Jakarta, PONTAS.ID – Wakil Ketua MPR, Jazuli Fawaid mengatakan, nasib purna pekerja migrant harus tetap perlu diperhatikan dan diberdayakan.
Menurut Gus Jazil hal ini sangat penting, sebab menyangkut masalah kemanusiaan. Hal tersebut pernah dilontakan oleh Presiden Soekarno bahwa, “kita bukan bangsa kuli dan bukan kuli di antara bangsa-bangsa.”Dengan mengutip “Pasal 27 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. “Ini menunjukan bahwa pekerjaan adalah hak dasar manusia.”
“Suatu negara bisa dikatakan maju atau tidak, hal demikian bisa diukur dari jumlah pengangguran yang ada. “Bila pengangguran di suatu negara tinggi maka negara itu bisa dikatakan tidak maju,” kata Jazilul dalam diskusi Empat Pilar “Perlindungan dan Pemberdayaan Purna Pekerja Migrant Indonesia (PMI)” bersama anggota MPR Fraksi PDIP Rahmad Handoyo, dan Kepala BP2MI Benny Ramdhani, Jumat (10/7/2020).
Diakui banyak warga Indonesia yang bekerja di luar negeri. Hal demikian disebut sebagai pilihan sebab lapangan pekerjaan di dalam negeri terbatas. Kali pertama orang-orang Indonesia bekerja di luar negeri, mayoritas mereka adalah kaum perempuan atau wanita.
“Sehingga istilah kali pertama yang muncul untuk orang Indonesia yang bekerja di luar negeri adalah TKW (tenaga kerja wanita).”
Keberadaan mereka di luar negeri dimana para pekerja migrant mengirimkan uangnya ke kampung halamannya di Indonesia membuat mereka disebut pahlawan devisa. Nah menjadi pertanyaan dari Gus Jazil, apabila mereka kembali ke Indonesia apakah mereka masih disebut sebagai pahlawan?
Dirinya berharap agar para pekerja migrant yang kembali ke tanah air nasib mereka tetap diperhatikan sebab nasib mereka selepas bekerja dari luar negeri belum tentu seperti dibayangkan orang, yakni sukses.
Ia kerap menemukan, misalnya TKW yang bekerja di luar negeri di sektor domestik sebagai pembantu rumah tangga, saat bekerja kembali di tanah air, nasib mereka tetap sama, bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Dirinya berharap agar nasib purna pekerja migrant juga diperhatikan. Mereka didorong untuk mendapat pelatihan ketrampilan sehingga saat kembali bekerja di tanah air, kehidupannya menjadi lebih baik.
Di sinilah dirinya menanyakan ada tidak anggaran untuk memberi pelatihan dan perhatian kepada para pekerja migrant yang kembali ke tanah air, tutur Gus Jazil.
Sedangkan Benny Ramdhani mengatakan kendala-kendala yang dihadapi oleh lembaganya dalam memberi perlindungan kepada para pekerja migrant. Kendala yang dihadapi adalah minimnya anggaran yang dimiliki oleh BP2MI.
Kendala kedua adalah perbedaan data jumlah pekerja migrant. Kementerian Luar Negeri memiliki data yang tak sama dengan Kementerian Tenaga Kerja. Bank Dunia pun juga memiliki data tersendiri mengenai berapa banyaknya pekerja asal Indonesia yang tersebar di 152 negara.
Ketiga adalah yang bisa dikatakan berat oleh Benny yakni adanya sindikat pengiriman tenaga kerja. Meski mereka kerap melakukan pelanggaran hukum dan tak manusiawi namun diungkapkan Benny, “anehnya mereka tidak bisa dan tidak pernah tersentuh secara hukum.”
Sindikat ini melibatkan banyak pihak dan berasal dari oknum-oknum institusi kuat. Meski demikian Benny bertekad membersihkan sindikat pengiriman pekerja migrant. “Saya menyatakan perang dengan sindikat itu,” tegas Benny Rachmadani, yang membentuk Satgas Anti Sindikat.
Sementara itu Rachmad Handoyo mengatakan nasib para purna pekerja migrant memang perlu diperhatikan. Ia pernah berkunjung ke salah satu pemerintah daerah, dimana pemerintah daerah itu memberi pelatihan kepada mereka yang tidak lagi bekerja di luar negeri.
“Mereka diberi pelatihan membuat makanan yang bisa dijual.” Berita-berita sukses perjuangan para purna pekerja migrant perlu disebarluaskan.
Ia pernah melihat seorang yang pernah bekerja di Jepang, dimana modal yang didapat digunakan untuk usaha di kampung halaman.
“Meski jatuh bangun mereka akhirnya sukses.” Cerita-cerita seperti inilah yang dikatakan perlu ditularkan.
Terkait BP2MI, memberi apresiasi atas keberanian Benny. Disebut lembaga itu tidak sendiri dalam bekerja. Banyak mitra yang bisa diajak untuk memberdayakan para pekerja migrant dan purna pekerja migrant.
“Bisa mengajak BUMN dan DPR untuk memberdayakan para pekerja migrant dan purna,” tutur Rachmad Handoyo.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Riana