KPK Harus Selidiki Aliran Dana Mantan Dirjen Hubla ke Paspampres

Jakarta, PONTAS.ID – Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengaku heran dengan adanya pengakuan mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Antonius Tonny Budiono kalau dirinya menggunakan uang hasil suap yang diterimanya untuk berbagai hal, termasuk untuk membiayai operasional Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

Uchok berpendapat, kalau paspampres itu punya dana di Sekretariat Negara, dimana pada tahun 2017 saja, alokasi dana untuk paspampres sebesar Rp 29.6 miliar.

“Jadi kenapa lagi paspampres harus “ngemis” ke Kementerian Perhubungan,” kata Uchok dalam keterangan pers, Selasa (19/12/2017).

Tentunya, tambah Uchok, publik sangat kaget juga dengan adanya anggaran sebesar Rp 150 juta kegiatan peresmian yang dihadiri Presiden Jokowi di Kementerian Perhubungan. Apa lagi disebut-sebut, pihak pelaksana kegiatan wajib menyediakan dana operasional untuk Paspampres.

“Maka untuk itu, KPK harus menyelidiki dana Paspampres ini, siapa dan kepada siapa? Atau KPK harus bertanya Direktur Kepelabuhan dan Pengerukan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Mauritz H M Sibarani, uang sebesar Rp 150 juta, ini diberikan kepada siapa Paspampres ini,” desaknya.

Untuk itu, Uchok meminta kepada Presiden Jokowi jangan langsung banyak blusukan ke kementerian karena, beban cost untuk anggaran keamanan sangat besar, dan kementerian untuk itu harus korupsi.

“Stop blusukan, dan bagi bagi sepeda, Pak Jokowi…,” pintanya.

Manuver KPK

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta kepada lingkaran istana agar mewaspadai manuver Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mulai membidik lingkaran Istana. Sebab, Jokowi bisa terseret dan merusak citra Istana Negara.

Fahri pun mengingatkan, Presiden Jokowi harus berhati-hati dengan sistem penegakkan hukum yang selama ini dipakai KPK.

“Mulai sekarang (KPK) sudah mendekati ke Istana, yang disebut Paspampres, menurut saya Pak Jokowi harus waspada, lama-lama Pak Jokowi bisa terseret dalam kasus ini dan bisa merusak citra Pak Jokowi dan Istana,” kata Fahri saat dihubungi.

Selama ini, kata Fahri, KPK telah menggunakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan ruang sidang untuk menyebut nama semua orang dan lembaga negara, baik eksekutif, legislatif, yudikatif, Polri, TNI, dan Kejaksaan.

“Tetapi tidak pernah bertanggungjawab untuk membuktikan kebenarannya, kebanyakan memang tidak bisa dibuktikan karena pada dasarnya itu adalah keterangan sepihak yang tidak ada alat buktinya,” tegasnya.

Diketahui, dalam sidang tindak pidana korupsi (Tipikor) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/12/2017), bekas Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Antonius Tonny Budiono, mengaku menggunakan uang suap yang diterimanya untuk berbagai hal. Salah satunya, untuk membiayai operasional Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

Tonny bersaksi untuk terdakwa Komisaris PT Adhiguna Keruktama, Adi Putra Kurniawan. Awalnya, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan, apakah Tonny pernah memberikan uang 10.000 dollar Amerika Serikat kepada Direktur Kepelabuhan dan Pengerukan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Mauritz H M Sibarani.

Menurut jaksa, dalam berita acara pemeriksaan (BAP), Tonny mengaku memberikan uang Rp 100 hingga Rp 150 juta kepada Mauritz, untuk diberikan kepada Paspampres. Keterangan itu dibenarkan oleh Tonny.

“Itu benar. Itulah yang saya katakan ada kegiatan yang tidak ada dana operasionalnya,” ujar Tonny kepada jaksa KPK.

Menurut Tonny, setiap ada acara, seperti kegiatan peresmian yang dihadiri Presiden Joko Widodo di Kementerian Perhubungan, pihak pelaksana kegiatan wajib menyediakan dana operasional untuk Paspampres. Adapun, uang-uang yang diberikan itu berasal dari kontraktor dan rekanan yang mengerjakan proyek di bawah Ditjen Perhubungan Laut.

Previous articleUsai Munaslub, Jokowi Akan Tentukan Posisi Airlangga di Kabinet
Next articlePerang Terhadap Narkoba di Jakarta Bisa Dimulai dari THM

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here