Warga Muhammadiyah Diimbau Tak Ikut Aksi Protes Bakar Bendera

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir (ist)

Jakarta, PONTAS.ID – Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengimbau warga Muhammadiyah tak ikut turun dalam aksi memprotes pembakaran bendera berkalimat Tauhid.

Haedar meminta warga Muhammadiyah menahan diri agar persoalan pembakaran bendera itu tidak meluas menjadi masalah nasional yang menyebabkan perpecahan bangsa.

“Hindari aksi-aksi yang dapat menambah persoalan menjadi bertambah berat dan dapat memperluas suasana saling pertentangan di tubuh umat dan bangsa,” kata Haedar dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/10/2018).

Haedar mengatakan saat ini beban bangsa Indonesia sungguh berat dengan berbagai masalah seperti korupsi dan kesulitan ekonomi.

“Sehingga jangan ditambah dengan masalah baru,” tegas Haedar.

Sebaiknya, kata Haedar, warga Muhammadiyah ikut serta dalam menciptakan suasana tenang, damai, dan kebersamaan untuk terwujudnya kemaslahatan umat dan bangsa. Seraya tetap giat dalam usaha-usaha membimmbing, memberdayakan, dan memajukan masyarakat. Termasuk terus aktif dalam memobilisasi dana dan kerelawanan untuk penangunggalangan bencana dan pasca bencana di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah.

Lebih lanjut, Haedar menyatakan prihatin atas masalah ini dan tidak ingin persoalan ini terus meluas. Muhammadiyah, kata Haedar, percaya umat Islam maupun seluruh masyarakat Indonesia tetap mampu menjaga keutuhan nasional.

“Berbagai pengalaman pahit sebelum ini lebih dari cukup untuk menjadi bahan pelajaran ruhaniah yang membuat umat dan bangsa ini makin matang dan dewasa. Kasus pembakaran bendera tersebut jangan menjadikan umat Islam dan bangsa Indonesia tepecah-belah dan jatuh pada saling bertentangan satu sama lain,” kata Haedar.

Sikap legowo atas kesalahan, kata Haedar, perlu ditunjukkan sebagai wujud kedewasaan berbangsa. Semua pihak penting mengedepankan jiwa ikhlas untuk berusaha saling meminta maaf dan memberi maaf satu sama lain berlandaskan spirit ukhuwah sebagaimana diajarkan dalam Islam.

Katanya, Insya Allah tidak ada yang jatuh diri karena saling memaafkan, sebaliknya hal itu menggambarkan kemuliaan diri.

“Semua komponen bangsa pada dasarnya mencintai Indonesia dan tidak ada satu pihak pun yang berhak mengklaim diri paling nasionalis,” katanya.

Selain itu, Haedar meminta pemerintah dapat menyikapi dan menghadapi masalah ini dengan arif dan seksama, serta mencari solusi yang terbaik bagi keselamatan bangsa.

Haedar juga meminta kepolisian bertindak objektif dan profesional sesuai koridor hukum yang berlaku disertai kemampuan membaca realitas secara cerdas dan bijak dalam semangat menegakkan hukum yang tidak sekadar verbal. Menurutnya, ketika penyelesaian hukum atas kasus ini bersifat parsial, tidak menyentuh substansi masalah utama, dan tidak menunjukkan objektivitas yang menyeluruh, maka dapat menimbulkan ketidakpuasan publik secara luas.

“Kami percaya pimpinan kepolisian di seluruh tingkatan dapat bertindak bijak, adil, objektif, dan seksama dalam menyelesaikan kasus ini secara hukum yang berdiri tegak di atas fondasi keadilan yang otentik,” ujar Haedar.

Kasus pembakaran bendera bertuliskan kalimat Tauhid terjadi di Limbangan, Garut saat Hari Santri Nasional, 22 Oktober 2018. Polisi telah mengamankan tiga orang anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) yang membakar bendera, dan pembawa bendera berinisial U. Semuanya masih berstatus terperiksa.

Polisi menyebutkan bahwa berdasarkan keterangan pelaku pembakaran, bendera yang dibakar adalah bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Namun sejumlah kelompok masyarakat beranggapan bendera yang dibakar adalah simbol tauhid. Reaksi protes pembakaran bendera bermunculan di tanah air.

Pada Jumat (26/10/2018), sejumlah masyarakat di Jakarta dan di daerah menggelar Aksi bela Tauhid di depan kantor Kemenkopolhukam.

Previous articleInsiden Pembakaran Bendera Diminta Tak Dikaitkan dengan Pilpres
Next articleCaleg PDIP Diminta Tiru Kampanye Jokowi Jika Ingin Terpilih

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here