MPR Ajak Generasi Muda Manfaatkan Bonus Demografi Indonesia

Jakarta, PONTAS.ID – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menerima kunjungan siswa Kelas XII SMA Pesantren Modern Internasional Dea Malela, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, di bawah binaan tokoh bangsa Prof. Din Syamsuddin.

Dirinya bangga, konsep pendidikan Pondok Modern Internasional Dea Malela diselenggarakan dengan mengedepankan tiga nilai keutamaan yang bertumpu pada pendidikan karakter dan wawasan kebangsaan. Yaitu, keunggulan komparatif (beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, dan religius), keunggulan kompetitif (berilmu, kritis, kreatif, inovatif, sehat, mandiri, dan percaya diri), dan keunggulan dinamik (toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab).

“Konsep tersebut selaras dengan amanat pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sistem pendidikan nasional diselenggarakan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta akhlak mulia. Amanat Konstitusi ini dimaknai, bahwa tujuan penyelenggaraan pendidikan tidak hanya sekedar untuk melahirkan sumberdaya manusia yang cerdas dan terampil saja, tetapi juga berkarakter dan berwawasan kebangsaan. Generasi muda yang berwawasan kebangsaan, adalah generasi yang berhati Indonesia, dan berjiwa Pancasila,” ujar Bamsoet saat menerima kunjungan siswa Kelas XII SMA Pesantren Modern Internasional Dea Malela, Sumbawa, NTB sekaligus Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, di Ruang Abdul Muis, Gedung Nusantara, Komplek MPR RI, Jakarta, Senin (9/11/2022).

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, saat ini bangsa Indonesia telah menapakan kaki pada fase bonus demografi, di mana komposisi komposisi penduduk didominasi oleh kelompok usia produktif. Diperkirakan, mayoritas (70 persen) dari kelompok usia produktif tersebut adalah generasi muda (berusia 15-44 tahun). Generasi muda memiliki peran penting dan strategis, baik sebagai agen perubahan, sebagai kontrol sosial, sebagai kekuatan moral, sebagai penjaga dan pelestari nilai kebangsaan, maupun sebagai generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan nasional. Singkatnya, generasi muda adalah faktor kunci yang akan menentukan seperti apa wajah Indonesia di masa depan.

“Satu hal yang perlu diingat, masa depan tidak hadir secara tiba-tiba. Masa depan dibentuk, dibangun dan ditentukan oleh apa yang kita lakukan pada saat ini. Masa depan bangsa dan negara dicapai melalui tahapan pembangunan, dengan melewati berbagai tantangan kebangsaan, dan berproses melalui dinamika zaman,” jelas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, derasnya laju modernitas zaman telah menghadirkan berbagai lompatan kemajuan di berbagai bidang kehidupan, salah satunya di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Menurut catatan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia hingga bulan Juni 2022 tingkat penetrasi internet Indonesia sudah mencapai angka 77,02 atau mencapai lebih dari 210 juta user, dan pengguna internet aktif didominasi oleh generasi muda.

“Meskipun kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, serta pemanfaatan internet pada semua lini kehidupan, telah menawarkan banyak kemudahan dan efisiensi, namun di sisi lain kita juga harus menyadari, bahwa jika tidak bijaksana dalam menyikapi kemajuan teknologi tersebut, selain dapat menghadirkan sebuah kemubaziran, juga berpotensi menimbulkan dampak negatif yang merugikan,” terang Bamsoet.

Wakil Ketua Umum SOKSI dan Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, kemubaziran tersebut dapat dilihat dari fakta bahwa besarnya angka penetrasi internet oleh generasi muda ternyata tidak berbanding lurus dengan pemanfaatan yang optimal. Sebagian besar generasi muda menggunakan internet untuk media sosial dan jejaring sosial, dan bukan hal yang produktif. Selain kemubaziran, pesatnya kemajuan teknologi juga berpotensi menimbulkan dampak negatif, misalnya lahirnya generasi yang cenderung bersikap individual dan ‘anti sosial’.

“Kita memang tidak boleh anti terhadap budaya dan peradaban asing, tapi kita juga harus selektif untuk memilih yang positif. Sehingga generasi muda kita tidak menjadi ‘lost generation’, generasi yang linglung, generasi yang tercerabut dari akar budayanya sendiri. Kita juga tidak ingin, kemajuan teknologi dan modernitas peradaban dicapai dengan mengorbankan nilai-nilai luhur, jati diri, dan budaya bangsa,” pungkas Bamsoet.

Penulis: Luki Herdian

Editor: Pahala Simanjuntak

Previous articleTony Sutrisno Sebut Diperas Oknum PMJ dalam Kasus McLaren, Ada Nama Wakapolda Hendro
Next articleMPR Dorong Peningkatan Keterwakilan Perempuan di Parlemen

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here