Pasuruan, Pontas.id– Proses pengambilan barang bukti seorang warga berupa mobil jenis minibus Suzuki R3 dalam kasus kecelakaan lalu lintas (lakalantas) di Polres Pasuruan dinilai sulit dan terkesan berbelit-belit. Padahal, kedua belah pihak, yakni Sholeh (korban) dan PT. Wijaya Putra Santoso telah sepakat berdamai.
Insiden kecelakaan itu sendiri terjadi di pertigaan Purwosari, Pasuruan atau di Jalan Raya Malang-Surabaya. Pada Senin, 22 September 2025 lalu, yang melibatkan truk wings box yang diduga mengalami rem blong dan pengemudinya meninggal dunia, selain itu Insiden ini mengakibatkan 2 (dua) kendaraan dan beberapa rumah serta fasilitas umum berupa PJU, tiang listrik dan Telkom rusak.
Kuasa hukum korban yang juga sekaligus pendiri Yayasan Sarana Keadilan Rakyat (YLBH) Heri Siswanto, menilai pihak kepolisian dalam hal ini kinerja penyidik Unit Lakalantas Polres Pasuruan terkesan lamban dan terkesan berbelit-belit.
Menurutnya proses ini sebenarnya jika mengacu pada Undang-undang tentang lalu lintas seharusnya sudah selesai karena Pengemudi truk wings box (penyebab laka lantas) telah meninggal dunia. “Jika penyidik tetap ingin melanjutkan perkaranya ya harus digelar dan segera ditetapkan siapa tersangkanya untuk segera dapat dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum dan segera disidangkan,” jelas Heri.
“Akan tetapi dalam hal ini perlu ditekankan pengemudi truk meninggal dunia dan logikanya jika pengemudi meninggal dunia lalu siapa yang seharusnya ditetapkan sebagai tersangkanya,” ungkap Heri pada Sabtu (1/11/2025).
Lebih lanjut dirinya juga menegaskan bahwa barang bukti muatan berupa kertas glondongan juga telah di kembalikan. “Jika seperti itu tentunya muncul pertanyaan kenapa mobil korban harus dipersulit pengambilannya, apakah penyidik lalu lintas Polres Pasuruan yakin perkara ini akan dapat dilanjutkan ke Persidangan. Jika alasannya menunggu korban lainnya dapat ganti kerugian itu merupakan alasan yang tidak logis sebab Kepolisian khususnya penyidik tidak boleh serta merta mencampur adukan antara proses penanganan perkara pidana dengan perkara perdata,” katanya.
Menurutnya Kesepakatan ganti kerugian antara pemilik truk dengan korban adalah perkara perdata, jika ada korban yang tidak sepakat apakah proses penyidikannya akan menunggu kesepakatan. “Sampai kapan, dengan terlalu lamanya proses penyelidikan dan penyidikan dalam perkara lakalantas tentunya akan mengakibatkan kerugian tambahan bagi korban,” tegasnya.
“Kami menilai petugas atau penyidik di Satlantas Polres Pasuruan yang menangani kasus lakalantas klien anggota kami terlalu berbelit-belit dan kurang profesional dan semua proses sudah kami lalui termasuk kedua belah pihak sudah ada surat perdamaian serta kami sudah mengajukan pinjam pakai. Untuk itu pada hari kamis (06/11/2025) kami akan menggelar aksi demo di depan halaman Polres Pasuruan,” paparnya.
Soleh selaku korban (pengemudi) mobil Suzuki Ertiga yang terparkir dan tertabrak oleh Truk Wings box yang membawa kertas glondongan, ia mengungkapkan kekecewaannya atas perlakuan pihak kepolisian. Ia berharap prosedur bisa dipercepat karena kendaraan tersebut sangat dibutuhkan untuk mencari nafkah dan jika terlalu lama mobil akan mengalami kerusakan lainnya karena terlalu lama terparkir ditempat terbuka.
“Selain itu biaya parkir yang mencapai Rp 20.000,- per hari harus ditanggung sendiri kalau dikalikan sebulan atau setahun sudah berapa. Saya korban justru malah akan terbebani biaya-biaya yang besar hanya gara-gara persoalan ini tidak jelas kapan selesainya,” ujarnya.
Sementara itu dari salah satu petugas Lakalantas Polres Pasuruan saat dikonfirmasi oleh awak media, menerangkan jika dalam perkara ini tentunya akan di SP3, hal tersebut dikarenakan Pengemudi Truk Wings box yang diduga sebagai penyebab kecelakaan lalu lintas telah meninggal dunia. Akan tetapi untuk korban dapat mengambil mobilnya menunggu sampai semua korban-korban lainnya telah sepakat damai dan mendapat ganti kerugian.
“Mohon yang sabar kami sudah membantu semaksimal mungkin, kalau salah satu unit korban laka lantas kami lepas, nanti kalau korban yang lain tidak ada perdamaian, pihak kami kesulitan jika kasus ini berlanjut ke pengadilan, karena barang bukti sudah tidak ada, jadi mohon bersabar kami masih berusaha,” ujar petugas lakalantas Polres Pasuruan.
Heri Siswanto kuasa Hukum korban menambahkan, ketentuan hukum mengenai pengembalian barang bukti sudah sangat jelas dan tegas diatur dalam beberapa regulasi, di antaranya
korban kecelakaan lalu lintas dapat menggugat ganti rugi dengan merujuk ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pengambilan kendaraan yang disita polisi pasca kecelakaan telah diatur dalam Pasal 46 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), yang menyebutkan bahwa barang sitaan dapat dikembalikan jika: Kepentingan penyidikan dan penuntutan sudah tidak memerlukan barang tersebut.
Perkara tidak dituntut karena kurang bukti atau bukan tindak pidana. Perkara dikesampingkan untuk kepentingan umum atau ditutup demi hukum.
“Dalam Pasal 19 ayat (1) Perkap No. 8 Tahun 2009 yang berbunyi, “Petugas dilarang menahan atau menunda pengembalian barang bukti tanpa alasan hukum yang sah atau melebihi batas waktu yang dibenarkan oleh hukum”, Pasal 14 ayat (1) huruf g UU No. 2 Tahun 2002: “Polri bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana dan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tutupnya.
Penulis : Abdullah
Editor : Fajar Virgyawan Cahya






















