Ojol Resah, Ketua DPR Dorong Revisi UU Lalu Lintas

Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo.

Jakarta, PONTAS.ID – Ketua DPR Bambang Soesatyo mendorong revisi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sebab, banyak perkembangan kekinian yang belum diakomodir dalam regulasi itu.

Bamsoet telah meminta Komisi V DPR mengkaji kemungkinan dilakukannya revisi undang-undang tersebut.

Hal ini disampaikan Bambang terkait aksi demonstrasi para pengemudi ojek online (Ojol) ke Gedung Parlemen yang salah satu tuntutannya adalah revisi UU tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Mereka resah karena tidak mendapat perlindungan undang-undang.

Bambang juga meminta rapat gabungan antara Komisi I DPR dan Komisi V DPR dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan Perkumpulan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTJDI) untuk membahas permasalahan yang dihadapi oleh pengemudi ojek online.

Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemi Francis mengatakan Komisi V berniat merevisi UU tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, salah satunya mengenai belum diaturnya sepeda motor sebagai alat transportasi publik.

“Tadi teman-temen dari pelaku maupun pemerhati mengatakan harus ada kejelasan dan ketegasan pemerintah karena mereka merasa bahwa aplikasi ini memanfaatkan mereka dan pemerintah tahu namun diam,” ujarnya usai menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan pengemudi ojek daring di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

Selain itu dia menegaskan akan memanggil Kementerian Perhubungan dan aplikator ojek daring untuk mengetahui permasalahan yang sebenarnya terjadi.

Menurut dia, pemerintah harus tegas menyelesaikan permasalahan tersebut yang telah terjadi selama tiga tahun terakhir.

“Rabu besok kami minta Menteri Perhubungan datang karena harus melihat aspirasi yang disampaikan ojek daring sehingga harus datang,” katanya.

Dalam RDPU tersebut, Salah satu pengemudi ojek daring, Krisna mengatakan sebagai mitra kerja, selama ini pihak aplikator tidak melibatkan pengemudi dalam menentukan tarif per-kilometer.

Hal itu menurut dia menyebabkan aplikator bebas menentukan tarif tanpa berkomunikasi dengan para pengemudi ojek.

Previous articleRudiantara Ajak Perusahaan Indonesia Perkuat Ekonomi Digital ASEAN
Next articleUNESCO Soroti Masalah Sampah di Taman Nasional Komodo

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here