Raih Profesor Kehormatan, Ma’ruf Cahyono: Birokrasi dan Akademik Harus Bisa Dilaksanakan Secara Seimbang

Semarang, PONTAS.ID – Ruang Ujian Terbuka, Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Semarang, Jawa Tengah, 6 Oktober 2022, terlihat penuh.

Profesor dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Jawa Tengah seperti Universitas Djenderal Soedirman (Unsoed), Unversitas Islam Negeri Prof. KH. Saifuddin Zuhri (UIN) Purwokerto, Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto (UNU) dan Unissula memenuhi aula itu.

Tepat pukul 10.00 WIB, prosesi penyerahan surat keputusan dimulai. Sesjen MPR Ma’ruf Cahyono didampingi oleh para guru besar sebagai reivewer, yakni Prof. Dr. Gunarto; Prof. Dr. Anis Masdurohatun; Dr. Bambang Tri Bawono; dan Prof. Dr. Sri Endah Wahyuningsih; dengan dipandu oleh panitia sidang menuju ke mimbar.

Dikatakan oleh Prof. Dr. Gunarto perjuangan untuk memperoleh guru besar kehormatan dibidang hukum di Unissula semua mengikuti prosedur sesuai dengan Peraturan Mendikbud Ristek No. 38 Tahun 2021. “Ada prosedur penting yang ingin saya sampaikan terkait seseorang yang berhak mendapat gelar guru besar kehormatan,” ujarnya. Dikatakan orang itu harus melahirkan gagasan pemikiran baru di bidang hukum yang berguna untuk pembangunan bangsa dan kesejahteraan seluruh rakyat indonesia.

Ma’ruf Cahyono dikatakan telah memberikan gagasan baru yaitu melahirkan gagasan tentang Lembaga Pengkajian MPR yang telah memberi kontribusi dalam proses ketatanegaraan di Indonesia. Kontribusi itu yakni melahirkan konvensi ketatanegaraan tetang laporan kinerja lembaga-lembaga negara disetiap tahun pada bulan Agustus. 

Kedua, gagasan penting yang berguna untuk kepetingan bangsa dan negara, yakni reformasi kelembagaan MPR, di mana dari MPR lahir Lembaga Pengkajian MPR yang terus memberikan pemikiran besar sehingga MPR semakin dipercaya yang memiliki reputasi hingga dunia internasional.

Menulis dan publikasi artikel di berbagai jurnal yang terakreditasi menurut Prof. Dr. Gunarto juga telah dilakukan oleh Ma’ruf Cahyono.

Selepas pengukuhan menjadi guru besar, kepada wartawan Ma’ruf cahyono mengatakan dirinya bersyukur telah diberi amanah sebagai profesor kehormatan. Gelar ini menurutnya menjadi tujuan bagi setiap insan dalam pendidikan yang di mana di dunia itu penuh dengan nila-nilai ideal dan moral.

“Dunia akademis mendorong saya untuk lebih bersemangat karena sebagai seorang birokrat yang juga diberi tanggung jawab dalam dunia akademik,” ujar pria yang menjadi dosen magister hukum di berbagai perguruan tinggi itu.

“Antara birokrasi dan akademik dua-duanya harus bisa dilaksanakan secara seimbang,” ujar Ketua Keluarga Alumni FH Unsoed itu.

Gelar profesor kehormatan disebut memberikan kesempatan yang lebih kepada dirinya. Sebagai birokrat tentu dalam menjalankan aturan akan mendapat pengayaan dari nilai-nlai akademik yang ideal.

Dunia akademik juga demikian menjadi kaya dan  disebutnya penuh dengan warna empirik. Simbiosa antara dunia akademik dan praktek dalam penyelengaraan negara dan pemerintahan itu harus seimbang.

Banyak aspek yang telah dilakukan oleh Ma’ruf Cahyono sehingga dirinya mendapat gelar Profesor Kehormatan. Di orasi pengukuhan ada tiga hal yang dikatakan sehingga Unissula memberinya gelar itu. Pertama, dikatakan dalam membangun sistem tata negara yang demokratis diperlukan adanya akuntabilitas. 

Akuntabilitas yang dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan. Di sini MPR hadir sebagai fasilitator untuk menggelar laporan kinerja lembaga-lembaga negara. Dengan konvensi tersebut lembaga-lembaga negara sebagai pelaksana kedaulatan rakyat menyampaikan laporan kinerjanya kepada masyarakat.

Kedua,  pentingnya ideologi dan dasar negara, Pancasila, terus dibumikan dan dibunyikan dalam seluruh ruang dalam penyelenggarann kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. “Oleh karena itu Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika atau yang lebih popular disebut Empat Pilar MPR menjadi bagian penting,” ujar pria asal Banyumas, Jawa Tengah, itu. 

Diungkapkan, saat sebelum dan sesudah reformasi, nilai-nilai itu tidak menjadi perhatian. Lembaga BP7 pun dibubarkan dan peraturan terkait P4  juga dicabut. 

“Oleh karena itu inisiari dari MPR untuk membumikan dan membunyikan kembali nilai-nilai Empat Pilar,” tuturnya.

Ketiga, dalam demokrasi, suara rakyat adalah paling utama. Partisipasi publik adalah penting. Oleh karena ada terobosan yang diperlukan agar partisipasi publik itu bisa dikelola secara baik, tidak ada yang tertinggal, semua unsur terwakili, semua suara bisa diakomodir sehingga bisa diformula menjadi satu kebijakan yang nanti kembalinya juga utnuk rakyat. “Kebijakan yang demokratis berasal dari rakyat,  bisa dikontrol oleh rakyat, dan juga manfaatnya dirasakan oleh rakyat,” tegasnya.

Terlihat hadir Rektor Unissula Prof. Dr. Gunarto SH., MHum; Rektor Unsoed Prof. Dr. Ir. Akhmad Sodik MSc.Agr; Dekan FH Unsoed Prof. Dr. Muhammad Fauzan SH., MHum; dan Staf Khusus Pimpinan MPR, Prof. Dr. Djafar Hafsah. Kedatangan mereka sejak pagi di kampus perguruan tinggi terakreditasi A itu untuk menghadiri Pengukuhan dan Penyerahan Surat Keputusan Profesor Kehormatan Kepada Dr. Ma’ruf Cahyono SH., MH.

Penulis: Luki Herdian

Editor: Pahala Simanjuntak

Previous articleMPR Serukan Penyelesaian Damai Konflik Rusia – Ukraina
Next articleWabup Asahan Apresiasi Bhakti Sosial Pemuda Pancasila

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here