Jakarta, PONTAS.ID – Dihadapan Delegasi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI), Wakil Ketua MPR Yandri Susanto menegaskan penolakannya terhadap rencana penghilangan istilah madrasah dari UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Bila penghilangan istilah madrasah, itu diteruskan menurut Yandri, draf RUU Sisdiknas, itu tidak pantas masukĀ apalagi sampai dibahas di DPR RI.
Madrasah dan Pondok Pesantren, menurut YandriĀ memiliki jasa yang sangat besar bagi bangsa dan negara. Penghapusan istilah madrasah dari RUU Sisdiknas berarti menghapus jasa madrasah dari perjalanan sejarah bangsa, dan itu tidak boleh terjadi sampai kapanpun.
“Saat iniĀ istilah madrasahĀ masih ada dalam UU Sisdiknas No 20 tahun 2003,Ā itu sajaĀ banyak madrasah dan pondok pesantren yang perjalanannya terseok-seok.Ā Apalagi, bila dihapuskan dari UU. Karena itu, penolakan terhadap rencana penghapusan istilah madrasah dari UU adalah harga mati,” kata Yandri saat menerima kunjungan Delegasi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI) di ruangan pimpinan MPR, Senin (8/8/2022).
Jika bangsa Indonesia mau menjadi bangsa yang mulia, kata Yandri wajib hukumnya memuliakan madrasah. Sebaliknya, jika bangsa Indonesia menyingkirkan madrasah, maka Indonesia juga akan menjadi bangsa yang tersingkir.
“Kita tidak boleh diam, jika tidak mau dianggap setuju. Karena itu kita perlu terus mengingatkan semua pihak, hingga rencana penghapusan istilah madrasah dari UU Sisdiknas, itu benar-benar dibatalkan,” kata Yandri menambahkan.
Pada kesempatan itu DPP PGMI menyampaikan hasil rekomendasi rakernas PGMI yang berlangsung pada 22-25 Juli 2022 di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau.
Rekomendasi Rakernas itu, antara lain berisi penolakan PGMI terhadap rencana penghapusan istilah madrasah seperti yang tercantum dalam drafĀ RUU Sisdiknas. Serta penolakan terhadap rencana penghapusan tenaga honorer, termasuk yang ada di madrasah.
Menyangkut rencana penghapusan tenaga honorer, Yandri Susanto yang juga Ketua Komisi VIII DPR RI, itu juga sepakat dengan PGMI agar pemerintah meninjau ulang rencana tersebut. Dikhawatirkan,Ā jika rencana tersebut dilanjutkan akan menimbulkan berbagai resistensi dunia pendidikan khususnya madrasah.
“Jumlah guru honorer, itu sangat banyak. Jika semuaĀ dihilangkan, bagaimana nasib dunia pendidikan. Apakah pemerintah sudah menyiapkan guru pengganti. KarenaĀ kalau tidak, banyak madrasah yang tidak bisa melaksanakan kegiatan belajar mengajarnya dengan baik,” kata Yandri menegaskan.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Pahala Simanjuntak