Jakarta, PONTAS.ID – Kesesuaian lahan dan iklim sangat mendukung pengembangan sebuah komoditas di suatu wilayah tertentu. Komoditas yang dikembangkan dengan memperhatikan lahan dan iklim akan lebih efisien karena memerlukan biaya yang lebih kecil.
Pengeluaran kecil tersebut disebabkan oleh input pupuk dan pemeliharaan yang tidak terlalu tinggi, apabila dibandingkan dengan wilayah lain yang kurang mendukung agroklimatnya.
Begitulah yang terkesan saat mengunjungi Kab Mandailing Natal, Sumatera Utara. Sejumlah petani milenial di sana mengembangkan pepaya di daerah Panyabungan Barat dan Nagajuang. Luas budidaya yang diusahakan sudah mencapai 60 hektar dan direncanakan akan dikembangkan seluas 100 hektar.
“Komoditas pepaya dari Mandailing ini dapat bertahan selama 2 minggu di dalam suhu ruang, berbeda dengan pepaya dari daerah lain yang hanya bertahan sekitar 3 hari,” ujar Putra Lubis saat dihubungi melalui sambungan telefon Rabu (24/6/2020).
Pengakuan tersebut berdasarkan pengalaman dengan pengusaha di Medan sebagai relasi usaha pemasarannya.
“Usaha budidaya pepaya ini disebabkan lesunya harga karet yang banyak diusahakan petani Mandailing sebelumnya. ” Jelas petani milenial tersebut. “Selain itu, saya mulai mengenal varietas calina dari bogor dan saya kembangkan di sini,” tambah Putra.
Dijelaskan Putra, varietas papaya California ini termasuk jenis unggul dan berumur genjah, pohon/batangnya antique kerdil/lebih pendek dibanding jenis papaya lain, tinggi tanaman sekitar 1,5 – 2 meter dan sudah bisa dipanen setelah berumur 8 – 9 bulan.
“Pohonnya dapat berbuah hingga umur mencapai empat tahun,” jelas dia.
Pepaya tersebut dikembangkan untuk menjawab kebutuhan industri makanan di Kota Medan. Relasi pemasaran dan produksi sudah berjalan dengan baik sehingga petani tidak terlalu dipusingkan dengan harga yang diterima saat panen.
“Saat ini kebun pepaya di Nagajuang sudah menyuplai kebutuhan konsumen sebesar 30 ton per minggu. Sedangkan Panyabungan Barat menyuplai pepaya 45 ton per minggu,” bebernya.
“Bahkan, pihak industri pengolahan pepaya berencana akan mendirikan pabrik jika luas pepaya sudah mencapai 100 hektar,” lanjutnya.
Hasil ini tentunya menjadi sebuah peluang yang menjanjikan mengingat saat ini tengah terjadi wabah Covid-19, yang menyebabkan terjadi kelesuan ekonomi di tingkat domestik. Harga jual yang diterima petani saat panen raya bisa jatuh karena kurangnya penyerapan produksi.
Selain itu, rantai pasok pepaya sudah terbentuk sehingga pengembangan bisa dilakukan dalam skala yang lebih luas. Rantai pasok dimulai dari input, budidaya, dan yang terpenting adalah pemasaran.
“Pengembangan komoditas yang didasari ayas kebutuhan konsumen akan lebih menjamin keberlangsungan dari budidaya tersebut,” pungkasnya.
Menanggapi keberhasilan pengembangan pepaya ini, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Mandailing Natal, Siar Nasution berkomitmen akan membantu pengembangan dari sisi teknologi dan sarana prasarana pepaya calina ini. Ini sebagaimana yang sering disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
“Kami sudah merencanakan akan mendukung pengembangan ini dengan pembuatan rumah kompos, bantuan input pertanian, dan perluasan lahan di tahun 2020,” kata Siar Nasution saat dikonfirmasi.
Pengembangan selanjutnya, kata dia, bisa dilakukan dengan melakukan standarisasi dan membangun brand ‘Ketahanan Pepaya 2 Minggu.
“Ini akan menjadi keistimewaan sendiri dari pepaya mandailing ini, itu akan menjadi branding yang menarik,” jelas dia.
“Jika pengembangan ini berjalan dengan baik, dan kebutuhan wilayah domestik sudah bisa dipenuhi, tentu akan berpeluang ekspor,” tambah Siar Nasution.
*_Demplot Pepaya Calina_*
Kepala BPTP Sumut, Khadijah L Ramza dalam kunjungan koordinasi LTT (20/6) juga sempat meninjau kebun pepaya tersebut.
Sebagai perbandingan, teknologi dalam agroklimat yang sama, BPTP Sumut sebagai sumber teknologi pertanian berencana akan membuat demplot dengan varietas pepaya merah delima.
Pepaya merah delima merupakan produk varietas unggul pepaya yang dihasilkan oleh Balai Penelitian Tanaman Buah (Balitbu) Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Warna daging buahnya merah oranye, daging buah tebal (> 3 cm), rasa sangat manis.
“Potensi produktivitas di atas 70 ton/ha, dan ukuran buah sedang dengan bobot rata-rata 1,2 kg/buah,” lanjut dia.
Keistimewaan yang dimiliki oleh pepaya calina Mandailing ini tentunya perlu dipertahankan. Hal itu dapat dilakukan dengan menjaga agroekosistem terutama kesuburan tanah. Tanah lebih mudah mengalami degradasi dibandingkan dengan iklim karena tanah sangat berhubungan dengan perilaku manusia.
“Degradasi kesuburan tanah akan terjadi jika petani tidak memperhatikan pola pemupukan. Hal inilah yang perlu dijaga agar produktivitas pepaya tetap terjaga,” beber dia.
Radjab, selaku penyuluh pertanian setempat menjelaskan bahwa pepaya mudah dibudidayakan. Namun perlu diwaspadai ada beberapa tanaman yang terkena pucuk kuning.
Hal ini sudah dilakukan penanganan yang tepat melalui pengendalian hama terpadu.
“Selain itu, drainase dan kebersihan kebun juga perlu dijaga agar tidak menjadi sumber hama penyakit,” jelasnya.
Dikonfirmasj secara terpisah, Direktur Buah dan Florikultura Kementerian Pertanian, Liferdi Lukman, mengungkapkan bahwa Kementan sangat mendukung adanya pengembangan pepaya ini di Kabupaten Mandailing Natal.
Pepaya California sebenarnya dilepas dengan nama Calina sejak tahun 2010 yang merupakan hasil persilangan yang dilakukan oleh pemulia tanaman dari IPB dan sudah banyak dikembangkan dalam skala komersial. Namun, pedagang banyak mengenalkan pepaya jenis ini dengan nama California.
“Mereka mengaku dengan nama California, harga jualnya menjadi lebih tinggi,” tambah Liferdi.
Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, Liferdi berharap pepaya yang memiliki rasa manis legit ini dapat tembus pasar luar negeri.
“Ini sesuai dengan arahan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, bahwa komoditas hortikultura diharapkan dapat didorong untuk akses pasar ekspornya hingga tiga kali lipat,” kata dia.
Beberapa waktu yang lalu, aku Liferdi, ada eksportir meminta 1-1,5 Ton pepaya kualitas ekspor dengan ukuran 1-1,2 kg per buah.
“Dan ini sesuai dengan karakteristik pepaya varietas Calina dan Merah Delima,” jelas Liferdi.
Liferdi berharap peluang pasar ekspor pepaya tersebut dapat ditangkap dan dimanfaatkan oleh petani dan pelaku usaha pepaya dari Kabupaten Mandailing Natal.
Dikonfirmasi melalui sambungan telephone, Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto memberikan apresiasi terhadap petani dan Pemda Kabupaten Mandailing Natal, yang telah antusias dalam mengembangkan pepaya jenis Calina ini.
Anton, sapaannya, mengatakan bahwa buah-buahan lokal yang berpotensi ekspor perlu digenjot produksinya dan diperbaiki mutunya.
“Tentunya semua pihak harus terlibat dan berkomitmen,” jelas dia.
Direktorat Jenderal Hortikultura memiliki program pengembangan kawasan dalam rangka meningkatkan produksi, mutu dan daya saing produk hortikultura.
“Kita ada Badan Litbang yang punya segudang teknnologi yang update. Sehingga kolaborasi dari semua pihak dari hulu hingga hilir, diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih untuk petani hortikultura di seluruh Indonesia pada umumnya pada petani buah Mandailing Natal pada khususnya,” pungkas Anton.
Penulis: Yos Casa Pendidikan F
Editor: Idul HM