
Jakarta, PONTAS.ID – Walaupun sudah meringkuk dalam tahanan KPK,Setya Novanto tak ingin dalam sekejap kehilangan kekuasaannya baik sebagai pimpinan DPR maupun sebagai Ketua Umum Golkar. Dia pun mengirim surat kepada dua institusi tersebut agar mengurungkan niat untuk mencari penggantinya di DPR maupun di Partai Golkar.
Hal ini dikatakan Peneliti Formappi Lucius Karus menanggapi pernyataan hasil pleno DPP Golkar menegaskan tetap mempertahankan posisi Ketua DPR dan Ketua Umum sampai putusan praperadilan.
Menurut Lucius, permintaan Novanto rasa-rasanya tidak mengherankan. Kekuasaan itu nikmat dan karenanya orang dengan berbagai macam cara berusaha untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan. Nikmatnya kekuasaan cenderung membuat penguasa ingin terus merengkuhnya hingga kapan pun. Banyak kasus yang menunjukkan bagaimana seseorang yang nampak demokratis sekalipun, pada akhirnya tergoda untuk mempertahankan kekuasaan tanpa batas waktu. Semuanya itu semata-mata karena kekuasaan itu memang nikmat. Oleh karena itu kekuasaan di bidang pemerintahan modern selalu dibatasi dengan durasi waktu yang jelas. Hanya aturan mengenai pembatasan yang sanggup mencegah nafsu seseorang untuk mempertahankan kekuasaan hanya karena tak ingin kehilangan nikmat luar biasa dari singgasananya.
“Saya kira keinginan Novanto kepada DPR dan Partai Golkar agar posisinya di puncak tertinggi dua institusi itu tidak buru-buru diganti lebih banyak didorong oleh dorongan akan kenikmatan dari kekuasaan sekaligus keinginannya untuk terus mereguk nikmat dari kekuasaan itu. Setnov nampaknya sulit menerima kegetiran hidup tanpa kekuasaan dalam tempo yang sangat singkat,” kata Lucius kepada pontas.id, Rabu (22/11/2017).
Tapi orang yang terlampau menikmati kekuasaan tanpa kesiagaan untuk diganti kapan saja, biasanya justru menunjukkan bahwa dirinya bukan seorang pemimpin yang menganggap kekuasaan sebagai sebuah amanah dari orang-orang yang dipimpinnya. Keinginan berkuasa hanya karena kekuasaan itu memberinya kenikmatan bagi dirinya sendiri.
“Saya kira Setnov masuk dalam kategori penguasa atau pemimpin seperti ini. Keinginannya untuk tak diganti dari posisinya sebagai Ketua DPR dan Ketua Golkar walaupun faktanya dia sudah ditahan oleh KPK karena dugaan korupsi e-KTP, memperlihatkan bahwa Setnov memang menikmati indahnya kekuasaan bagi dirinya sendiri. Dia tak mempertimbangkan kepentingan orang-orang lain yang dipimpinnya. Orang-orang yang dipimpin umumnya menginginkan pemimpin yang selalu hadir di tengah kehidupan mereka,” terang Lucius.
Dia menjelaskan, penguasa yang memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan orang banyak biasanya tak peduli dengan unsur kenikmatan kekuasaan yang dinikmati sendiri oleh yang berkuasa. Penguasa yang sekaligus menjadi pemimpin yang amanah akan menggantungkan kekuasaannya pada kebutuhan orang-orang yang dipimpin. Dia bahkan tak perlu didesak untuk mundur jika tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan orang yang dipimpinnya, baik karena adanya kesalahan yang membuat kepercayaan terhadapnya hilang, ataupun karena situasi lain yang membuat kehadirannya tidak lagi bisa dilakukan dalam jangka waktu tertentu.
“Dan saya kira bicara tentang Setnov sejak dirinya berurusan dengan KPK dalam kasus e-KTP, kita melihat bahwa dia memang termasuk tipikal penguasa yang cenderung memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingannya sendiri. Bahkan agar bisa terus berkuasa, kekuasaan yang dia milikki digunakan untuk melindungi dirinya dari proses hukum. Dia Nampak tak peduli dengan desakan publik untuk melepaskan kekuasaan secara sukarela karena dugaan keterlibatan dalam kasus korupsi e-KTP sesungguhnya sudah merenggut kepercayaan publik terhadapnya,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI, Irma Suryani Chaniago menghormati keputusan hasil kesepakatan Golkar terkait dengan posisi Setya Novanto.
Terlebih, apa yang sudah dilalui Golkar melalui rapat pleno mereka adalah mutlak keputusan partai berlambang Pohon Beringin itu.
“Keputusan Golkar itu mutlak keputusan partai mereka. Dan kami tidak berhak mencampuri urusan keputusan partai lain,” tegas Irma saat dihubungi, Rabu (22/11/2017).
Irma pun menilai, NasDem tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Dan terlebih kasus dihadapi oleh Setya Novanto belum diputuskan bersalah atau tidak. Dan NasDem tidak sekalipun ikut campur dengan kasus dihadapi oleh Ketua Umum Partai Golkar ini.
“Saya yakin publik bisa membedakan, karena masih sangat banyak Anggota DPR yang betul-betul bekerja baik sebagai wakil rakyat,” terang anggota komisi IX DPR ini.
Sebelumnya, Rapat Pleno Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar memutuskan mempertahankan Setya Novanto baik sebagai ketua umum partai atau pun sebagai Ketua DPR RI meski yang bersangkutan telah berada di tahanan.
Golkar sepakat untuk menunggu hasil praperadilan yang tengah ditempuh Novanto melawan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK).
Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid mengklaim bahwa putusan ini diambil dengan turut memperhatikan opini masyarakat.
“Kita telah berhasil merumuskan konsep kesimpulan untuk menjadi keputusan rapat dengan menggabungkan pendekatan hati nurani dan perasaan serta opini publik,” kata Nurdin saat membacakan putusan rapat di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Selasa (21/11/2017).
Setya Novanto ditahan di Rutan KPK pada Senin (20/11/2017) dini hari. Dalam kasus korupsi proyek e-KTP ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.
Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek Rp 5,9 triliun tersebut. Saat ini, Novanto memang tengah melakukan upaya praperadilan atas masalah hukum yang menjeratnya.