Jakarta, PONTAS.ID – Memperingati 94 Tahun Sumpah Pemuda, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengajak semua pihak mewaspadai bonus demografi yang akan dialami Indonesia pada 2045 mendatang, atau tepat 100 tahun Indonesia merdeka. Generasi muda Indonesia harus dipersiapkan menjadi agen-agen perubahan dalam pembangunan nasional agar bonus demografi tidak menjadi bencana nasional.
‘’Untuk menghindari bencana nasional seperempat abad ke depan, saya berharap generasi muda saat ini sudah diarahkan agar terlibat aktif dalam pembangunan nasional. Tentu bukan hanya pembangunan fisik yang dimaksud dalam pembangunan nasional itu, tapi juga pembangunan mental spiritual yang di dalamnya termasuk kewajiban menjaga ideologi negara yang mempersatukan bangsa,’’ tegas Ahmad Basarah di Jakarta, Jumat (28/10/2022).
Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu menjelaskan Indonesia kini sudah memasuki tahap awal bonus demografi atau demographic dividend, dengan ciri-ciri jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dibandingkan usia nonproduktif. Puncak bonus demografi diperkirakan terjadi pada 2030. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per tahun 2020 saja jumlah penduduk usia produktif sebanyak 140 juta jiwa dari total 270,20 juta jiwa penduduk indonesia.
Mengutip laporan Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045 yang dilansir Kementerian PPN dan BPS, Ahmad Basarah mengingatkan jumlah penduduk Indonesia diprediksi mencapai 318,96 juta jiwa pada 2045. Dari jumlah itu, penduduk usia produktif diperkirakan mencapai 207,99 juta jiwa. Sedangkan penduduk usia tidak produktif diperkirakan 110,97 juta jiwa, terdiri atas 44,99 juta penduduk usia sudah tidak produktif (di atas 65 tahun) dan 65,98 juta penduduk berusia bayi sampai 14 tahun.
‘’Berdasarkan data tersebut bisa diprediksi dari sekarang bahwa pada tahun 2045 diperkirakan 100 penduduk usia produktif menanggung beban 54 penduduk usia tidak produktif. Jika generasi muda tidak dipersiapkan menjadi agen-agen pembangunan nasional sejak sekarang, bonus demografi bisa menjadi bencana nasional saat Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaannya,’’ tegas Ahmad Basarah.
Untuk itu, Ketua DPP PDI Perjuangan ini mengajak semua pihak mengelola dengan baik bonus demografi yang dialami Indonesia saat ini. Dia menyarankan bonus demografi harus dilihat sebagai berkah, bukan musibah.
‘’Dulu Indonesia merdeka justru berangkat dari energi besar kaum pemuda saat itu. Bung Karno, Bung Hatta, dan para syuhada bangsa lainnya adalah para pemuda di zaman mereka saat sumpah pemuda dikumandangkan dan saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan,’’ jelasnya.
Karena itu, Wakil Ketua Lakpesdam PBNU ini prihatin membaca hasil sejumlah lembaga survei yang menyebutkan generasi muda saat ini justru menjadi korban dan sasaran empuk penyebaran radikalisme dengan tujuan mengganti Pancasila sebagai ideologi bangsa. Satgas Pencegahan Terorisme BNPT, misalnya, menyebutkan 47,3 persen pelaku terorisme adalah kelompok muda berusia 20-30 tahun. Pada Februari 2017, BNPT menyebutkan lebih dari 52 persen narapidana kasus terorisme adalah generasi muda berusia 17 – 34 tahun.
Ahmad Basarah juga menyebut hasil survei nasional PPIM UIN Jakarta pada 2020 yang memperlihatkan ada 24,89 persen mahasiswa memiliki sikap toleransi beragama yang rendah. Temuan Lembaga survei Alvara Research bahkan menyebutkan, 12,2 persen atau hampir 30 juta penduduk Indonesia masuk dalam indeks potensi terpapar radikalisme.
“Bisa dibayangkan, jika sebagian besar pemuda Indonesia terpapar radikalisme, bonus demografi bukannya menjadi berkah tapi justru menjadi ancaman untuk ideologi Pancasila sekaligus bencana untuk bangsa,” tegas Doktor bidang hukum lulusan Universitas Diponegoro Semarang itu.
Ahmad Basarah mengingatkan semua pihak bahwa Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 2009 Tentang Kepemudaan menyebutkan bahwa pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Untuk itu, ia mengajak generasi muda memiliki benteng menangkal dan melawan radikalisme dengan cara aktif menjadi bagian dari kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional.
‘’Moralitas kebangsaan itu menjadi penting karena era digital tidak hanya menawarkan sisi positif, tapi juga aspek negatif. Era ini menjadi sarang penyebaran paham trans-nasional, seks bebas, LGBT, penyebaran narkoba, dan tindakan lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan cita-cita para founding fathers,’’ tutup Ahmad Basarah.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Pahala Simanjuntak