Jika Unras Berkepanjangan, Pengusaha Khawatir Perusahaan Bisa Bangkrut

Demo Buruh Tolak RUU Cipta Kerja
Demo Buruh Tolak RUU Cipta Kerja

Jakarta, PONTAS.ID – Masifnya aksi unjuk rasa (Unras) menolak UU Cipta Kerja sudah disahkan Pemerintah-DPR setiap hari di seluruh wilayah Indonesia membuat
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) khawatir jika unjuk rasa berlarut dapat mempercepat kebangkrutan perusahaan.

Wakil Ketua Apindo Bidang Ketenagakerjaan Bob Azzam mengingatkan buruh bahwa segala aksi yang yang dilakukan saat ini memiliki konsekuensi. Ia bertutur, jika perusahaan kian merugi di tengah pandemi dan berakhir gulung tikar, kaum buruh juga yang akan merasakan dampaknya yaitu kehilangan pekerjaan.

Ia menyebut demonstrasi massal tersebut mengganggu operasi harian perusahaan. Menurutnya, pengusaha dibebankan kerugian lebih dalam, sekitar 15 persen – 30 persen dari total operasi yang saat ini masih landai di kisaran 40-60 persen dari normal.

Dia mengklaim banyak perusahaan yang hingga saat ini beroperasi dalam keadaan rugi. Menurutnya, usaha baru dapat dinyatakan untung jika mampu melampaui titik impas (break even point) yakni beroperasi dengan kapasitas atau volume 60 persen.

“Banyak perusahaan yang beroperasi rugi, ditambah lagi dengan kerugian dari aksi demo ini, jangan mempercepat orang untuk tutup usahanya,” kata Bob di Jakarta, Rabu (14/10/2020).

Selain tertekannya operasional harian usaha, sambungnya, aksi demo juga berimbas pada ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kuota ekspor. Jika demikian, pengusaha lah yang akan menanggung denda atas keterlambatan pengiriman.

Belum lagi soal logistik yang terhambat. Oleh karena itu, ia berharap para buruh dapat kembali mempertimbangkan rencana aksi demo puncak sekaligus memperingati setahun Jokowi-Ma’ruf yang dijadwalkan pada tanggal 20-22 Oktober mendatang tersebut.

Kendati demikian, ia mengaku tak melarang aksi demonstrasi buruh. Ia menilai demonstrasi merupakan hak buruh yang diatur dalam undang-undang.

“Unjuk rasa adalah hak buruh tetapi masing-masing pihak harus memenuhi kewajibannya, perusahaan memenuhi kewajibannya bayar gaji dan karyawan memenuhi kewajibannya dengan bekerja,” imbuh dia.

Jika dihitung sejak 6 Oktober lalu hingga 22 Oktober nanti, terhitung para buruh melakukan aksinya selama 2 minggu berturut-turut. Semakin lama buruh tak masuk kerja atau mangkir, semakin besar pula potensi mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Oleh karenanya, ia mengingatkan buruh agar betul-betul paham dengan akibat dari aksi demonstrasi tersebut. “Kami juga tidak mau pakai nada mengancam tapi harus ada kesadaran, dan mengenai tindakan (PHK), diserahkan kepada perusahaan masing-masing,” ucap dia.

Penulis: Luki Herdian

Editor: Idul HM

Previous articleUU Cipta Kerja Cermin Solidaritas kepada Industri Kecil
Next articleEmas Antam Anjlok Lagi, Cek di Sini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here