Jakarta, PONTAS.ID – Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Masyarakat Singkong Indonesia (MSI), Suharyo Husen mengaku heran dengan adanya pihak yang tidak suka dengan kinerja ekspor pertanian yang naik dan nercara perdagangan surplus. Pihak tersebut hanya menyoroti sisi impor saja dan kali ini terkait impor singkong atau tapioka, sehingga patut dipertanyakan dibalik sorotannya tersebut.
“Dalam hal perdagangan global, ekspor impor itu adalah hal yg lumrah. Impor bukan hal tabu bila kita membutuhkan untuk komoditas tertentu dan sebaliknya kita ekspor komoditas lainnya yang jauh lebih besar karena kita sudah surplus,” demikian kata Suharyo di Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Padahal, jelas Suharyo, walaupun Indonesia masih impor tapioka, itu nilainya tidak besar karena sudah ketutup berlipat-lipat dari ekspornya sawit. Untuk diketahui Indonesia itu ekspornya jauh lebih banyak sehingga neraca perdagangan pertanian surplus.
“Tetapi mengapa ada kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat Indonesia selalu melihat dari sisi kekurangannya saja. Baru baru ini memberitakan tentang impor tapioka, Ada apa ya kok mereka selalu memberitakan impar-impor?,” cetusnya.
“Mengapa tidak memberitakan kalau kita juga sudah ekspor dan naik drastis 9 hingga 10 juta ton dan neraca perdagangan pertanian 2018 surplus sekitar USD 11 miliar. Kenapa hal positif ini tidak beritakan ekspor?,” sambung Suharyo.
Suharyo menekankan seyogyanya disadari suatu negara itu hidup berbangsa-bangsa dan bekerjasama dengan negara lain, saling membutuhkan dan tidak bisa berdiri sendiri bahkan bukan makluk yang paling sempurna. Karenanya, sebagai komponen bangsa tentunya harus ikut bangga dan mendukung atas upaya Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mendorong laju ekspor dan mengedalikan impor.
“Kementan telah kerja keras mati matian menjalankan kebijakan, program dan melawan mafia pangan, mafia impor sehingga bisa menaikkan ekspor 9-10 juta ton selama lima tahun terakhir dan bahkan neraca perdagangan pertanian 2018 surplus USD 11 miliar disaat sektor lain melemah,” terangnya.
“Prestasi luar biasa ini tidak dilihat oleh mereka sebagai komponen bangsa? Tapi belum banyak menyoroti impor impor nya saja?,” pintanya.
Oleh karena itu, Suharyo menilai cara pandang mereka itu ibarat mengomentari air minum yang hampir penuh dalam satu botol dan masih ada sedikit rongga udara. Mereka selalu bicara sisi celah kosongnya rongga udara walau jumlahnya sedikit, seolah tidak bersyukur atas nikmatnya air yang hampir penuh di dalam botol itu.
“Kami berharap semoga ke depan kita menjadi insan yang semakin sadar, menghargai serta selalu bersyukur kepada-Nya atas nikmat nikmat yang diberikan,” pungkasnya.
Penulis: Hartono
Editor: Idul HM