Jakarta, PONTAS.ID – Wakil Ketua MPR Edhie Baskoro Yudhoyono menegaskan pentingnya revisi Undang-Undang Perlindungan Konsumen secara optimal, memadai, dan relevan.
Hal ini bertujuan untuk menjawab tantangan global dan perkembangan teknologi yang semakin pesat, sehingga ekonomi bangsa bisa terus tumbuh dengan konsumen yang terlindungi.
“Kami di sini tidak hanya bertugas mengawasi kegiatan pemerintahan, tetapi juga bersama pemerintah membuat undang-undang, termasuk rancangan undang-undang perlindungan konsumen yang sedang kita diskusikan hari ini,” ujar pria yang akrab disapa Ibas, Rabu (19/3/2035).
Ibas mengatakan Indonesia sebagai negara dengan populasi terbesar di Asia Tenggara memiliki potensi pasar yang sangat besar.
“Kita tahu Indonesia ini negara yang sangat besar, jumlah penduduknya 280 juta, tersebar dari Sabang hingga Merauke. Potensi ekonomi kita juga sangat besar, dan kita masih punya ruang untuk terus tumbuh,” kata Ibas.
Namun, kata dia, pertumbuhan ekonomi ini harus diimbangi dengan perlindungan konsumen yang optimal, terutama di tengah tantangan global dan perkembangan teknologi yang pesat.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI menjelaskan bahwa perkembangan teknologi, seperti artificial intelligence (AI), e-commerce, fintech, dan digital asset, telah mengubah landscape perdagangan.
“Teknologi memudahkan kita dalam berinteraksi dan bertransaksi, tetapi di sisi lain, ia juga membawa risiko jika disalahgunakan,” ucap Ibas.
Lebih lanjut, Ibas juga menyoroti tingginya jumlah pengaduan konsumen dari waktu ke waktu.
“Setiap tahun, ada sekitar 1.000 hingga 3.000 aduan, dengan kerugian mencapai ratusan miliar hingga triliun rupiah,” kata Ibas.
Ibas menambahkan, sektor-sektor yang paling sering dikeluhkan antara lain jasa keuangan, fintech, e-commerce, barang elektronik, obat-obatan, dan makanan minuman.
“Masih ada kasus-kasus seperti skincare ilegal, pinjol ilegal, dan penjualan makanan minuman, obat obatan yang tidak berkualitas,” tambahnya.
Untuk menghadapi tantangan ini, Ibas mengajak semua pihak untuk bersinergi menyusun aturan baru dengan mengedepankan asas keadilan.
“Kita perlu melakukan terobosan agar kebijakan ekonomi dan perdagangan tetap berkeadilan, sambil memberikan perlindungan yang optimal bagi konsumen,” ajak Ibas.
Ia juga menekankan bahwa UU Perlindungan Konsumen yang berlaku saat ini sudah tidak relevan.
“UU ini dibuat hampir 2 dekade lalu, sejak tahun 1999. Saat itu, perkembangan teknologi dan digitalisasi belum terbayangkan. Karena itu, revisi UU ini menjadi sangat krusial,” tutur Ibas.
Ia menyarankan beberapa langkah konkret untuk memperkuat perlindungan konsumen, seperti penyesuaian regulasi, pengawasan yang lebih ketat, dan pemberian sanksi yang tegas.
“Kita juga perlu memperkuat hak-hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha, termasuk transparansi informasi produk, jaminan mutu, dan kompensasi jika ada ketidaksesuaian,” pungkasnya.