Jakarta, PONTAS.ID – Ketua DPR Bambang Soesatyo mendukung dilakukannya evaluasi penerapan sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) zonasi yang tercantum dalam Permendikbud No 51/2018.
Namun, Bambang mengatakan pemerintah harus konsisten dalam menerapkan mekanisme PPDB untuk mewujudkan keadilan seluruh anak didik.
“Filosofi yang menjadi pijakan Permendikbud No.51/2018 sudah benar. Bahkan Permendikbud ini layak menjadi langkah awal perbaikan serta pembenahan pendidikan dasar dan menengah guna mewujudkan keadilan bagi semua anak didik,” kata pria akrab disapa Bamsoet itu, dalam keterangannya, Rabu (26/6/2019).
Bamsoet menambahkan prioritas kebijakan dan kewajiban negara tidak bisa ditawar di bidang pendidikan. Pemerintah wajib hadir memberikan akses kepada seluruh anak didik. Sehingga, menurutnya, penerimaan siswa berbasis PPDB merupakan langkah yang tepat dilakukan pemerintah.
“Bukankah posisi atau lokasi sekolah negeri yang didirikan dan dibiayai negara itu disesuaikan dengan kebutuhan warga pada radius wilayah tertentu? Kalau ada anak didik dalam radius itu tidak mendapatkan akses, dia diperlakukan tidak adil,” paparnya.
Bamsoet juga menyoroti soal lemahnya pengawasan atau pengendalian dari negara ketika banyak sekolah negeri mengembangkan standar nilai maksimal. Mekanisme itu, kata dia, menyebabkan tertutupnya akses bagi anak didik dengan nilai rata-rata atau standar.
“Mereka yang menjadi korban dari standar tinggi itu harus berjibaku mencari sekolah negeri yang jauh dari domisili keluarga. Di Jabodetabek saja, cukup banyak ditemui siswa-siswi yang berdomisili sangat jauh dari sekolahnya, karena tertutupnya akses untuk diterima di sekolah terdekat,” tambah Bamsoet.
Maka dia menganggap sistem PPDB zonasi perlu dipertahankan. Perbaikan di sektor pendidikan, dinilai tercermin dari Permendikbud No 51/2018 itu.
“Kebijakan holistik seperti itu diperlukan untuk memperbaiki kesalahan atau kekeliruan yang sudah terjadi. Dalam proses perbaikan itu, segala sesuatunya memang tidak mudah, termasuk menuai protes dari masyarakat seperti yang terjadi tahun ini. Perbaikan memang selalu butuh waktu,” katanya.
Untuk diketahui, sistem PPDB zonasi yang sempat menuai kontroversi sudah direvisi oleh Mendikbud Muhadjir Effendy. Revisi yang dilakukan yakni melonggarkan kuota jalur prestasi yang semula maksimal 5 persen menjadi 15 persen.
Untuk Pemerataan
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) bertujuan untuk pemerataan. JK menyebut PPDB sistem zonasi dapat meningkatkan kualitas pendidikan antarsekolah.
“Jaraknya (antara rumah dan sekolah) mungkin akan jauh, tapi semua ingin masuk sekolah favorit, agak susah juga (masuk sekolah favorit), tidak mungkin diterima juga. Jadi supaya ada pemerataan, jangan anak-anak punya nilai tinggi hanya terkonsentrasi,” kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019).
JK mengatakan siswa dan guru harus didistribusi dengan baik. Dengan cara tersebut, pendidikan berkualitas akan semakin merata.
“Untuk meningkatkan mutu, itu harus (ada) anak-anak yang (dapat pendidikan) berkualitas baik. (Pendidikan) juga di sekitarnya baik. Jangan hanya semuanya pintar terkonsentrasi,” ujar JK.
Soroti Aspek
Sebelumnya, Pengamat Pendidikan Darmaningtyas menilai Sistem Zonasi ini sebagai suatu kebijakan yang merugikan siswa, karena besarannya ada di angka 90 persen.
“Saya itu orang yang sejak dulu berjuang supaya anak-anak dapat diterima di sekolah negeri yang ada di sekitarnya. Tetapi itu kan tidak berarti seperti yang dilakukan sekarang, Zonasi 90 persen,” ujarnya.
Angka 90 persen, lanjutnya, mematikan kesempatan siswa dengan kemampuan akademik unggul untuk mendapat sekolah negeri unggulan, karena alasan jarak rumah dan sekolah.
“Celaka lagi kalau itu anak dari keluarga miskin, aslinya sudah pintar seharusnya bisa sekolah negeri. Tapi karena letak rumahnya berjauhan dari sekolah, akhirnya dia tidak bisa bersekolah di sekolah negeri,” kata Darmaningtyas.
Ia mengatakan, Sistem Zonasi yang diniatkan untuk meratakan kualitas pendidikan justru akan menemui hasil yang sedikit berbeda dari yang diinginkan.
“Zonasi itu akan menciptakan pemerataan pendidikan, tapi pendidikan yang rendah kualitas. Pemerataan mutu pendidikan yang rendah saya percaya, tetapi kalau pemerataan mutu pendidikan yang baik, nggak!” tegasnya.
“Anda boleh percaya 10 tahun ke depan kita akan susah mencari sekolah yang baik. Mana sekolah yang baik ke depan? (Semua sekolah, Red) rata tidak berkualitas,” tuturnya.
Bukan tanpa alasan, kata Darmaningtyas, salah satunya alasannya karena persebaran guru yang tidak terdistribusikan secara merata. Guru-guru berkualitas yang banyak terpusat di sekolah-sekolah negeri favorit sebaiknya disebar keberadaannya. Dengan demikian, mutu tenaga pendidik di tiap sekolah dapat mencapai titik yang kurang lebih setara.
Selain guru, fasilitas sekolah yang masih timpang juga menjadi penyebab lain mengapa pemerataan belum dapat terwujud.
Maka, perbaikan di dua aspek itu menjadi sangat penting untuk segera dilakukan jika memang memimpikan kualitas pendidikan yang baik melalui Sistem Zonasi.
“Kalau tidak, sekolah yang di perkampungan-perkampungan itu diajar oleh guru yang asal-asalan, fasilitasnya juga terbatas, maka yang akan terjadi adalah pemerataan mutu pendidikan yang rendah,” tandasnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi polemik sistem zonasi dalam PPDB tahun 2019. Jokowi meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengevaluasi kebijakan tersebut.
“Sudah saya perintahkan kepada Menteri untuk dievaluasi,” kata Jokowi di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (21/6/2019).
Jokowi mengatakan evaluasi perlu dilakukan. Sebab, dia menilai antara kebijakan dan kondisi di lapangan bisa berbeda.
“Karena antara kebijakan dan lapangan bisa berbeda. Dan setiap daerah memiliki karakter yang berbeda beda. Sudah saya perintahkan dievaluasi,” ujarnya.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Risman Septian