang pemerintah tercatat 29,65% terhadap PDB, atau turun dari bulan sebelumnya yang sebesar 30,12% terhadap PDB. Menurut Loto, rasio tersebut masih aman karena jauh dari ketentuan yang berlaku.
“Rasio utang Indonesia ini termasuk paling rendah jika dibandingkan dengan negara berkembang lain,” ungkapnya.
Bakal Utang
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pada 2020 pemerintah menerapkan kebijakan fiskal ekspansif untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah pelemahan global.
Dia bilang, RAPBN tahun anggaran 2020 dengan tingkat defisit dalam rasio produk domestik bruto harus terjaga rendah untuk menjaga keberlangsungan dan keamanan fiskal. Untuk menjaga RAPBN tetap dalam batas aman, maka kebijakan utang diperlukan.
“Dari sisi sumber pembiayaan untuk menutup defisit, sumber utama pembiayaan defisit masih akan berasal dari utang terutama melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN),” kata Sri Mulyani di ruang rapat paripurna DPR, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Penulis: Luki Herdian
Editor: Risman Septian