Terkesan Taman Gandrung Terakota, Menpar Yakini Banyuwangi Jadi Destinasi Dunia

Banyuwangi, PONTAS.ID – Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya bersama Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dan Sigit Pramono Owner Java Banana Ijen meresmikan Taman Gandrung Terakota di kawasan Jiwa Jawa Ijen Resort, Kecamatan Licin, Banyuwangi, Jawa Timur.

Dalam kesempatan itu, Arief pun memuji taman yang berisi ratusan patung penari gandrung di lahan persawahan terasering di kaki Gunung Ijen itu. Selain melengkapi atraksi di Banyuwangi, TGT juga menjadi destinasi wisata baru di Kabupaten berjuluk Sunrise of Java itu.

“Luar biasa keren. Kalo Banyuwangi ingin menjadi destinasi kelas dunia harus punya 3A (atraksi, amentias dan aksestabilitas) TGT lanskapnya oke, amphitheaternya keren, terakotanya juga oke banget,” kata Arief dalam siaran pers Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Selasa (23/10/2018).

Dia juga meyakini bahwa kedepannya Kabupaten Banyuwangi pasti bisa menjadi destinasi wisata kelas dunia, dikarenakan dari sisi amenitas Banyuwangi sudah memiliki puluhan hotel dan ratusan homestay.

“Di sisi aksestabilitas, Bandara Banyuwangi harus menjadi bandara internasional. Dan rencananya tanggal 20 Oktober akan ada first flight internasional dari Kuala Lumpur. Atau harapnnya tahun ini ada penerbangan langsung dari luar Negeri ke Banyuwangi,” ujarnya.

Arief lantas mengingatkan, bahwa komitmen kepala daerah disini sangat dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Banyuwangi, tegas dia, nemiliki pendapatan perkapita yang lebih besar nomor dua di Jawa Timur.

“Hipotesis saya jika banyak suatu daerah banyak menyelenggarakan event, indeks kebahagiaanya lebih tinggi, dan di Banyuwangi sudah ada 77 event sepanjang tahun,” tutur dia.

Lebih lanjut Arief berpendapat, jika jeberadaan Taman Gandrung Terakota dengan amphitheater di dalamnya, yang juga tempat penyelenggaraan Ijen Jazz Festival itu, mengingatkannya terhadap daerah Ubud yang berada di Provinsi Bali.

“Mengapa Ubud itu hebat, karena menjual produk, proses dan philosophy (3P). Tarian itu produk. Anak-anak yang belajar tari itu proses dan juga dijual di Ubud. Itu yang disukai para wisatawan. Tari Gandrung yang kita lihat di Gandrung Sewu bisa juga dikemas seperti itu,” imbuhnya.

Untuk philosophy, tambah Arief, di Bali itu terdapat konsep kosmologi Tri Hita Karana yang berarti tiga penyebab terciptanya kebahagiaan. Dengan digelarnya Festival Gandrung Sewu diharapkan akar budaya di sini semakin kuat.

“Ada akar budaya yang kuat di Banyuwangi dan juga sama seperti di Bali. Kalo kita bisa eksplorasi lebih bagus. Padi itu jauh lebih mahal dipandang daripada dipanen. Di resort-resort di Ubud disana ratenya mencapai 15 juta permalam untuk melihat padi. Saya yakin di sini pun bisa,” ucap dia.

Sementar itu Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas juga mengaku sangat antusias dengan tumbuhnya destinasi baru di kabupaten pimpinannya tersebut.

“Kami sangat bangga dengan antusiasme berbagai pihak untuk terus mengembangkan Banyuwangi. Ini dibangun tanpa APBD, melainkan oleh swasta yang punya kepedulian terhadap seni-budaya Banyuwangi,” kata Anas.

Sementara itu Sigit Pramono, yang juga penggagas Taman Gandrung Terakota mengatakan di tepian sawah ini dipasang patung berbahan tembikar karena pihaknya ingin merawat kelestarian budaya Banyuwangi.

“Banyuwangi itu ikon terkuatnya adalah Kawah ijen dan Tari Gandrung. Saya ingin memberikan sumbangsih kepada pemerintah Kabupaten yang memelihara kebudayaan. Ribuan patung penari ini sumbangan kecil bagi saya,” ujar Sigit.

Taman Gandrung Terakota terinspirasi dari Terracotta Warrior and Horses di Tiongkok yang dibangun pada masa Kaisar Qin Shi Huang (259-210 SM). Penataannya melibatkan kurator seni rupa dari Galeri Nasional Indonesia sekaligus dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Dr Suwarno Wisetrotomo.

Taman Gandrung Terakota tidak hanya menyajikan deretan patung-patung penari gandrung tapi juga bukit hijau dan hamparan sawah, para petani yang membajak sawah, kebun kopi, pohon durian, beraneka jenis bambu, dan tanaman endemik setempat. Di tengah hamparan tersebut ditemukan amfiteater terbuka untuk pertunjukan kesenian berjadwal dan perhelatan musik jazz.

Editor: Risman Septian

Previous articlePD Pembangunan Sarana Jaya Kebut Pembangunan Skybridge Tanah Abang
Next articleDapat Keringanan BMAD dan BMI, Indonesia Bidik Kenaikan Ekspor CUP di AS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here