Jakarta, PONTAS.ID – Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengingatkan Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah agar tidak mengeluarkan komentar secara proporsional sesuai dengan koridor praktek hukum acara yang berlaku.
Hal ini menanggapi pernyataan bahwa KPK akan mengecek kepatutan alasan ketidakhadiran Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo atas panggilan sebagai saksi, Senin kemarin.
Menurut Arsul, selama belum mencapai panggilan ketiga, seharusnya KPK cukup mengirimkan panggilan ulang kepada saksi yang akan dimintak keterangannya dalam sebuah kasus.
“Ketika seseorang dipanggil penegak hukum sebagai saksi dan ia tidak bisa datang bukan pada panggilan ketiga, maka ya dipanggil lagi saja sebagaimana yg biasa dilakukan Polri atau Kejaksaan. Tidak usah lembaga penegak hukum yang bersangkutan gagah-gagahan menyatakan akan menyelidiki alasan ketidakhadiran saksi tersebut,” terang Arsul di gedung DPR, Selasa (5/6/2018).
“Apalagi jika saksi tersebut adalah pejabat yang menjadi representasi dari suatu lembaga negara, maka etikanya tinggal dikomunikasikan dengan lembaga negara bersangkutan,” sambungnya.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengemukakan, sejarah mencatat KPK sebelumnya juga melakukan komunikasi protokoler terhadap beberapa pejabat negara yang dipanggil. Misalnya ketika meminta keterangan Boediono yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Presiden dan Sri Mulyani sebagai pejabat tinggi World Bank.
“Bahkan KPK yang datang ke tempat kedua pejabat tersebut untuk mendapat keterangan sebagai saksi dalam kasus Century. Jubir atau Pimpinan KPK pada waktu itu tidak terus gagah-gagahan mengatakan bahwa mereka harus datang ke KPK demi prinsip persamaan dalam hukum,” ucap Arsul.
“Jadi KPK pada saat itu menjaga etika dan marwah kelembagaan masing-masing serta menghindari kontroversi di ruang publik yang tidak perlu. Sementara di sisi lain keterangan yang diperlukan untuk proses penegakan hukum tetap bisa berjalan,” imbuhnya.
Arsul berharap gaya komunikasi publik KPK atau juru bicaranya yang cenderung terkesan gagah-gagahan segera dirubah. Ia mengkhawatirkan perlakuan yang sama dapat dilakukan oleh DPR melalui kewenangan yang diberikan dalam UU MD3.
DPR juga, menurutnya, dapat bersikap gagah-gagahan memanggil juru bicara KPK dan menyampaikan kalau tidak mau datang akan dipanggil paksa.
Menutup keterangannya, Arsul mempersilakan KPK untuk terus melakukan proses penegakan hukum sesuai kewenangannya, namun tidak perlu membuka ruang perseteruan kelembagaan.
” Dapat ikannya, tanpa airnya jadi keruh,” tutup Arsul.
Jadwal Ulang
Terpisah, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, pihaknya menjadwal ulang pemanggilan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet.
Bamsoet akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka Irvanto Hendra Pambudi Cahyo (IHP) dan Made Oka Masagung (MOM) dalam kasus korupsi e-KTP.
“Tadi saya tanyakan ke penyidik, tentu akan dilakukan pemeriksaan kembali, penjadwalan ulang,” kata Febri, di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jaksel, Selasa (5/6/2018).
Namun, lanjut Febri, KPK belum bisa menentukan waktu pastinya untuk pemanggilan politisi Golkar tersebut.
“Tapi kalau soal waktunya nanti kita update lagi,” ujarnya.
Dalam peoses penyidikan KPK masih membutuhkan keterangan dari para saksi tersebut.
“KPK masih membutuhkan keterangan dari para saksi,” tuturnya.
Sebelumnya, KPK menjadwalkan pemanggilan Ketua DPR Bambang Soesatyo, Senin (4/6/2018). Namun, Bamsoet tidak memenuhi panggilan lantaran banyak kegiatan kedewanan.