Jakarta, PONTAS.ID – Hukuman 6 bulan penjara oleh Mahkamah Agung (MA) yang diberikan kepada Baiq Nuril Maknun karena merekam perilaku mesum Kepala SMAN 7 Mataram banyak mendapat respon dari berbagai kalangan salah satunya dari politisi di Senayan.
Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati menilai bahwa vonis itu menjadi kado pahit Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang jatuh pada November ini.
“Ini kado pahit untuk perjuangan perempuan. Sangat disayangkan sepertinya keputusan MA tidak mempertimbangkan aspek kekerasan verbal yang diterima Nuril,” kata Saras di Jakarta, Senin (19/11/2018).
Di sisi lain, Nuril dinilai sejumlah pihak merupakan korban pelecehan seksual secara verbal oleh eks kepala sekolah SMAN 7 Kota Mataram, Muslim, saat keduanya bertemu ataupun melalui saluran telefon.
“Nuril merekam itu sebagai bukti adanya perilaku kekerasan oleh atasannya bilamana nanti terjadi perkara hukum di masa mendatang, dia memiliki satu bukti, selain kesaksiannya,” tegas wanita akrab disapa Saras ini.
Diketahui, rekaman Nuril itu tersebar saat rekan sekantornya HIM dan NA meminjam telepon gengamnya.
Nuril tidak menyadari ternyata isi rekaman dalam teleponnya dikemudian hari tersebar dan berujung pada pelaporan Muslim ke kepolisian.
Saras menilai bahwa kuatnya UU ITE dalam menjerat Nuril tidak sepadan dengan upaya negara melindungi perempuan dari segala aksi kekerasan.
Hukuman terhadap Nuril ini dinilai akan memasung kembali semangat para perempuan di Indonesia dalam upaya melindungi diri dari ancaman kekerasan yang dapat menimpa mereka.
“Dengan segala hormat kepada MA, saya tidak melihat negara hadir dalam putusan tersebut. Seorang perempuan yang berani bersuara karena mendapatkan kekerasan, itu sudah sesuatu yang luar biasa di Indonesia, karena mayoritas memilih diam,” tegas politikus Gerindra ini.
Saras pun menilai perlu adanya revisi terhadap UU ITE dalam perpesktif upaya seseorang melindungi hak-haknya.
Ia juga berharap Komisi VIII dan pemerintah bisa segera merampungkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai langkah maju perlindungan terhadap perempuan.
“Salah satunya mengatur mengenai terjadinya kekerasan seksual karena relasi kuasa. Dimana kasus itu terjadi karena pelaku memanfaatkan kekuasaannya kepada korban, seperti kasus bu Nuril ini,” tandas Saras yang juga keponakan dari Capres no urut 02 Prabowo Subianto ini.
Kurang Dasar Hukum
Sementara itu, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengkritik putusan MA perihal kasus Baiq Nuril yang dijerat dengan UU ITE.
“Melaporkan tindakan kekerasan seksual yang diterimanya, beliau justru malah dikriminalisasi dengan vonis penjara enam bulan dan denda Rp 500 juta. Padahal, saksi UU ITE dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam persidangan sudah menyatakan bahwa apa yang dilakukan Ibu Baiq Nuril tidak melanggar UU ITE,” kata pria akrab disapa Bamsoet dalam keterangan tertulis, Senin (19/11/2018).
Politikus Golkar ini menilai bahwa dalam menjatuhkan vonis, hakim seperti kekurangan dasar hukum dan terkesan tidak cermat lantaran tidak adanya UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang menjadi dasar utama pembelaan terhadap kaum perempuan.
“Apa yang terjadi terhadap Ibu Baiq Nuril harus dituntaskan secepatnya, karena ini bukan hanya menyangkut pribadi beliau, melainkan juga menjadi pembelaan terhadap harkat, derajat, dan martabat kaum perempuan pada umumnya,” ujar Bamsoet.
Ajukan PK
Terpisah, Presiden Jokowi mendorong Baiq Nuril mengajukan peninjauan kembali ke MA untuk mencari keadilan.
“Namun, dalam mencari keadilan Ibu Baiq Nuril masih bisa mengajukan upaya hukum yaitu PK. Kita berharap nantinya melalui PK, Mahkamah Agung dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya. Saya sangat mendukung Ibu Baik Nurul mencari keadilan,” tuturnya.
Jokowi menyebut, ia baru bisa turun tangan jika PK ditolak. Jokowi meminta Baiq Nuril mengajukan grasi kepada dirinya.
“Seandainya nanti PK-nya masih belum mendapatkan keadilan, bisa mengajukan grasi ke Presiden. Memang tahapannya seperti itu. Kalau sudah mengajukan grasi ke presiden nah nanti itu bagian saya,” sebutnya.
Sebelumnya, waktu kasus ini bergulir di PN Mataram, Nuril mendapat keringanan dari hakim dan menjadi tahanan kota. Hakim akhirnya memvonis bebas Nuril. Hakim menyatakan Nuril tidak melanggar UU ITE sebagaimana dakwaan jaksa.
Namun nasib Nuril berubah ketika majelis kasasi di MA memvonis Nuril dengan hukuman penjara. Nuril juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta.
Selain Isnini, Rafi anak mereka yang paling kecil serta Nuril juga sebelumnya menulis surat untuk Jokowi berisi permohonan kepada Presiden Jokowi agar dirinya dibebaskan. Permohonan itu ditulis Nuril lewat secarik surat.
Editor: Luki Herdian