Saksi Tak Menyakinkan, TKN Yakin Menang

Jakarta, PONTAS.ID – Tim Kampanye Nasional (TKN) 01 meyakini akan kemenangan Jokowi-Amin di Mahkamah Konstitusi (MK).

Keyakinan itu semakin kuat setelah sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) selesai dilakukan.

“Dari hasil sidang atas saksi dan ahli dari pemohon, saya melihat sangat tidak tergambar adanya TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) seperti yang diungkapkan BPN dan Bambang Widjojanto sejak awal,” ujar juru bicara TKN, Razman Arief Nasution, dalam diskusi Polemik MN Trijaya, di De Consulate, Jakarta, kemarin.

Razman mengatakan apa yang disampaikan oleh pihak 02 dalam sidang, khususnya melalui saksi, tidak menggambarkan dengan kuat adanya tuduhan kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif. Begitu juga dengan keterangan yang diungkapkan oleh ahli pihak 02.

“Apalagi, ada saksi misalnya yang memberikan keterangan palsu. Itu sedang kami dalami apakah akan kami bawa ke ranah hukum. Ada juga yang ternyata terdakwa dan merupakan tahanan kota menjadi saksi dari 02,” ujar Razman.

Ia pun sangat yakin atas integritas dan profesionalisme para hakim konstitusi. Hal itu bukan penilaian subjektif kubu 01. Namun, itu merupakan hal yang bisa disaksikan dan dinilai langsung oleh masyarakat Indonesia.

Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Hendarsam Marantuko, mengatakan bahwa pihaknya merasa kurang puas dengan apa yang telah berjalan di MK.

Salah satunya karena terbatasnya jumlah saksi yang bisa ditampilkan dalam persidangan.

“Kita menghadirkan 14 saksi, 2 ahli, sekitar 190 alat bukti, ada sekitar 80 video. Rasanya kurang puas dari sisi kuantitasnya,” ujar Hendarsam.

Menurutnya, mereka telah menyiapkan sekitar 30 saksi. Namun, aturan MK membuat banyak sasi mereka tidak dapat ditampilkan. “Dari sisi alat bukti saksi apakah bisa mengover kalau hanya segitu? Misalnya, kalau Indonesia itu ada 34 provinsi, setidaknya harus ada 34 saksi untuk setiap provinsi. Jadi kalau dibilang tidak puas, kami cukup tidak puas, tapi ya mahkamah sudah putuskan begitu. Apalagi, ini sidang yang berjalan cepat mau tidak mau harus ikut aturan.”

Lelah
Pakar psikologi politik Irfan Aulia menambahkan, kalau melihat kondisinya saat ini, masyarakat cenderung lelah dengan berbagai drama dan ketegangan akibat pemilu, khususnya pilpres. Kemarahan mereka telah tertumpahkan pada peristiwa kerusuhan bulan Mei lalu.

“Tensi politik mereda karena memang sudah luka. Mereka tidak akan lagi bergerak-gerak. Yang paling parah sudah lewat 22 Mei. Publik marah sekali, tapi kemudian mereda,” ujar Irfan.

Meski begitu, Ifran mengatakan bahwa potensi ketegangan tetap masih ada. Setidaknya sampai Oktober 2019 ketika presiden baru dilantik, khususnya di dunia maya.

Untuk saat ini, ketegangan memang cenderung menurun. Namun, menurunnya tensi itu masih belum terlihat signifikan di dunia maya.  Polarisasi masih terlihat jelas di dunia maya meski di kehidupan nyata juga belum sepenuhnya menghilang.

“Dunia maya itu akan punya pengaruh kalau ceritanya lama dan panjang waktunya. Untuk pemilu ini jedanya panjang, dari sebelum April sampai Oktober nanti, jadi mau tidak mau akan terus ada informasi beragam soal pemilu dan pilpres yang memicu ketegangan,” ujar Irfan.

Salah satu yang dapat dilakukan untuk meredam ketegangan dan polarisasi yang efektif ialah elite politik berhenti menampilkan drama dan pertikaian politik di depan publik. Dengan begitu, publik akan mendapat kesan damai dan tenteram.

Penulis: Hartono

Editor: Idul HM

Previous articlePabrik Macis Terbakar, Polisi Tangkap Pemilik dan Manajer
Next articleKLHK Segel Tempat Pembuangan Sampah Ilegal di Bogor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here