Jakarta, PONTAS.ID – Harga minyak mentah yang cenderung naik, terjadi sejak awal Oktober 2017. Harga minyak dunia naik pada akhir perdagangan Kamis, 30 November 2017 (Jumat pagi WIB), setelah produsen OPEC dan non-OPEC yang dipimpin oleh Rusia, setuju untuk memperpanjang pemotongan produksi sampai akhir 2018, sementara juga mengindikasikan kemungkinan keluar lebih awal dari kesepakatan jika pasar terlalu panas.
Menteri energi Iran mengumumkan bahwa Nigeria dan Libya akan dimasukkan dalam kesepakatan produksi minyak, dan sebuah komunike OPEC menyatakan bahwa negara-negara tersebut tidak akan memproduksi di atas tingkat 2017 di tahun yang baru.
Menteri energi Oman mengatakan bahwa Nigeria telah sepakat untuk menghentikan produksi pada 1,8 juta barel per hari (bph).
Kesepakatan saat ini dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan produsen lainnya seperti Rusia, memangkas 1,8 juta barel per hari dari pasar dalam upaya mengatasi kelebihan pasokan global dan meningkatkan harga.
Kesepakatan tersebut akan berakhir pada Maret, tetapi ada Kamis (30/11/2017) Menteri Energi Saudi Khalid al-Falih mengatakan kepada wartawan bahwa pemotongan tersebut akan berlanjut selama sembilan bulan tambahan.
“OPEC memperpanjang pemotongan produksi sampai akhir 2018 diantisipasi secara luas, namun pernyataan bahwa Nigeria maupun Libya telah memutuskan untuk menghentikan produksi adalah sinyal bullish,” kata Abhishek Kumar, analis energi senior di Interfax Energy Global Gas Analytics.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah WTI menyentuh level US$ 58,36 per barel pada 1 Desember 2017. Dari data Ditjen Perbendaharaan Negara Kemekeu, realisasi PNBP Rp 244,3 triliun atau 93,9% dari target. Dua dari lima jenis PNBP yang dicatatkan, realisasinya telah melampaui 100%, yakni PNBP nonmigas sebesar 100,8% dari target atau Rp 23,6 triliun dan realisasi bagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar 100,4% dari target atau Rp 41,2 triliun.
Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani mengatakan, realisasi PNBP hingga akhir November 2017 telah mendekati target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) yang dipatok sebesar Rp 260,2 triliun. “Insya Allah, (hingga akhir tahun) akan lewat dari target,” kata Askolani, Jakarta, Kamis (30/11/17).
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara memproyeksi, realisasi PNBP tahun ini akan mencapai Rp 290 triliun atau 111,4% dari target dalam APBN-P 2017. “Selain karena harga batubara dan komoditas tambang yang meningkat, realisasi PNBP yang melampaui target juga dipengaruhi oleh pelemahan kurs rupiah,” terang Bhima, Minggu (3/12/17).
Faktor lain karena adanya tambahan dari surplus Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 1,7 triliun. Selain itu, juga dari pergeseran PNBP kementerian atau lembaga (K/L) menjadi pendapatan Badan Layanan Umum (BLU).
Untuk efek kenaikan harga minyak, menurut Bhima memang menguntungkan pemerintah, tapi tidak bagi Pertamina yang bertugas mendistribusikan Premium. Mengingat, saat harga minyak naik, harga Premium tetap Rp 6.500/liter.