Jakarta, PONTAS.ID – Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan kebijakan impor beras sebanyak 500 ribu ton tidak akan mengganggu harga jual petani daerah.
“Tidak (akan mengganggu). Rumusannya, Bulog harus punya cadangan di atas satu juta ton, begitu (cadangan) di bawah satu juta ton, maka perlu impor,” kata Wapres Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (15/1/2018).
Wapres menambahkan dengan kebijakan impor beras tersebut, petani beras di daerah dapat terlindungi dari lonjakan harga beras. Karena jika stok beras dalam negeri terbatas, maka harga beras di dalam negeri akan mencekik.
Kondisi petani daerah saat ini juga berbeda dengan dulu, ketika gabah hasil panen disimpan dalam lumbung padi untuk persediaan kebutuhan pangan.
Menurut Jusuf Kalla, saat ini petani justru menjual gabah hasil panen mereka dengan harga murah, untuk kemudian membeli beras dengan harga lebih tinggi.
“Jangan lupa, kalau harga naik maka petani juga mendapat masalah. Petani jaman sekarang ini justru membeli beras, dan tidak ada lagi seperti dulu yakni memiliki lumbung padi,” jelasnya.
Pemerintah mempertimbangkan kebijakan impor beras sebanyak 500.000 ton dari Vietnam dan Thailand karena persediaan beras hasil produksi dalam negeri kurang. Impor beras tersebut dilakukan lewat Badan Urusan Logistik (Bulog).
Sementara itu Menteri Pertanian Amran Sulaiman mencatat kebijakan impor beras sejak 2016 tidak dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, sehingga kebijakan impor di awal 2018 bukan masalah besar.
“Kami ingin sampaian beberapa capaian, capaian itu per hari ini adalah kita di 2016 – 2017 tidak ada impor beras medium,” kata Amran saat membuka Rakernas Kementan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin.
Perbedaan data statistik produksi beras di Tanah Air masih menjadi polemik, meskipun Pemerintah telah memutuskan untuk mendatangkan beras dari Vietnam dan Thailand.
Kementan mengklaim produksi beras dalam negeri masih mencukupi untuk kebutuhan nasional, sehingga pembukaan keran impor dikhawatirkan akan mengganggu harga jual petani.