Pertamina Belajar ‘ESG Financing’ ke PLN

Dok. Pertamina

Jakarta, PONTAS.ID – Guna mendukung peningkatan nilai usaha pada perusahaan, Pertamina tekun melakukan benchmarking ke perusahaan yang telah siap menerapkan Environment, Social, Government (ESG) Sustainability Financing. Salah satunya, Pertamina menyerap ilmu dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Senior Vice President Corporate Finance Pertamina, Bagus Agung Rahadiansyah, mengatakan, selain mendukung peningkatan nilai usaha, Pertamina ingin lebih menggali ilmu, strategi, perencanaan, hingga eksekusi PLN melakukan ESG Sustainability Financing.

“Sesuai aspirasi manajemen dan pemegang saham, tujuan adanya benchmarking ini adalah untuk peningkatan nilai usaha, kami tahu bahwa PLN sudah two step ahead menuju eksekusinya. Tidak hanya sudah menyiapkan strateginya tapi sudah siap terkait ESG financing dan 2021 sudah siap eksekusi,” ujarnya, dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (29/1/2021).

Melalui benchmarking ini membuat Pertamina semakin menambah wawasan dalam hal perencanaan strategi besar yang berkelanjutan secara keuangan. Pertamina berharap setelah kegiatan ini, ada keberlanjutan pembelajaran yang nantinya bisa diterapkan.

“Harapannya, kami mendapatkan gambaran, perluasan wawasan mengenai perencanaan sustainable grand strategy terkait perencanaannya, persiapan pasarnya, langkah-langkahnya, atau hal-hal yang harus kami pahami, atau aware dalam mempersiapkan strategi ESG financing,” kata Bagus.

Executive Vice President Keuangan Korporat PLN, Teguh Widhi Harsono, menyampaikan, ESG Awareness ini sudah dilakukan oleh PLN sejak 2012 lalu. Sejak dulu, PLN melakukannya melalui skema pendanaan Export Credit Agency (ECA).

“Semua insan PLN termasuk HSE, proyek manajemen office di unit, kami induksi menggunakan prinsip ECA,” ujar Teguh.

Kenapa ECA? Teguh melanjutkan, ada beberapa hal yang membuat PLN menggunakan ECA. Di antaranya, karena tidak memerlukan jaminan pemerintah. Kemudian nilai pinjaman < USD 550 million/paket kontrak. Lalu, tenor minimum 10 tahun.

“Selain itu karena porsi pinjaman minimal bisa meng-cover 70 persen nilai EPC contract price dimana 51 persen dari total pinjaman harus dicover dari ECA, tingkat bunga tersedia dalam fixed rate basis dan lebih rendah dari pinjaman komersial, dan terakhir jaminan kualitas produk mengingat berasal dari OECD dan prefer ke OECD guidelines dalam proses implementasinya,” tuturnya.

Penulis: Riana

Editor: Luki Herdian

Previous articleGubernur Bali Dukung Penuh Inisiatif Energi Bersih Pertamina
Next articleSandiaga Ajak Pengusaha dan Profesional Bekerja dari Bali

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here