Jakarta, PONTAS.ID – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah meminta pemerintah untuk memberikan penjelasan terkait tewasnya 31 pekerja dari PT Istaka Karya (BUMN) yang mengerjakan pembangunan jembatan di Kali Yigi-Kali Aurak, Kabupaten Nduga, Papua diduga dibunuh oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Menurut dia, publik perlu tahu terkait alasan penyerangan kelompok tersebut. Selain itu, ia juga mempertanyakan sistem keamanan dan intelijen negara sehingga kejadian tersebut dapat terjadi.
“Ini harus ada penjelasan, pemerintah harus memberi penegasan dan perlindungan, sebab di tengah kita katanya sedang membangun infrastruktur, tiba-tiba tidak ada perlindungan yang bekerja di daerah remote itu,” kata Fahri di gedung DPR, Selasa (4/12/2018).
Fahri juga berpendapat, aparat penegak hukum perlu bekerja sama untuk menyelesaikan masalah ini dan memastikan kejadian serupa tak terulang.
Jika tidak ditangani, kejadian tersebut akan menimbulkan ketakutan bagi para pekerja, terutama di daerah terpencil, dan dapat menghambat investasi.
“Apalagi kalau di situ ada orang-orang yang lebih dari sekadar bekerja, tapi mewakili instansi atau apa yang sedang berada di situ. Tentu itu lebih efeknya kepada ekonomi kita akan sangat besar. Nah ini pemerintah harus tampil, jangan diam-diam, lakukan sesuatu segera,” kata Fahri.
Namun demikian politikus PKS turut berduka atas 31 korban warga sipil dibantai oleh KKB secara biadad dan tak manusiawi itu.
“Kita sangat berduka dan terpukul atas kejadian ini. Saya baru menerima gambar dan keterangan sementara kejadiannya. Ada KKB yang menyerang secara brutal dan menjadikan pembantaian,” ujar Fahri.
Senada dengan Fahri, Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil meminta kepolisian tak menutup-nutupi temuan di lapangan terkait peristiwa penembakan ini. Ia berharap polisi menyampaikan informasi seterang-terangnya kepada publik.
“Tentu saja kita berharap semua dilakukan secara transparan. Tidak ada lagi upaya-upaya untuk menutup-nutupi pelakunya dan apa kaitannya sehingga pelaku membunuh puluhan pekerja tersebut,” ujarnya.
Sebab, menurut Nasir, peristiwa ini juga menjadi perhatian dunia internasional. Apalagi, lanjut dia, saat ini Indonesia tengah menghadapi tahun politik.
Nasir menilai polisi-TNI belum maksimal dalam menciptakan keamanan dan melumpuhkan kelompok bersenjata di kawasan Papua.
“Kita saat ini akan memasuki tahun politik, dalam pengertian akan melangsungkan pemilu legislatif dan pilpres, sehingga orang kemudian akan mencoba menghubung-hubungkan bahwa ini ada kaitannya dengan pileg, pilpres karena kenapa kemudian yang selama ini kondusif, tiba-tiba kejadiannya seperti itu,” sebutnya.
“Ini menunjukkan bahwa aparat negara, dalam hal ini kepolisian dan TNI, ternyata belum mampu melumpuhkan kelompok-kelompok bersenjata yang ada di sana,” imbuh Nasir.
Panggil BIN, TNI dan Polri
Sementara itu, Komisi I DPR akan segera memanggil Badan Intelijen Negara (BIN) dan TNI untuk membahas peristiwa pembunuhan 31 Pekerja jembatan Trans Papua oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Tak hanya BIN dan TNI, Polri juga akan dipanggil.
“Pasti (DPR) akan memanggil BIN, TNI, Polri,” ujar Wakil Ketua Komisi I Satya Yudha.
Satya mengatakan pihaknya juga meminta ketiga institusi itu untuk mengejar pelaku. Komisi I ingin kasus itu segera dituntaskan.
“Kami minta TNI Polri dan BIN untuk mengejar mereka dan mencari akar masalahnya,” katanya.
Tak Ada Negosiasi
Terpisah, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Raycudu menilai tewasnya 31 pekerja oleh KKB di Papua bukanlah kelompok kriminal namun pemberontak.
“Dia (KKB) itu bukan kelompok kriminal tapi pemberontak,” ujar Ryamizard.
“Kalau sudah nembak-nembak begitu ya siapapun lah. Tidak ada kriminal nembak sebanyak-banyak orang itu, ngapain,” imbuhnya.
Ryamizard menjelaskan alasannya menyebut KKB pemberontak. Sebab kelompok itu ingin memisahkan Papua dari Indonesia.
“Ya kan mau memisahkan diri, Papua, dari Indonesia. Itu kan pemberontak, bukan kriminal lagi. Penanganannya harus TNI. Kalau kriminal iya, polisi,” katanya.
“(Orang) Lama-lama. Itu-itu juga orangnya,” imbuh Ryamizard.
Ryamizard mengatakan penanganan kasus itu sudah menjadi tugas pokok Kementeriannya. Dia menegaskan tak ada kata negosiasi dalam penanganan kasus itu.
“Ingin memisahkan Papua dari Indonesia itu apa? Ingat, ingin memisahkan diri. Tugas pokok Kementerian Pertahanan, tugas pokok juga untuk TNI, satu, menjaga kedaulatan negara. Kedua, menjaga keutuhan negara. Tiga, menjaga keselamatan bangsa,” tutur Ryamizard.
“Bagi saya tidak ada negosiasi. Menyerah, atau diselesaikan. Itu saja,” sambung dia.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Musthofa Kamal sebelumnya menyatakan, pada Sabtu (30/12/2018) terjadi pembunuhan terhadap 31 pekerja proyek jembatan di jalur Trans Papua, tepatnya di Kali Yigi dan Kali Aurak, Kabupaten Nduga, Papua. Pekerja tersebut merupakan karyawan PT Istaka Karya.
Menurut Kamal, KKB Papua awalnya menembak 24 pekerja proyek. Sedangkan 8 pekerja proyek lainnya melarikan diri dan bersembunyi di rumah salah satu anggota DPRD setempat. Namun KKB mendatangi rumah tersebut dan menembak 7 orang pekerja. Satu orang berhasil melarikan diri dan belum diketahui nasibnya.
Aparat gabungan TNI dan Polri belum bisa mencapai lokasi karena jalan menuju lokasi diblokir. Aparat telah bergerak dari Wamena menuju Distrik Yigi. Namun, saat tiba di Kilometer 46, tim bertemu dengan satu mobil dari arah Distrik Bua dan menyampaikan agar tim segera balik karena jalan diblokir oleh KKB.
Editor: Luki Herdian