Ketua DPR Persilahkan Bentuk Pansus Angket KPU soal Eks Koruptor Dilarang Nyaleg

Bambang Soesatyo Ketua DPR RI

Jakarta, PONTAS.ID – Ketua DPR Bambang Soesatyo mempersilahkan bagi fraksi keberatan dengan pengesahan PKPU Nomor 20/2018 yang salah satu isinya melarang eks napi korupsi maju pemilihan legislatif mengajukan hak angket terhadap KPU.

“Kalau memang ada wacana mendorong hak angket atas keputusan KPU mengeluarkan PKPU, ya tentu harus melalui mekanisme yang ada. Di mana sekurang-kurangnya didukung 2 fraksi dan minimal 25 anggota. Bagi saya, silahkan saja digulirkan,” ujar pria akrab disapa Bamsoet di gedung DPR, Selasa (3/7/2018).

Bamsoet mengatakan, sebagai juru bicara DPR, dirinya mengetahui perkembangan di Komisi II. Dia menyebut, Komisi II DPR keberatan terhadap aturan itu.

DPR menganggap PKPU tersebut bertabrakan dengan UU Pemilu sendiri. UU Nomor 7/2017 pasal 240 huruf g menyatakan seorang eks napi bisa mencalonkan diri sebagai anggota legislatif jika secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa dirinya mantan terpidana.

“Tapi yang pasti yang saya ketahui memang Komisi II dan sebagai sikap DPR keberatan atau tak setuju dengan keputusan KPU mengeluarkan PKPU di mana ada dugaan pelanggaran, ketentuan UU terutama yang berkaitan larangan mantan terpidana korupsi dicaleg-kan,” ucap Bamsoet.

Lalu bagaimana pandangan poltitkus Golkar dengan pansus angket itu apa perlu dilakukan?

“Yang bisa menjawab adalah 560 anggota DPR dan 10 fraksi. Saya akan sampaikan kepada teman-teman apa keputusan mayoritas fraksi di DPR,” katanya.

“Pendapat saya pribadi, saya mengimbau agar mendorong KPU untuk kembali ke jalan yang benar untuk mematuhi UU yang ada. Bagi saya, setiap lembaga yang diberi wewenang UU harus taat UU sesuai sumpah jabatannya,” tegas Bamsoet.

Bisa Hilang Kepercayaan Masyarakat

Terpisah, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Titi Anggraini menyoroti wacana hak angket di kalangan anggota DPR, terkait pemberlakuan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan Kota. Perludem menyesali munculnya hak angket terhadap KPU tersebut.

“Kalau sampai DPR menggulirkan hak angket, maka masyarakat bisa kehilangan kepercayaannya pada DPR maupun orang-orang yang mengajukan hak angket itu,” ucap Titi saat dihubungi , Selasa (3/6/2018).

Titi meyakini bila DPR akan menggunakan hak angket bisa memengaruhi elektabilitas para anggota DPR. Menurut Titi, sebaiknya DPR lebih fokus memperjuangkan aspirasi masyarakat di akhir masa kerjanya.

“Jadi saya kira sebaiknya anggota DPR fokus pada memperbaiki citra DPR dan betul-betul memperjuangkan apa yang menjadi aspirasi masyarakat,” kata dia.

Tidak hanya itu, Titi bahkan berharap DPR memperkuat PKPU yang melarang mantan terpidana kasus korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak, dengan memasukkan aturan itu menjadi undang-undang.

“Dibuat norma undang-undang, kan mereka (anggota DPR) bisa punya iktikad baik di akhir masa periode ini untuk mengusulkan undang-undang yang mengatur larangan mantan napi korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba untuk maju dalam pemilu,” ucap Titi.

Sebelumnya, anggota Komisi II DPR Achmad Baidowi mengatakan, saat ini muncul wacana pengajuan hak angket kepada KPU terkait PKPU itu. “( Hak angket) salah satu opsi yang coba kami ambil. Pembicaraan sudah di grup internal Komisi II karena melihat KPU ini sudah terlalu jauh melencengnya,” kata Awi, sapaannya, di gedung DPR, Senin (2/7/2018).

“Saking (sampai) emosinya, teman-teman Komisi II bilang ‘bisa-bisa KPU nih kita angketkan’. Itu jadi pembicaraan informal dan tidak menutup kemungkinan kalau ini tidak ada penyelesaian, mengental menjadi beneran,” ujar dia.

Menurut Awi, pengajuan hak angket kepada KPU bukan hal baru. Sebab, pada 2009, DPR pernah mengajukan hak angket lantaran KPU dinilai bertanggung jawab terkait kesemrawutan Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Namun, Awi menolak jika usulan hak angket tersebut seolah diajukan DPR demi membolehkan mantan koruptor menjadi caleg. Ia mengatakan, wacana digulirkannya hak angket itu dimunculkan karena DPR tidak ingin KPU melanggar undang -undang dalam membuat PKPU. Semestinya niat baik KPU tidak dibenturkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang membolehkan mantan koruptor menjadi caleg.

Diketahui, KPU menerbitkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019. Di dalamnya memuat larangan eks narapidana korupsi menjadi caleg. PKPU tersebut diteken Ketua KPU Arief Budiman pada Sabtu (30/6).

“Bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi,” demikian bunyi pasal 7 poin 1 huruf h PKPU.

Sebelumnya, Komisi II DPR mewacanakan pansus hak angket terhadap KPU, buntut dari pengesahan PKPU Nomor 20/2018 yang salah satu isinya melarang eks napi korupsi maju pemilihan legislatif.

Diketahui, KPU menerbitkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019. Di dalamnya memuat larangan eks narapidana korupsi menjadi caleg. PKPU tersebut diteken Ketua KPU Arief Budiman pada Sabtu (30/6).

“Bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi,” demikian bunyi pasal 7 poin 1 huruf h PKPU.

Previous articleMenkumham: Aturan Larang Eks Koruptor “Nyaleg” Tak Dapat Berlaku
Next articleSeptember 2018, Angkutan Logistik Maros-Bone Makin Lancar

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here