Kemenpar: ISTC sebagai Instrumen Pengontrol Dampak Sosial Kepariwisataan

(dok.Kemenpar)

Jakarta, PONTAS.ID – Kementerian Pariwisata (Kemenpar) memperkenalkan Indonesia Sustainable Tourism Certification (ISTC) sebagai instrumen untuk mengontrol dampak sosial, dalam pembangunan kepariwisataan di Tanah Air.

Dalam FGD Analisis PESTEL yang berlangsung di Hotel Mercure Sabang, Jakarta Pusat, Peneliti Senior bidang Kepariwisataan Kemenpar, Roby Ardiwidjaja mengatakan bahwa pemberian sertifikat ISTC menjadi tanda bahwa destinasi pariwisata tersebut sudah menerapkan prinsip-prinsip kepariwisataan berkelanjutan (sustain).

Pariwisata berkelanjutan mengedepankan unsur sosial dengan melestarian sumber daya alam dan budaya masyarakat setempat atau 3P; people, planet, prosperity.

“Destinasi yang mendapat ISTC, kalau dalam dua tahun tidak menjalankan prinsip pelestarian budaya dan lingkungan, bisa langsung dicabut,” kata Roby dalam siaran pers Kemenpar, Jumat (17/5/2019).

Dia pun menuturkan, bahwa kebudayaan masyarakat setempat menjadi aset pariwisata, karena wisatawan tertarik berkunjung ke suatu destinasi lantaran ada daya tarik berupa keunikan budaya di dalamnya.

Keunikan budaya masyarakat Indonesia pun, lanjut Roby, masih dapat dijumpai di desa-desa. Sehingga sangat tepat bila perhatian pembangunan kepariwisataan difokuskan pada desa atau desa wisata, yang ada di sekitar desinasi pariwisata.

Sementara itu Heriyanti Ongkodharma dari Universitas Indonesia (UI) menilai bahwa masyarakat pedesaan menjadi benteng terakhir dalam mempertahankan ‘wajah kebudayaan’ masyarakat Indonesia.

“Pembangunan kepariwisataan harus menjaga dan melestarikan budaya masyarakat setempat. Oleh karena itu, perlu diberlakukan ‘Amdal Budaya,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Asosiasi Tradisi Lisan (Pakar Tradisi Lisan), Pudentia. Dimana dia mengatakan bahwa tradisi lisan sebagai produk kebudayaan masyarakat, menjadi salah satu daya tarik pariwisata.

“Tradisi lisan menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan,” tuturnya.

Dia mencontohkan, salah satu keberhasilan sektor pariwisata Malaysia yakni karena sukses menggembangkan tradisi lisan Suku Dayak yang unik dan menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke negara bagian Sabah dan Serawak Malaysia.

Sementara Janianton Damanik dari Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai bahwa pembangunan pariwisata telah menciptakan perubahaan ekonomi dan ekologi di lingkungan masyarakat.

Dia menilai telah terjadi lompatan terlalu cepat sehingga banyak masyarakat setempat tidak siap dari sebelumnya mereka memiliki budaya berbasis agraris kemudian harus cepat beralih ke budaya industri jasa.

Dalam berbagai kesempatan Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya juga telah menegaskan, pengembangan kepariwisataan berkelanjutan atau (Sustainable Tourism Development/STDev) mengacu pada standar global UNWTO dan GSTC (Global Sustainable Tourism Council).

Dalam standar GSTC mempertimbangkan tiga aspek utama yaitu aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi baik untuk saat ini maupun masa depan dengan pendekatan pada 3P (People, Planet, Prosperity) dan Management.

Pendekatan ‘people’ sebagai upaya pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung, sedangkan ‘planet’ untuk pelestarian lingkungan.

Sementara itu pendekatan ‘prosperity’ sebagai pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal, dan pendekatan manajemen sebagai tata kelola destinasi pariwisata berkelanjutan dengan mengedepankan semboyan ‘Semakin Dilestarikan, Semakin Menyejahterakan’.

Program STDev diawali dengan Sustainable Tourism Destination (STD), yaitu penerapan konsep pariwisata berkelanjutan di destinasi wisata yang dikerjasamakan dengan Pemda.

Kemudian dilanjutkan dengan Sustainable Tourism Observatory (STO) yaitu pemantauan beberapa destinasi yang dikerjasamakan dengan 5 universitas, yaitu destinasi Sleman (Yogyakarta) bekerja sama dengan UGM, Pangandaran (Jabar) dengan ITB, Sanur (Bali) bekerja sama dengan Universitas Udayana, Sesaot (NTB) bekerja sama dengan Universitas Mataram, dan Pangururan Samosir (Sumut) bekerja sama dengan Universitas Sumatera Utara.

Penulis: Risman Septian
Editor: Luki Herdian

Previous articleAsisten III Ajak Masyarakat Asahan Perkuat Tali Persaudaraan
Next articlePerkenalkan, Kopi HOAX yang Tidak Dapat Dipidana

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here