DPR dan Pemerintah Sukses Pangkas Perizinan dari 9 menjadi 6

Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet).

Jakarta, PONTAS.ID – Ketua DPR Bambang Soesatyo mengingatkan, salah satu tugas pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat, diantaranya pelayanan di bidang perizinan.

Dengan kemudahan di bidang perizinan akan meningkatkan kemudahan dalam berusaha. Sehingga, birokrasi dapat dipangkas, waktu dan biaya pengurusan dapat dikurangi.

“DPR RI dan pemerintah terus berupaya melakukan Reformasi Birokrasi, dari total jumlah prosedur yang sebelumnya 94 bisa dipangkas menjadi 49. Begitu juga perizinan yang sebelumnya berjumlah 9, dipotong menjadi 6. Jika sebelumnya membutuhkan waktu 1.566 hari, kini dipersingkat menjadi 132 hari,” ujar pria akrab disapa Bamsoet, Minggu (4/11/2018).

Politisi Partai Golkar ini memaparkan, sepuluh indikator tingkat kemudahan berusaha dari World Bank antara lain, kemudahan memulai usaha, kemudahan perizinan terkait pendirian bangunan, kemudahan pembayaran pajak, kemudahan akses perkreditan, kemudahan penegakan kontrak, kemudahan penyambungan listrik, kemudahan perdagangan lintas negara, kemudahan penyelesaian perkara kepailitan, dan perlindungan terhadap investor minoritas. World Bank mencatat, dengan adanya reformasi kemudahan berusaha, telah menaikan posisi Indonesia dalam ease doing to business menjadi peringkat 73. Sehingga kepercayaan para investor untuk berinvestasi semakin meningkat.

“Data dari World Bank menunjukan adanya perbaikan indeks kualitas administrasi lahan dari 11,3 pada 2016-2017 menjadi 14,5 pada 2017-2018. Pada 2016-2017, biaya pengurusan perizinan mencapai 10,9 persen pendapatan per kapita. Bisa dihemat menjadi 6,1 persen pendapatan per kapita pada 2017-2018,” tutur Bamsoet.

Mantan Ketua Komisi III DPR RI menerangkan, pemerintah telah menerapkan Online Single Submission (OSS) sebagai upaya menjalankan reformasi kemudahan berusaha. Penerapannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Sehingga, bisa memangkas birokrasi serta mengurangi biaya dan waktu pengurusan.

“Kelahiran UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal merupakan bukti komitmen DPR RI bersama pemerintah dalam mendorong percepatan reformasi kemudahan berusaha. Jika ada peraturan lain yang dirasa menghambat bagi dunia usaha atau realisasinya kurang tepat di lapangan, seperti yang terjadi pada PP Nomor 24 Tahun 2018, DPR RI akan menjadi jembatan kepada pemerintah agar bisa mengoreksinya,” terang Bamsoet.

Wakil Ketua Umum KADIN ini mengaku banyak mendapat masukan dari pelaku dunia usaha mengenai PP Nomor 24 Tahun 2018 yang kurang memberikan penjelasan mengenai izin yang belum efektif atau izin usaha komitmen. Izin ini dikhawatirkan akan merugikan apabila pengusaha tidak mengerti bahwa izinnya belum efektif dan sudah melakukan usaha. Akibatnya, apabila ada pengawasan, usahanya bisa ditutup.

“Sebagai turunan dari UU, PP seharusnya tak melahirkan polemik baru. Sayang jika keberadaannya bukan mempermudah, tetapi malah mempersulit. Sesuai tugas dan fungsi di bidang pengawasan, DPR RI bisa meminta penjelasan pemerintah mengenai keberadaan PP tersebut, sehingga kita bisa cari jalan keluarnya bersama,” jelas Bamsoet.

Bagi Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini, adanya peraturan yang dianggap kurang tepat, bukanlah hal yang perlu dibesar-besarkan. Terpenting, pemerintah dan DPR RI tetap mau membuka ruang dialog dan mendengar aspirasi berbagai kalangan.

“Kunci utama dari berhasilnya reformasi birokrasi adalah terbukanya ruang dialog antara pemerintah dan DPR RI dengan berbagai kalangan masyarakat. Selama ruang dialog tersebut selalu terbuka, apapun hambatan dan tantangan yang terjadi dilapangan, akan bisa kita bereskan bersama,” pungkas Bamsoet

Previous articleBela Negara Suatu Kewajiban dan Keharusan
Next articlePretty Asmara Meninggal Dunia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here