Jakarta, PONTAS.ID – Ketua DPD, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengajak kaum milenial bersiap menghadapi besarnya potensi ekonomi digital. Ia tak mau potensi besar ekonomi digital justru dikuasai dan dinikmati oleh perusahaan-perusahaan besar dari luar negeri.
Menurutnya, ada tiga catatan penting untuk memperkuat daya saing bangsa dalam mengarungi era ekonomi digital yang tengah berkembang pesat saat ini.
Pertama, kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM), karena kesiapan SDM adalah pilar dasar dalam ekosistem inovasi digital. Ingat, digital hanyalah alat. Skemanya, inovasinya, terobosannya, peruntukannya, berdasarkan perencanaan dari manusia,” kata LaNyalla, Minggu (5/12/2021).
Menurut LaNyalla, SDM kaum muda harus disiapkan sejak saat ini alias tak bisa ditunda-tunda lagi. Kedua, kesiapan infrastruktur. Menurutnya, fasilitas infrastruktur telekomunikasi belum merata, terutama di kawasan timur Indonesia. Akibatnya, terjadi kesenjangan digital. Mayoritas pengguna internet pun kita ketahui hanya berpusat di Jawa, Sumatera dan Bali.
“Tanpa pemerataan infrastruktur telekomunikasi, tentu akan sulit untuk menciptakan kaum muda kreatif dengan sentuhan digital di pelosok-pelosok negeri,” ujar LaNyalla.
Ketiga, kesiapan regulasi. Sebab, kata LaNyalla, dunia digital adalah dunia yang begitu dinamis. Hitungan perubahannya bukan tahun, tapi hari, bahkan jam.
“Maka, pemerintah harus menyiapkan regulasi yang tidak kuno, yang mengakomodasi perkembangan zaman, namun tetap dalam koridor aturan yang baik dan memihak kepada kepentingan bangsa,” tutur LaNyalla.
Termasuk juga toleransi dari DIKTI kepada perguruan tinggi untuk melakukan reformasi kurikulum sesuai dengan semangat Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar.
“Saya berharap Kementerian Komunikasi dan Informasi juga segera menyiapkan regulasi yang mampu mengakomodasi secara cepat revolusi teknologi digitalisasi, yang muaranya wajib berpihak kepada kepentingan nasional kita sebagai bangsa yang berdaulat,” tegas LaNyalla.
Sebab, katanya, tanpa kedaulatan, termasuk kadaulatan data dan informasi, maka kita hanya akan menjadi menjadi negara yang diatur dan dikendalikan oleh negara lain.
Tanpa hal tersebut, LaNyalla juga menilai Indonesia hanya akan menjadi negara yang dipaksa tunduk kepada aturan-aturan global yang tidak adil. “Dan pada akhirnya, kekayaan negara ini akan dikuasai oleh segelintir orang, baik itu bangsa kita sendiri maupun bangsa asing,” ucapnya.
Oleh karenanya, LaNyalla melanjutkan, sudah menjadi tugas kita bersama untuk menempatkan teknologi dan digitalisasi sebagai infrastruktur penting menuju Indonesia Emas 2045, terutama dengan anak muda sebagai pilarnya.
Hal ini penting ditekankan, agar Indonesia tidak hanya menjadikan sarana teknologi dan digital sebagai sarana hiburan, tetapi bisa menjadi sarana untuk menciptakan
produktivitas dan nilai tambah bagi perekonomian.
“Mari kita lihat besarnya potensi ekonomi digital. Dari tahun ke tahun, nilai transaksi belanja online terus meningkat. Tahun 2020 lalu mencapai 266 triliun rupiah. Tetapi ada satu keprihatinan dalam diri saya, karena masih maraknya produk impor di berbagai marketplace Indonesia,” papar LaNyalla.
Senator asal Jawa Timur itu tak menampik jika 90 persen, atau bahkan 95 persen, penjual di narketplace kita adalah orang lokal. Tetapi produk yang dijual justru kebalikannya, sekitar 90 persen adalah barang impor.
“Ini tentu harus menjadi perhatian kita bersama, karena begitu besarnya nilai transaksi belanja online kita, yang mencapai lebih dari 266 triliun rupiah itu, yang artinya mayoritas uang rakyat dibelanjakan untuk barang impor,” terangnya.
Ditambahkannya, banyak riset menunjukkan, ekonomi digital Indonesia akan tumbuh delapan kali lipat pada tahun 2030. Nilainya diprediksi mencapai 4.500-an triliun rupiah.
“Luar biasa besar, mengingat populasi bangsa kita yang juga besar, sehingga menjadikannnya sebagai pasar prospektif dari ekonomi digital,” ujarnya.
Untuk itu, LaNyalla meminta pemerintah mempersiapkan dengan baik era ekonomi digital dengan anak-anak muda sebagai pondasinya.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Pahala Simanjuntak