Miliki Kewenangan dalam PEN, DPR Minta OJK Jaga Objektifitas dan Profesionalitas

Anis Byarwati
Anis Byarwati

Jakarta, PONTAS.ID – Salah satu wewenang OJK dalam program pemulihan ekonomi nasional adalah penilaian kesehatan perbankan.

OJK menggunakan metode penilaian sesuai dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.8/POJK.03/2016 tentang Penilaian tingkat kesehatan bank umum menggunakan pendekatan resiko atau risk base bank rating yang dilakukan berstandar list yang komprehensif terhadap kinerja profil resiko permasalahan yang dihadapi dan prospek penerimaan bank.

Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati, mempertanyakan tingkat relevansi pendekatan resiko selama masa pandemi Covid-19 di saat fakta menunjukkan bahwa semua sektor ekonomi terpukul. “Apakah pendekatan ini masih relevan? Dan dimana tingkat relevansinya ?” tanya Anis di Jakarta, Jumat (19/6/2020).

Dalam kapasitasnya sebagai Anggota Komisi XI DPR RI yang bermitra dengan OJK dan Perbankan, Anis juga menyorotip pemberlakuan kebijakan relaksasi bank umum konvensional dan bank umum syari’ah.

Anis mempertanyakan dampak yang ditimbulkan dalam kaitannya dengan pelaporan, perlakuan atau goverments atas kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi. Begitu juga dengan dampaknya terhadap penyesuaian implementasi beberapa ketentuan perbankan selama periode relaksasi dan dampaknya terhadap penundaan implementasi Basell III Reform.

Terkait penilaian kesehatan bank yang menjadi wewenang OJK dimana penilaian meliputi kualitatif dan kuantitatif, Anis menyoroti aspek kualitatif yang sangat mungkin penilaian bersifat subjektif. Unsur yang dinilai secara kualitatif diantaranya yaitu tata kelola resiko, kerangka managemen resiko, proses managemen resiko kecukupan SDM, kecukupan sistem informasi managemen, dan kecukupan sistem pengendalian resiko dengan memperhatikan karakteristik dalam kompleksitas bank. Tidak dapat dipungkiri, semua aspek ini sangat bernilai subjektif.

“Kita ingin tahu, bagaimana dan apa usaha OJK untuk mempertahankan objektifitas penilaian ini, sehingga informasi yang diberikan kepada menteri keuangan adalah informasi yang objektif dan akurat,” ujar politikus PKS ini.

Hal lain yang ditanyakan Anis adalah bagaimana proyeksi OJK terhadap tingkat keberhasilan dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk bagian yang menjadi core kewenangan dan tugas OJK serta dampak dari kebijakan yang diambil OJK dalam rangka memberi stimulus pada industri jasa keuangan.
“Bagaimana proyeksi tingkat keberhasilan dari program PEN dan bagaimana dampak stimulus pada industri jasa keuangan terhadap anggaran OJK hingga 2023?” tanyanya lagi.

Politikus dari Daerah Pemilihan DKI Jakarta 1 ini, juga mengomentari rilis yang dikeluarkan oleh Satgas Investigasi pada 22 Mei 2020 tentang 50 fintech ilegal berkedok koperasi simpan pinjam. Penyebutan beberapa nama koperasi, memancing reaksi dan gelombang protes.

Dan ketika gelombang protes terjadi, satgas mengeluarkan rilis susulan pada tanggal 29 Mei 2020 sebagai koreksi atas rilis terdahulu dengan menyebutkan beberapa fintech yang ternyata bukan fintech ilegal.

Mengenai kasus ini, Anis mengingatkan agar jangan sampai terulang lagi karena sangat terkait dengan profesionalitas OJK. Walaupun sudah dikeluarkan rilis baru, tidak serta merta membuat koperasi yang disebut namanya itu terpulihkan.  “Recoverynya tidak semudah itu. Dan profesionalitas OJK disoroti masyarakat,” pungkasnya.

Penulis: Luki Herdian

Editor: Pahala Simanjuntak

Previous articleTahun 2024, 98 Persen Penduduk RI Harus Terdaftar Program JKN
Next articleRI Peringkat 1 Covid-19 di ASEAN, DPR: Indikator Kesehatan Lain Juga Jeblok

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here