Jakarta, PONTAS.ID – Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyatakan, sistem presidensial di Indonesia ternyata memiliki campuran dari paham sosialisma cina.
Ini berarti Indonesia tidak menerapkan sistem presidensial secara murni.
Refly menjelaskan, hanya ada dua sistem politik atau demokrasi yang di dunia, yakni parlementer dan presidensial.
Para pendiri bangsa memilih sistem Presidensial, karena ini yang paling cocok. Sementara sistem parlementer, kata Refly, adalah anak kandung liberalisme.
“Itulah mengapa para pendiri bangsa menolaknya. Kita tahu liberalisme itulah yang menimbulkan keserakahan. Sistem ekonominya kapitalisme, tapi efeknya kolonialisme ada di mana-mana,” kata Refly, Jumat (26/10/2018).
Parlementer banyak dianut negara-negara Eropa Barat dan presidensial dianut Amerika Serikat dan negara-negara Amerika Latin.
Namun, presidensial yang dianut Indonesia juga tidak murni. Ada campurannya yang berasal dari paham sosialisme China. Itulah yang memunculkan adanya MPR di Indonesia. Lembaga MPR, sambung Refly, waktu itu hanya ada di Cina.
Sistem Presidensial yang dipilih ketika pertama kali membangun negara Indonesia masih campuran atau disebut juga sistem quasi.
“Namun, sekarang presidensial kita mendekati yang dianut Amerika dan Amerika Latin. Presiden dipilih langsung oleh rakyat, bukan MPR lagi,” jelasnya.