Jakarta, PONTAS.ID – Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan mengapresiasi sekaligus menyoroti kinerja ekonomi pada kuartal II tahun 2022 yang tumbuh 5,44 persen secara tahunan (year on year), atau tumbuh 3,7 persen secara kuartalan. Tren pertumbuhan ini, meski layak disebut membanggakan, kinerjanya masih belum optimal mengingat beberapa negara di kawasan Asean tumbuh lebih melesat. Malaysia mampu mencatat pertumbuhan 9,8 persen, Vietnam (7,72 persen), dan Filipina (7,4 persen).
Jika dilihat dari sisi produksi, tren pertumbuhan sektor utama penopang PDB, yakni industri, pertambangan, pertanian, dan perdagangan yang berkontribusi 56,59 persen PDB tidak mengalami pergerakan yang impresif. Sektor industri hanya tumbuh 4,01 persen, pertambangan (4,01 persen), pertanian (1,37 persen), dan perdagangan (4,42 persen). Sektor industri yang merupakan penopang terbesar ekonomi, trennya terus mengalami penurunan. Pada kuartal I 2013, kontribusi sektor industri mampu menopang 21,57 persen PDB, terus menurun hingga 17,84 persen pada kuartal II 2022.
“Menurunnya kontribusi sektor industri menjadi tantangan penting bagi Indonesia yang memiliki angkatan kerja yang sangat banyak. Gejala deindustrialisasi ini dalam jangka panjang akan berdampak pada melemahnya daya beli, sehingga memicu pengangguran dan kemiskinan. Ini juga menjelaskan struktur ekonomi kita tidak padat karya, sebab sektor industri memang yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Jika ternyata pertumbuhan tidak sejalan dengan keterserapan tenaga kerja, kualitas pertumbuhan ekonomi jadi patut dipertanyakan,” katanya, Selasa (16/8/2022).
BPS merilis pada Februari 2022 sebanyak 81,33 juta jiwa atau 59,97 persen dari total tenaga kerja adalah pekerja informal, meningkat dibandingkan Februari 2020 sebesar 56,64 persen. Ini berarti, jumlah pekerja formal terkontraksi 6 persen, sementara pekerja informal naik 15,6 persen. Padahal pekerja informal sangat rentan dengan gejolak ekonomi serta tidak adanya kepastian dan jaminan keberlanjutan pekerjaan. Tidaklah mengherankan jika sektor pertanian menyerap tenaga kerja terbanyak (1,86 juta), disusul industri (850 ribu), dan perdagangan (640 ribu) orang.
“Pada akhirnya membaca statistik secara makro tidak cukup menjawab persoalan aktual dan nyata yang terjadi. Jika ekonomi hanya tumbuh secara eksklusif, tanpa partisipasi dan kebermanfaatan bagi sebagian besar warganya, tentu kita perlu bersabar melakukan selebrasi dan euforia. Kita mengharapkan fundamental ekonomi yang tangguh dan berkelanjutan, tidak mudah rapuh dihadang gejolak ekternal. Daya tahan ekonomi ini perlu ditopang oleh penguatan sektor industri, yang sayangnya semakin melemah,” tutup Syarief.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Pahala Simanjuntak